"Kenapa aku selalu dibedakan dari menantu-menantu ibu yang lain?" tanya Mia berapi-api. "Karena kamu memang beda! Kamu miskin sedang mereka kaya!" sahut mertuanya dengan pongah. Mia menggertakkan giginya. Sungguh, kalau saja ibu mertuanya tahu, harta benda yang berhasil ia kumpulkan dari hasil menulis online, mungkin ibu mertuanya akan terbelalak takjub. Tapi tidak! Karena ia justru tak ingin mertua dan suaminya yang zolim itu sampai tahu pundi-pundi logam mulia yang ia sembunyikan di suatu tempat yang aman.
"Mia, beresin dapur dulu. Habis itu cuci semua piring kotor dan sapu rumah, baru istirahat. Jangan malas, perempuan hamil nggak boleh malas-malas!" ucap Bu Rina mertuanya saat Mia baru saja duduk setelah sedari pagi berkutat dengan pekerjaan dapur, membantu Mbak Yem, tukang masak yang biasa dipanggil untuk bantu-bantu masak menyiapkan hidangan untuk para tamu acara arisan yang baru saja selesai dilangsungkan di kediaman ibu mertuanya itu.
Para tamu sudah pulang. Tinggal Mia, Bu Rina, Mbak Dina dan Mbak Sri, dua menantu yang lain serta dua adik iparnya yang saat itu masih berada di rumah besar milik mertuanya.
Beda dengan Mia yang baru saja duduk, dua menantu ibu mertuanya dan dua adik iparnya itu justru sudah sedari tadi duduk manis sambil menikmati hidangan yang susah payah Mia dan Mbak Yem siapkan. Tapi herannya, ibu mertuanya malah mengatakan kalau Mia sedari tadi hanya duduk-duduk saja.
Apa ibu mertuanya itu sudah mulai pikun atau berkurang penglihatannya sehingga tidak lagi bisa melihat dengan sempurna ya? Tak urung Mia bertanya heran dalam hati.
Mendengar ucapan ibu mertuanya, Mia menghela nafas. Nasib. Baru saja istirahat sejenak hendak mencicipi sisa hidangan acara, ia sudah ditegur begitu keras.
"Sebentar, Bu. Mia capek sekali, pengen istirahat dulu. Dari pagi tadi Mia 'kan di dapur terus bantuin Mbak Yem masak. Mia lapar," sahut Mia sembari meraih potongan bolu pandan dan hendak menyuapkannya ke mulut, tetapi belum sempat mengunyah, dengan cepat ibu mertuanya menepuk punggung tangannya, mencegahnya mengambil potongan kue itu.
"Beresin rumah dulu, baru boleh makan!" ketus ibu mertuanya kembali sembari mendelik tajam.
Mendapati perlakuan ibu mertua, ada yang terasa menyesak di sudut hati Mia. Sesuatu yang membuat sudut hatinya terasa sakit, seolah ditusuk sembilu tajam.
Ya, sedari dulu perlakuan ibu mertua padanya tak pernah baik. Ia selalu dibeda-bedakan dengan menantunya yang lain. Dijadikan pembantu di rumah ini. Entah mengapa. Apakah karena ia miskin lalu ibu mertua memperlakukannya seperti itu?
Ia hendak beranjak pergi karena tak ingin tangisnya tumpah di situ, tetapi baru saja melangkah, mertuanya telah kembali berseru keras.
"Mau ke mana kamu, menantu miskin? Kamu nggak dengar ibu nyuruh apa? Beresin dulu rumah ini baru kamu boleh istirahat!" ucap Bu Rina kembali tanpa perasaan.
"Iya, main pergi aja! Kamu nggak dengar ibu nyuruh apa?" timpal Mbak Dini, menantu ibunya yang lain, diamini Mbak Sri yang tersenyum mengejek tanpa belas kasihan. Begitu pula dua adik iparnya, Mila dan Sinta yang sama-sama menatapnya dengan tatapan tak suka.
Kali ini Mia tak bisa lagi membendung air matanya. Susah payah ia berusaha menahan agar tak keluar di hadapan mertua dan iparnya yang lain itu, tapi Mia tak kuat. Akhirnya ia sesenggukan juga.
Hatinya sakit diperlakukan berbeda dari semua yang ada di rumah ini. Bagaikan bumi dan langit. Sedari awal menikah.
Terhadapnya, Bu Rina selalu bersikap judes dan sinis, sementara pada dua menantunya yang lain, ibu mertuanya selalu bersikap baik dan lembut.
"Heh, diperintah malah nangis! Dasar mantu cengeng. Udah miskin, pemalas, cengeng lagi. Baru disuruh beresin rumah aja nangis! Diam atau ibu suruh Azmi ngasih pelajaran ke kamu?" ucap Bu Rina dengan mata membulat sempurna, membuat Mia bergidik ngeri membayangkan jika ancaman itu benar-benar dilakukan ibu mertuanya itu padanya.
Ia tahu, Azmi suaminya pasti lebih mendengarkan ucapan ibunya dari pada dirinya. Jika Bu Rina menyuruh suaminya itu memberi pelajaran, pasti akan dilakukannya meski tahu Mia sedang mengandung anaknya dengan usia kehamilan yang masih sangat muda.
"Enggak, Bu. Jangan ... Iya, biar Mia beresin rumahnya tapi izinkan Mia istirahat sebentar saja ya, Bu. Mia capek dan lapar banget."
Mia mengelus perutnya. Sedari tadi ia memang belum makan, hanya minum saja. Ibu mertuanya menyimpan semua makanan yang telah selesai dimasak dalam lemari yang langsung dikunci rapat hingga akhirnya Mia hanya bisa menahan rasa lapar sendirian.
"Ya, udah. Istirahat aja sebentar. Habis itu kerjakan lagi pekerjaan rumah yang belum selesai. Awas kalau sampai sore semuanya belum beres!"
Ancam mertuanya lagi dan diangguki yang lain yang seolah-olah mendukung perlakuan ibu mertua itu padanya. Padahal mereka sama-sama menantu di rumah ini. Bedanya Mbak Dina dan Mbak Sri, memiliki rumah sendiri sebelum menikah sehingga saat sudah menikah, suami-suami mereka itu tinggal bersama di rumah tersebut. Tidak seperti dirinya yang pasca menikah, ikut suaminya tinggal di rumah mertuanya ini.
Meski perintah agama mensyariatkan seorang istri untuk ikut ke mana suaminya mengajaknya tinggal, tetapi sepertinya tak begitu dengan pandangan ibu mertuanya. Dengan ikut suami, ia justru dituduh miskin karena tak punya kediaman sendiri.
Mia mengangguk, lalu pergi ke dapur dan istirahat sebentar di sofa santai yang ada di belakang dapur. Tadi, ia melihat masih ada beberapa potong kue sisa di sana. Ingin ia makan sedikit untuk mengganjal perut yang sudah lapar.
Saat aku menikah lagi, Andin, istriku yang semula polos dan penurut tiba-tiba berubah acuh tak acuh dan tidak lagi peduli.
Talak tiga itu terlanjur diucapkan Danu pada istrinya di hadapan saksi sesaat sebelum Laras terus terang soal permintaan bapak dan ibunya agar mereka segera pulang kampung untuk mengurusi uang ganti rugi senilai 10 miliar rupiah hasil jual tanah ke perusahaan kilang minyak karena tak sabar lagi hidup sederhana bersama istrinya. Lalu apakah Danu menyesal sudah gegabah menjatuhkan talak dan bagaimana ia akan melewati penyesalannya serta masih adakah harapan baginya untuk kembali pada Laras? Atau justru wanita itu akan meninggalkannya tanpa sedikitpun penyesalan? Simak kisahnya di sini ya.
Orang ketiga bisa hadir darimana saja tak terkecuali dari orang yang kita pekerjakan di rumah kita sendiri.
Selama ini aku tak pernah keberatan membantu Mas Arya memenuhi kebutuhan keluarga kami, bahkan menafkahi ibu dan adiknya karena gajinya yang tak lagi mencukupi untuk itu. Tapi saat ia berkhianat bahkan nekad memutuskan menikah lagi, maka aku tahu bahwa aku tak perlu lagi berbuat baik terhadapnya. Sekarang biarlah ia memenuhi kebutuhan keluarga kami dan ibunya dengan usahanya sendiri, hingga akhirnya sadar bahwa selama ini akulah orang di belakang layar yang telah menyelesaikan semuanya tanpa ia perlu tahu. Namun, aku bukan wanita bodoh yang akan selamanya mengorbankan diri dalam perkawinan yang tidak sehat bersamanya karena tentu saja masa depanku masih sangat panjang dan aku berhak meraih kebahagiaan yang lain.
Pada hari ulang tahun pernikahan mereka, simpanan Jordan membius Alisha, dan dia berakhir di ranjang orang asing. Dalam satu malam, Alisha kehilangan kepolosannya, sementara wanita simpanan itu hamil. Patah hati dan terhina, Alisha menuntut cerai, tapi Jordan melihatnya sebagai amukan lain. Ketika mereka akhirnya berpisah, Alisha kemudian menjadi artis terkenal, dicari dan dikagumi oleh semua orang. Karena penuh penyesalan, Jordan menghampirinya dengan harapan akan rujuk, tetapi dia justru mendapati wanita itu berada di pelukan seorang taipan yang berkuasa. "Ayo, sapa kakak iparmu."
Cerita ini hanya fiksi belaka. Karanga author Semata. Dan yang paling penting, BUKAN UNTUK ANAK2. HANYA UNTUK DEWASA. Cinta memang tak pandang tempat. Itulah yang sedang Clara rasakan. Ia jatuh cinta dengan ayah tirinya sendiri bernama Mark. Mark adalah bule yang ibunya kenal saat ibunya sedang dinas ke Amerika. Dan sekarang, ia justru ingin merebut Mark dari ibunya. Gila? Tentu saja. Anak mana yang mau merebut suami ibunya sendiri. Tapi itulah yang sekarang ia lakukan. Seperti gayung bersambut, Niat Clara yang ingin mendekati Mark diterima baik oleh pria tersebut, apalagi Clara juga bisa memuaskan urusan ranjang Mark. Akankah Clara berhasil menjadikan Mark kekasihnya? Atau lebih dari itu?
Bagi yang belum cukup umur, DILARANG KERAS Membaca Cerita ini, karena banyak sekali adegan Dewasa. Mohon Bijak Dalam Membaca.⚠️ Menceritakan seorang anak muda, yang terjerumus kedalam lubang hitam, hingga akhirnya, pemuda tampan kecanduan seks dengan Guru dan keluarganya sendiri.
Nafas Dokter Mirza kian memburu saat aku mulai memainkan bagian bawah. Ya, aku sudah berhasil melepaskan rok sekalian dengan celana dalam yang juga berwarna hitam itu. Aku sedikit tak menyangka dengan bentuk vaginanya. Tembem dan dipenuhi bulu yang cukup lebat, meski tertata rapi. Seringkali aku berhasil membuat istriku orgasme dengan keahlihanku memainkan vaginanya. Semoga saja ini juga berhasil pada Dokter Mirza. Vagina ini basah sekali. Aku memainkan lidahku dengan hati-hati, mencari di mana letak klitorisnya. Karena bentuknya tadi, aku cukup kesulitan. Dan, ah. Aku berhasil. Ia mengerang saat kusentuh bagian itu. "Ahhhh..." Suara erangan yang cukup panjang. Ia mulai membekap kepalaku makin dalam. Parahnya, aku akan kesulitan bernafas dengan posisi seperti ini. Kalau ini kuhentikan atau mengubah posisi akan mengganggu kenikmatan yang Ia dapatkan. Maka pilihannya adalah segera selesaikan. Kupacu kecepatan lidahku dalam memainkan klitorisnya. Jilat ke atas, sapu ke bawah, lalu putar. Dan aku mulai memainkan jari-jariku untuk mengerjai vaginanya. Cara ini cukup efektif. Ia makin meronta, bukan mendesah lagi. "Mas Bayuu, oh,"
Haris dan Lidya sedang berada di ranjang tempat mereka akan menghabiskan sisa malam ini. Tubuh mereka sudah telanjang, tak berbalut apapun. Lidya berbaring pasrah dengan kedua kaki terbuka lebar. Kepala Haris berada disana, sedang dengan rakusnya menciumi dan menjilati selangkangan Lidya, yang bibir vaginanya kini sudah sangat becek. Lidah Haris terus menyapu bibir itu, dan sesekali menyentil biji kecil yang membuat Lidya menggelinjang tak karuan. “Sayaaang, aku keluar laghiiii…” Tubuh Lidya mengejang hebat, orgasme kedua yang dia dapatkan dari mulut Haris malam ini. Tubuhnya langsung melemas, tapi bibirnya tersenyum, tanda senang dan puas dengan apa yang dilakukan Haris. Harispun tersenyum, berhasil memuaskan teman tapi mesumnya itu. “Lanjut yank?”