/0/9209/coverbig.jpg?v=5e854aadbb80f8e1699cdaeea238ed99)
'Terpaksa' begitulah Rania Swaraswati membenarkan pekerjaan yang dia lakukan. Di saat mendapatkan pekerjaan tidak mudah, dan juga dia selalu menjadi pembicaraan tetangganya, Rania diam di rumah meretas dan menghasilkan uang dalam jumlah yang besar. Perempuan itu tidak menyadari jika dia sedang diawasi oleh tetangga barunya. Zean adalah tetangga depan rumah Rania yang memiliki tampilan fisik sempurna. Masalahnya pekerjaan yang lancar dan juga kedekatan Rania dengan Zean yang begitu mudah membuat Rania tidak waspada dengan hal yang paling dia perhatikan. Rania lupa jika pekerjaannya memiliki resiko yang besar untuk hidupnya.
"Mba Rania sibuk apa di rumah?" Seorang tetangga menyapa perempuan berusia 25 tahun ketika dia pergi ke warung di depan rumahnya. Perempuan itu hanya tersenyum meski tentu saja tidak menyukai pertanyaan dari ibu-ibu yang menatapnya dan tersenyum seolah pertanyaannya adalah sebuah hal yang sangat wajar. Tentu saja wajar, jika pertanyaan itu tidak pernah diucapkan oleh orang lain tentu itu adalah hal yang sangat wajar. Tapi Rania tahu, pertanyaan itu adalah satu dari sekian banyak pertanyaan yang ingin tetangganya ucapkan ketika melihat wajah perempuan itu.
"Ada Bu, kan bisa kerja dari rumah." Rania menjawab ringan dan masih berusaha tersenyum sebelum pertanyaan berikutnya dia dengar. Perempuan itu mencoba mempercepat belanja gorengan dan juga lontong meski dia menutupi gerak-geriknya yang sudah tidak nyaman itu.
"Bisnisan begitu ya? Jualan?" Ibu tetangga Rania kembali bertanya membuat perempuan itu tersenyum memasukkan lima buah lontong ke tas plastik meski masih menunggu mendoan yang masih di goreng di belakang.
"Bisa dikatakan seperti itu." Rania menjawab dengan jelas dan masih mengembangkan senyum di wajahnya itu.
"Iya juga ya, kalau bisa kerja di rumah kenapa juga harus keluar rumah. Lagi pula Mba Rania kan tetap dapat uang saku dari Ibu Bapak." Sebuah kata yang cukup membuat perempuan itu terdiam sejenak meski masih berusaha menyunggingkan senyum. Dia memeriksa sebentar ke dalam warung, tapi mendoan masih belum selesai di goreng.
"Engga juga Bu, saya kalau bisa cari uang sendiri ya sendiri saja, tidak dapat dari siapa-siapa." Rania seolah memperjelas posisi sumber keuangannya. Ibu tadi sepertinya mendengarkan Rania sambil memeriksa sayuran yang akan dia beli.
"Gak masalah juga untuk Mba Rania digaji oleh adik sendiri, kan ngurus ponakan." Kalimat lain yang rasanya membuat Rania sungguh ingin berontak dan berteriak sekeras mungkin untuk membela dirinya. Meski begitu dia masih tersenyum.
"Enggak kok Bu, saya cari uang sendiri." Rania akhirnya memperjelas jawabannya.
"Mba Rania ini mendoannya sudah selesai di goreng." Rania tersenyum menerima plastik putih yang berisi sepuluh buah tempe mendoan yang masih panas. Dia kemudian memberikan sejumlah uang dan menundukkan kepalanya sedikit untuk undur diri dari Ibu tetangga yang masih memilih sayur tadi.
Rania masuk ke dalam rumah, tentu saja kedua orang tuanya sudah menunggu karena Rania membeli lontong dan mendoan untuk sarapan ketiga orang yang tinggal di rumah itu.
"Masa tadi si Ibu yang tinggal di ujung jalan sana dekat kuburan mengira kalau aku dihidupi oleh adikku." Rania terlihat menyampaikan apa yang dia dengar baru saja. Perempuan ini selalu saja kesal dengan komentar-komentar tetangganya.
"Terus kamu jawab apa?" Laki-laki yang sedang membuka lontong dan bersiap mengambil gorengan itu terlihat kesal sama seperti Rania.
"Ya jawab cari uang sendiri lah." Rania menjawab dengan suara yang lebih lantang untuk melampiaskan kekesalannya.
"Mungkin karena di sekitar sini semua orang yang membantu keluarganya selalu saja diukur dengan uang?" Rania kembali mengatakan seuatu yang kali ini membuat wanita yang menjadi Ibunya selama 25 tahun itu tersenyum.
"Memang gak semua orang seperti kamu, jadi ya sudah tidak perlu kamu pikirkan." Ibunya membuat Rania kembali berbesar hati meski dia masih terlihat kesal.
"Masalahnya aku sama sekali tidak pernah menerima uang dari adikku, untuk jajan saja aku cari uang sendiri. Kenapa seolah-olah dia menghidupi aku?" Rania kembali berkomentar dengan kesal.
"Gak perlu dipikirkan omongan tetangga begitu, mereka juga pernah bertanya pada Bapak. Tapi Bapak juga menjawab santai jika kamu melakukan banyak pekerjaan yang mungkin tidak bisa dipahami oleh mereka." Laki-laki yang sudah menghabiskan lontong dan mendoan itu kemudian menggeser gelas berisi teh manis miliknya.
"Benar, mau dijelaskan seperti apapun juga mereka tidak mengerti." Ibu Rania membuat perempuan itu kemudian berjalan menuju ke kamarnya.
Keahlian yang dimiliki Rania memang bukan hal yang terlalu baik meski sebenarnya dia juga bisa menggunakannya di jalan yang benar. Rania lebih memilih merasa benar melakukan beberapa hal dengan orang-orang yang satu pemikiran dengannya di dunia maya.
[Kenapa belum on?] Rania mendapatkan pesan dari sebuah aplikasi rahasia yang dia gunakan bersama empat orang lainnya. Mereka bekerja bersama-sama di dunia maya meski belum pernah bertemu di dunia nyata satu sama lainnya. Rania meraih laptopnya dan kemudian menyalakannya. Perempuan itu mengunci pintu kamarnya seolah bersiap melakukan sesuatu dengan temannya yang lain.
[Semua sudah bersiap?] Sebuah pesan kembali diperoleh oleh Rania dalam sebuah grup.
{Bukankah hari ini kita tidak punya rencana seperti ini? Kita masih memilih target?} Seorang dengan ID Ze mengirimkan pesan. Rania juga menyadari jika ini bukanlah hari dimana mereka akan melakukan operasi.
[ Ze benar, kita bahkan belum menemukan target. Ketika kita lebih cermat menentukan target maka kita akan lebih aman. Seperti sebelumnya. Kita hanya menatap jauh tempat yang penuh dengan debu.] Seseorang dengan ID Ranger 99 mengungkapkan sesuatu yang membuat Rania tersenyum.
[R99 benar, maka bantulah untuk menemukan target seperti biasa, kita semua harus memeriksa sampai kemungkinan yang tidak pernah dilihat oleh orang lain. Para tikus menyembunyikan keju bahkan sampai lubang yang tidak bisa dilihat manusia.] Orang lain dengan ID Aida00 membenarkan anggota lainnya. Rania tersenyum karena chat yang dia baca. Mereka memang masih saling mendukung satu sama lain dan hampir tidak pernah terjadi salah paham meski mereka hanya berkomunikasi tanpa melihat seperti apa mereka satu sama lain.
Baru sekitar lima bulan ini dan mereka berlima baru mengerjakan dua proyek besar dalam kurun waktu lima bulan. Tidak ada tanda mereka di curigai oleh siapapun.Mereka selalu berbagi informasi jika kemungkinan bertemu atau ada orang yang mengawasi mereka. Bahkan Rania merasa dia aman berada di lingkungannya meski dia mendengar berbagai celoteh tetangganya yang selalu membuatnya kesal.
[Hei Naughty? Apa kamu sama sekali tidak ingin mengatakan apapun? Biasanya kamu punya banyak informasi tentang beberapa target.] Chat kembali masuk dan memanggil Rania untuk ikut berkomentar di grup tersebut. Rania memeriksa laptop yang tadi dia nyalakan. Beberapa informasi yang dia kumpulkan memang ingin dia sampaikan kepada rekannya di grup tersebut.
"Nyalakan microfon? Aku tidak suka berbagi informasi dengan teks." Rania memulai pembicaraan lima arah. Tidak terdengar jawaban itu artinya mereka semua siap mendengarkan.
"Ada dua orang yang aku rekomendasikan, mereka orang besar di negara ini. Tapi mereka pasti tidak akan melaporkan karena keju itu terlalu mahal dan langka." Rania tersenyum di sambungan alat komunikasi.
"Kirimkan saja datanya supaya kita bisa langsung voting?" Seseorang berkomentar membuat Rania tersenyum lagi.
"Kita punya banyak waktu, jadi sebaiknya jangan langsung voting, tapi kalian bisa mendalami informasinya lagi. Kita butuh waktu yang paling pas untuk proyek ketiga ini." Rania menutup pembicaraan dan kemudian menutup semua tampilan layar setelah dia mengirimkan file ke grup tadi. Perempuan itu kemudian mematikan laptopnya dan memeriksa saldo di rekeningnya. Dia tersenyum melihat angka yang tertera di sana. Setidaknya dia tidak perlu memikirkan banyak hal untuk saat ini.
Helena menikahi Liam sebagai sebuah pembuktian. Perempuan itu membuang semua impian indahnya tentang pernikahan di usia pertengahan 30. Liam juga menikahi Helena untuk mempertahankan posisinya. Tidak banyak yang tahu jika Liam benar-benar sendiri dan banyak orang ingin menghancurkannya. Helena kemudian bersama Liam menghadapi banyak situasi yang membuat mereka saling membutuhkan. Apakah pernikahan ini akan berjalan normal? Seperti kehidupan pernikahan yang pernah Helena bayangkan?
Setelah diusir dari rumahnya, Helen mengetahui bahwa dia bukanlah putri kandung keluarganya. Rumor mengatakan bahwa keluarga kandungnya yang miskin lebih menyukai anak laki-laki dan mereka berencana mengambil keuntungan dari kepulangannya. Tanpa diduga, ayah kandungnya adalah seorang miliarder, yang melambungkannya menjadi kaya raya dan menjadikannya anggota keluarga yang paling disayangi. Sementara mereka mengantisipasi kejatuhannya, Helen diam-diam memegang paten desain bernilai miliaran. Dipuji karena kecemerlangannya, dia diundang menjadi mentor di kelompok astronomi nasional, menarik minat para pelamar kaya, menarik perhatian sosok misterius, dan naik ke status legendaris.
Dua tahun setelah pernikahannya, Selina kehilangan kesadaran dalam genangan darahnya sendiri selama persalinan yang sulit. Dia lupa bahwa mantan suaminya sebenarnya akan menikahi orang lain hari itu. "Ayo kita bercerai, tapi bayinya tetap bersamaku." Kata-katanya sebelum perceraian mereka diselesaikan masih melekat di kepalanya. Pria itu tidak ada untuknya, tetapi menginginkan hak asuh penuh atas anak mereka. Selina lebih baik mati daripada melihat anaknya memanggil orang lain ibu. Akibatnya, dia menyerah di meja operasi dengan dua bayi tersisa di perutnya. Namun, itu bukan akhir baginya .... Bertahun-tahun kemudian, takdir menyebabkan mereka bertemu lagi. Raditia adalah pria yang berubah kali ini. Dia ingin mendapatkannya untuk dirinya sendiri meskipun Selina sudah menjadi ibu dari dua anak. Ketika Raditia tahu tentang pernikahan Selina, dia menyerbu ke tempat tersebut dan membuat keributan. "Raditia, aku sudah mati sekali sebelumnya, jadi aku tidak keberatan mati lagi. Tapi kali ini, aku ingin kita mati bersama," teriaknya, memelototinya dengan tatapan terluka di matanya. Selina mengira pria itu tidak mencintainya dan senang bahwa dia akhirnya keluar dari hidupnya. Akan tetapi, yang tidak dia ketahui adalah bahwa berita kematiannya yang tak terduga telah menghancurkan hati Raditia. Untuk waktu yang lama, pria itu menangis sendirian karena rasa sakit dan penderitaan dan selalu berharap bisa membalikkan waktu atau melihat wajah cantiknya sekali lagi. Drama yang datang kemudian menjadi terlalu berat bagi Selina. Hidupnya dipenuhi dengan liku-liku. Segera, dia terpecah antara kembali dengan mantan suaminya atau melanjutkan hidupnya. Apa yang akan dia pilih?
Binar Mentari menikah dengan Barra Atmadja,pria yang sangat berkuasa, namun hidupnya tidak bahagia karena suaminya selalu memandang rendah dirinya. Tiga tahun bersama membuat Binar meninggalkan suaminya dan bercerai darinya karena keberadaannya tak pernah dianggap dan dihina dihadapan semua orang. Binar memilih diam dan pergi. Enam tahun kemudian, Binar kembali ke tanah air dengan dua anak kembar yang cerdas dan menggemaskan, sekarang dia telah menjadi dokter yang berbakat dan terkenal dan banyak pria hebat yang jatuh cinta padanya! Mantan suaminya, Barra, sekarang menyesal dan ingin kembali pada pelukannya. Akankah Binar memaafkan sang mantan? "Mami, Papi memintamu kembali? Apakah Mami masih mencintainya?"
Warning!!!!! 21++ Dark Adult Novel Aku, Rina, seorang wanita 30 Tahun yang berjuang menghadapi kesepian dalam pernikahan jarak jauh. Suamiku bekerja di kapal pesiar, meninggalkanku untuk sementara tinggal bersama kakakku dan keponakanku, Aldi, yang telah tumbuh menjadi remaja 17 tahun. Kehadiranku di rumah kakakku awalnya membawa harapan untuk menemukan ketenangan, namun perlahan berubah menjadi mimpi buruk yang menghantui setiap langkahku. Aldi, keponakanku yang dulu polos, kini memiliki perasaan yang lebih dari sekadar hubungan keluarga. Perasaan itu berkembang menjadi pelampiasan hasrat yang memaksaku dalam situasi yang tak pernah kubayangkan. Di antara rasa bersalah dan penyesalan, aku terjebak dalam perang batin yang terus mencengkeramku. Bayang-bayang kenikmatan dan dosa menghantui setiap malam, membuatku bertanya-tanya bagaimana aku bisa melanjutkan hidup dengan beban ini. Kakakku, yang tidak menyadari apa yang terjadi di balik pintu tertutup, tetap percaya bahwa segala sesuatu berjalan baik di rumahnya. Kepercayaannya yang besar terhadap Aldi dan cintanya padaku membuatnya buta terhadap konflik dan ketegangan yang sebenarnya terjadi. Setiap kali dia pergi, meninggalkan aku dan Aldi sendirian, ketakutan dan kebingungan semakin menguasai diriku. Di tengah ketegangan ini, aku mencoba berbicara dengan Aldi, berharap bisa menghentikan siklus yang mengerikan ini. Namun, perasaan bingung dan nafsu yang tak terkendali membuat Aldi semakin sulit dikendalikan. Setiap malam adalah perjuangan untuk tetap kuat dan mempertahankan batasan yang semakin tipis. Kisah ini adalah tentang perjuanganku mencari ketenangan di tengah badai emosi dan cinta terlarang. Dalam setiap langkahku, aku berusaha menemukan jalan keluar dari jerat yang mencengkeram hatiku. Akankah aku berhasil menghentikan pelampiasan keponakanku dan kembali menemukan kedamaian dalam hidupku? Atau akankah aku terus terjebak dalam bayang-bayang kesepian dan penyesalan yang tak kunjung usai?
Karena sebuah kesepakatan, dia mengandung anak orang asing. Dia kemudian menjadi istri dari seorang pria yang dijodohkan dengannya sejak mereka masih bayi. Pada awalnya, dia mengira itu hanya kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak, namun akhirnya, rasa sayang yang tak terduga tumbuh di antara mereka. Saat dia hamil 10 bulan, dia menyerahkan surat cerai dan dia akhirnya menyadari kesalahannya. Kemudian, dia berkata, "Istriku, tolong kembalilah padaku. Kamu adalah orang yang selalu aku cintai."
Sayup-sayup terdengar suara bu ustadzah, aku terkaget bu ustazah langsung membuka gamisnya terlihat beha dan cd hitam yang ia kenakan.. Aku benar-benar terpana seorang ustazah membuka gamisnya dihadapanku, aku tak bisa berkata-kata, kemudian beliau membuka kaitan behanya lepas lah gundukan gunung kemabr yang kira-kira ku taksir berukuran 36B nan indah.. Meski sudah menyusui anak tetap saja kencang dan tidak kendur gunung kemabar ustazah. Ketika ustadzah ingin membuka celana dalam yg ia gunakan….. Hari smakin hari aku semakin mengagumi sosok ustadzah ika.. Entah apa yang merasuki jiwaku, ustadzah ika semakin terlihat cantik dan menarik. Sering aku berhayal membayangkan tubuh molek dibalik gamis panjang hijab syar'i nan lebar ustadzah ika. Terkadang itu slalu mengganggu tidur malamku. Disaat aku tertidur…..