"Mas ... menikahlah lagi." Bagai di sambar petir, apa yang dikatakan Azzura malam itu terdengar seperti sebuah lelucon untuknya. Setelah percintaan panas keduanya, bahkan rasa lelah dan peluh yang bercampur belum hilang sepenuhnya. Azzura mengucapkan kalimat yang tak pernah Brian duga sebelumnya. Atau mungkin Brian sama sekali tidak pernah memikirkannya. "Apa maksud kamu, Zura?" Brian lelaki normal yang mungkin akan menjadi serakah akan cinta, tetapi tidak sekali pun dia memiliki pikiran seperti itu. Sebanyak apa pun hartanya, setampan apa pun dirinya, dia tak berniat melihat ke arah wanita lain. Untuk apa mendua, jika apa yang dia mau telah dia dapatkan dari Azzura. "Aku ingin Mas menikah lagi." Melihat wajah Azzura kali ini, dia sedang tidak bercanda. Brian sangat tahu jika saat ini istrinya itu tengah serius. Bahkan mungkin tak pernah seserius ini. "Iya. Tapi, untuk alasan apa, Zura?" Brian merasa geram. Bahkan lelaki itu sampai mengepalkan tangannya. Apalagi melihat Zura yang nampak begitu santai saat mengucapkannya. "Tidak ada alasan apa pun. Aku hanya ingin Mas menikah lagi." "Apa kamu sudah bosan padaku dan tak mencintaiku lagi, Zura?" Baru kali ini dia merasa tidak percaya diri di hadapan istrinya. Brian meringsut sedikit menjauhkan tubuhnya dari Azzura. Merasa suaminya sedikit menghindar, Zura mengeratkan pelukannya. Dia membenamkan wajahnya di dada Brian. "Mana mungkin aku bisa bosan padamu, Mas. Dan jangan kamu ragukan rasa cintaku padamu. Aku begitu mencintaimu, hingga rasanya aku tak mampu jauh darimu."
Hidup Brian Pradipta sangatlah sempurna. Bisa dipastikan jika banyak pria yang iri dengan kehidupannya. Di usia 35 tahun dia sudah menjadi seorang CEO yang sangat sukses.
Memiliki keluarga yang bahagia bersama dengan wanita yang sangat dia cintai, Azzura Wijaya. Azzura Wijaya adalah anak dari Antony Wijaya, investor terbesar di perusahaannya. Tapi, bukan dengan alasan itu mereka menikah, tetapi karena mereka saling mencintai.
Dari pernikahan itu mereka dikaruniai seorang putri cantik yang mereka beri nama Kyra Wijaya Pradipta. Menyandang nama besar dua keluarga membuat kehidupan Kyra menjadi mimpi banyak anak gadis seusianya. Bahkan saat perayaan ulang tahunnya yang ke-sebelas, Brian menghadiahi putrinya itu dengan sebuah helikopter untuk anaknya. Kyra menjelma sebagai seorang sosialita di usia yang masih belia.
Brian sangat bersyukur dengan kehidupannya yang sudah sempurna, hingga sebuah permintaan dari Azzura menggoyahkan harga dirinya.
"Mas ... menikahlah lagi." Bagai di sambar petir, apa yang dikatakan Azzura malam itu terdengar seperti sebuah lelucon untuknya. Setelah percintaan panas keduanya, bahkan rasa lelah dan peluh yang bercampur belum hilang sepenuhnya. Azzura mengucapkan kalimat yang tak pernah Brian duga sebelumnya. Atau mungkin Brian sama sekali tidak pernah memikirkannya.
"Apa maksud kamu, Zura?" Brian lelaki normal yang mungkin akan menjadi serakah akan cinta, tetapi tidak sekali pun dia memiliki pikiran seperti itu.
Sebanyak apa pun hartanya, setampan apa pun dirinya, dia tak berniat melihat ke arah wanita lain. Untuk apa mendua, jika apa yang dia mau telah dia dapatkan dari Azzura.
"Aku ingin Mas menikah lagi." Melihat wajah Azzura kali ini, dia sedang tidak bercanda. Brian sangat tahu jika saat ini istrinya itu tengah serius. Bahkan mungkin tak pernah seserius ini.
"Iya. Tapi, untuk alasan apa, Zura?" Brian merasa geram. Bahkan lelaki itu sampai mengepalkan tangannya. Apalagi melihat Zura yang nampak begitu santai saat mengucapkannya.
"Tidak ada alasan apa pun. Aku hanya ingin Mas menikah lagi."
"Apa kamu sudah bosan padaku dan tak mencintaiku lagi, Zura?" Baru kali ini dia merasa tidak percaya diri di hadapan istrinya. Brian meringsut sedikit menjauhkan tubuhnya dari Azzura.
Merasa suaminya sedikit menghindar, Zura mengeratkan pelukannya. Dia membenamkan wajahnya di dada Brian. "Mana mungkin aku bisa bosan padamu, Mas. Dan jangan kamu ragukan rasa cintaku padamu. Aku begitu mencintaimu, hingga rasanya aku tak mampu jauh darimu."
Brian hanya tersenyum miring. Percayakah ia dengan ucapan Zura? Bagaimana bisa seorang istri yang mencintai suaminya, meminta suaminya untuk menikah lagi?
Brian menggeleng, "Tidak, Zura! Aku tak mau memiliki istri lain selain kamu!" tegas Brian. Dia mungkin bukan suami yang sempurna, tetapi dia bukan pria bajingan yang akan menyakiti hati pasangannya.
Brian memalingkan wajahnya dari Azzura, dia merasa marah akan permintaan tak masuk akal itu. Apa alasan yang mendasari Zura meminta hal itu?
"Mas," panggil Zura.
Brian tetap bergeming, dia tak mau mendengar hal itu lagi. Baginya, tak akan ada cinta lain selain Azzura.
"Mas ... dengerin aku dulu," panggilnya mesra.
'Argh ... si al.' Sebenarnya Brian tak akan bisa bertahan jika istrinya ini sudah berucap manja seperti ini. Tapi, kali ini, dia mati-matian akan bertahan dari godaan sang istri.
Merasa tak mendapat tanggapan, Zura segera meraih dagu suaminya itu agar wajahnya dapat dia tatap. Dia sungguh tak bisa jika marahan dengan Brian. Bagaimanapun Brian adalah belahan jiwanya dan juga separuh hidupnya.
Kini manik mata mereka saling menatap. Ada gelora dan cinta di dalamnya, yang tak akan pernah padam meski dinyalakan seumur hidup. Tapi, kenapa? Pertanyaan itulah yang kini bersarang di hati Brian.
"Oke! Mas akan dengerin kamu." Akhirnya lelaki itu luluh juga. Satu hal yang paling tidak bisa dia lakukan adalah mendiamkan istrinya itu.
"Mas cinta nggak sama aku?" Tatapan Azzura begitu tajam menusuk hingga rongga hati yang terdalam, membuat Brian sama sekali tidak bisa berkutik.
"Cinta dong, Sayang." Suara Brian mulai melunak, meski sebelumnya hatinya terus bergemuruh. Brian tersenyum, mengelus lebut rambut istrinya.
"Menikahlah lagi, Mas. Sebagai bukti cinta Mas sama aku."
"GILA!" Baru pertama ini Brian mengumpat pada istrinya, setelah selama dua belas tahun berumah tangga. "Sebenarnya, apa yang ada di pikiran kamu Azzura Wijaya ...?" Brian benar-benar menekankan suaranya ketika menyebut nama istrinya. Kemarahan yang baru saja menguap, kini kembali menjadi rintikan yang semakin deras.
"Aku hanya ingin Mas membuktikan rasa cinta Mas sama aku."
"Tapi tidak dengan permintaan konyol kamu itu. Lebih baik kamu memintaku untuk membelikanmu sebuah jet pribadi ketimbang memintaku menikah lagi!"
"Tidak, Mas! Aku tak akan meminta hal lain."
-
-
Pembicaraan Brian dengan istrinya malam itu sungguh membuat Brian tak konsen dalam kerjanya. Selama beberapa hari ini dia uring-uringan nggak jelas. Semua anak buahnya menjadi sasaran kemarahan dari CEO Pradipta Corporation itu. Termasuk Risa, sekertarisnya.
BRAK!
Terdengar suara bantingan. Rupanya Brian telah membanting map yang baru saja diberikan oleh Risa. Tak ada yang benar beberapa hari ini. Semua kacau.
"Kamu udah kerja sama aku berapa lama?! Kenapa bikin laporan kayak gini aja nggak bisa?!" Suara teriakan Brian menggema memenuhi kantornya. Risa begitu takut kali ini. Bosnya yang biasanya santai dan juga tenang, menjadi sangat temperamen. Sudah tiga hari ini, Risa menghitung saat Bosnya mulai berubah.
'Ada masalah apa, si Bos, kok jadi kayak singa ngamuk gini?' batin Risa. Sungguh tiga hari ini telah menjadi hari terburuk untuknya selama lima tahun bekerja bersama Brian. Bahkan untuk sekejap, Risa sangat ingin keluar dari pekerjaannya.
"Jawab! Jangan diam saja!" bentak Brian.
"Li-lima tahun, Pak." Meski lidahnya terasa kelu untuk menjawab, mau tak mau Risa harus menjawabnya. Jika tak ingin mendapat kemarahan lebih lagi.
Brian berkacak pinggang, tangan kanannya menyugar rambutnya ke belakang. Meski usianya sudah tak muda lagi, namun tak ada yang bisa menolak pesona seorang Brian Pradipta. Sayangnya tak pernah ada yang bisa mendekatinya karena dia tipe suami yang sangat setia.
"Dalam lima tahun ini kamu ngapain aja?"
Risa hanya bisa meneguk saliva-nya. 'Apa pak Brian nggak bisa lihat jika aku beneran kerja selama lima tahun ini?'
"Kerja, Pak," jawab Risa. Dia tak mau mendapat kemarahan karena tak segera menjawab pertanyaan dari Brian.
Brian melotot ke arah Risa, "Berani kamu ya, menjawab saya?"
Serba salah. Itulah yang Risa rasakan kali ini. Jika bisa, dia akan mengumpat Brian saat ini juga. Namun, pekerjaannya akan hilang jika dia melakukannya.
"Sudah! Kamu keluar saja!" Mendapat angin segar, tanpa pertimbangan lagi, Risa segera keluar dari ruangan itu.
Brian kembali duduk di kursinya, melihat layar laptopnya meski pikirannya sama sekali tidak berada di sana. Bayangan Azzura ketika memintanya menikah lagi, selalu melintas di pikirannya. Wajah Azzura saat itu benar-benar tenang, tidak seperti seorang wanita yang tengah terluka atau semacamnya.
Suasana rumah juga tak lagi hangat. Entah siapa yang memulai, tapi kini keduanya tak saling bicara. Sebenarnya Brian sangat tak tahan jika seperti ini, tetapi dia hanya ingin mengatakan jika dia sangat menentang permintaan Azzura.
Ini sudah seminggu lebih dan hubungan mereka tak ada perkembangan. Azzura benar-benar tak berbicara padanya. Dia hanya sekedar mengurus keperluan Brian sehari-hari. Brian sebenarnya bingung, kenapa Azzura sampai marah seperti itu?
"Zura?!' Tak tahan rasanya perang dingin seperti ini. Apalagi tak bisa menyentuh tubuhnya. Percayalah, meski usia keduanya tak lagi muda, namun rasa yang Brian rasakan untuk Azzura masih sama.
Azzura menoleh ke arah suaminya itu. Sumpah demi apa pun, dia sangat merindukan sentuhan dari Brian.
Brian menarik pinggang Zura dan merapatkan tubuh mereka. Brian bisa mendengar detak jantung Zura yang bertalu seperti gendang yang saling bersahutan. Begitu pun sebaliknya, degup jantung Brian tak bisa berbohong jika dirinya kini benar-benar menginginkan Azzura.
"Zura ... aku merindukanmu ...." Suara Brian terdengar begitu seksi di telinga Zura, hingga membuat darahnya berdesir. Terlebih saat Brian menggigit kecil cuping Zura, sungguh menjadikan sensasi tersendiri. Tak berhenti di situ, kecupan Brian semakin turun hingga membuat Zura menginginkan lebih.
Rasa marah dan juga kesal yang mereka rasakan sebelumnya, melebur bersama penyatuan keduanya. Jika Brian bisa mendapatkan segala bentuk kepuasan bersama Zura, kenapa dia mesti menikah lagi?
Brian mengurai pelukannya, dia melihat kabut gairah di mata istrinya. Dia sangat tahu jika Zura sedang menginginkan hal itu. Wanitanya itu tak pernah bisa menolak sentuhannya.
Zura menatap Brian seolah mendamba. Tak ada yang lebih dia inginkan selain sentuhan dari suaminya.
"Mas ... please," pinta Zura yang berharap lebih. Hanya dengan perlakuan seperti itu, benar-benar bisa membangkitkan sesuatu yang liar di dirinya.
"Do you want more, Baby?" tanya Brian dengan setengah menggoda.
"Yes. Do it now, Brian."
Brian tersenyum penuh kemenangan, dia tahu istrinya itu sangat menginginkannya malam ini. Saat Zura hanya memanggilnya tanpa embel-embel 'mas', gelora di dalam Zura benar-benar terbakar.
Brian kembali mengecupi istrinya. "Are you sure, Baby?" Hembusan hangat napas Brian mengenai kulit leher Zura, membuat wanita itu menggelinjang. Merasa geli dan juga nikmat secara bersamaan.
"Yes. I want you!"
Bagi Brian, Azzura adalah perpaduan antara kelembutan dan juga ganas secara bersamaan, Sikapnya sehari-hari memang sangatlah lembut. Selalu memperlakukan Brian dengan penuh kasih sayang. Tetapi saat seperti ini, dia akan berubah menjadi sangat liar, hingga Brian tak yakin jika itu adalah orang yang sama.
Namun, Brian sangat menikmati jika istrinya sedang berada di mode liar seperti ini. Karena Zura akan jadi sangat seksi.
Brian menarik napas panjang, dia melepas pelukannya lagi. Kali ini dia menatap Azzura dengan raut wajah kesal. Azzura semakin bingung.
"Kamu kenapa, Mas?"
"Aku akan menghukummu, Sayang. Jika kamu masih saja menyuruhku untuk menikah lagi, maka aku akan menyiksamu seperti ini.
Setelah mengucapkan hal itu, Brian meninggalkan Azzura yang kini hanya bisa bengong. Dia masih menginginkan sentuhan lagi. Oh, sungguh dia sangat ingin rasa rindunya akan terobati.
Dengan perasaan yang campur aduk, Azzura terduduk di tepi kasur, dia menangis.
"Aku juga tak ingin berbagi cinta, Mas. Tapi ...."
WARNING!!!! AREA DEWASA (21+) BOCIL DILARANG MENDEKAT “Sena ... nikah, yuk.” Dahi Sena mengernyit kala mendengar ajakan nikah dari tetangga rumahnya. Dia yang masih berusia dua puluh diajak nikah oleh lelaki yang hampir kepala empat? “No way!” balas Sena sembari membalik tubuhnya dan mengibaskan rambutnya di hadapan lelaki itu. Dia segera masuk ke dalam rumah miliknya dan menutup pintu dengan sangat keras. Lelaki itu pun hanya terkikik saat melihat kekesalan Sena. Sangat menyenangkan ternyata membuat gadis itu kesal. “Sena ... Sena ... kamu kok ngegemesin banget, sih.” Setelahnya om-om itu segera masuk ke dalam rumahnya yang bersebelahan dengan milik Sena. “Dasar duda mesum. Masak ngajak nikah anak kuliah, sih? Nggak sadar umur apa, ya? Bener-bener kelakuan masih kayak ABG puber aja,” gerutu Sena saat memasuki rumahnya. Namanya Sena Aurellia Subrata, umurnya masih dua puluh tahun dan dia juga masih kuliah semester empat di salah satu universitas negeri di Jakarta. Dia tinggal sendiri di rumah itu, rumah milik bibinya yang nganggur karena sang bibi dan keluarga memilih tinggal di luar negeri, mengikuti sang suami yang ditugaskan ke Thailand. “Apa dia pikir, gadis perawan kayak gue gini, mau apa sama duda tua kayak dia? Jangan harap!” Sena mengambil buku yang ada di atas nakas, dia segera menggunakan buku itu sebagai pengganti kipas karena kebetulan kipas di rumah itu sedang rusak. Sena tinggal di sebuah perumahan kecil tipe 36 yang tiap rumah saling berdempetan. Dan sialnya, tetangga samping rumah itu adalah seorang duda mesum berusia 37 tahun. Meski wajahnya sangat menipu, karena dia terlihat sepuluh tahun lebih muda. Sena dan Tristan lebih mirip seperti kucing dan tikus jika bertemu. Bagaimana satu malam bisa merubah keduanya?
"Ijinkan aku menikah lagi, Ren?" Dengan berkaca-kaca, Dani memamdang Reni. "Apa kamu yakin sanggup, Mas? Membimbing satu istri saja kamu nggak bisa, apalagi dua?" Tidak! Reni tidak mau dimadu. Tanpa sadar Reni mengelus perutnya. Berharap anak dalam kandungannya tidak mendengar keinginan gila ayahnya. "InsyaAllah sanggup, Yank." Reni tersenyum kecut. Sholat aja tidak pernah sanggup dari mana? "Kamu gila, Mas!" Jengah dengan kegilaan Dani, Reni segera beranjak dari duduknya dan berlalu dari hadapan Dani. "Ren! Ren!" Dani segera menyusul Reni yang berjalan ke arah kamar. "Ren!" Dani menarik tangan Reni, namun segera ditepis oleh wanita itu. "Lepaskan, Mas!" Hatinya hancur, benar-benar hancur. Dia pikir suaminya telah kembali seperti dulu, namun ternyata dia salah. Malah sebuah permintaan gila yang dimintanya pada Reni. Tak menyerah, Dani terus mengekor Reni hingga ke kamar. Seketika Reni muak hanya dengan melihat wajah Dani. "Ren, dengarkan Mas dulu ...." Kali ini Dani telah berlutut di hadapan Reni. Wanita itu duduk di tepi ranjang dengan mata yang mulai sembab.
Semua orang terkejut ketika tersiar berita bahwa Raivan Bertolius telah bertunangan. Yang lebih mengejutkan lagi adalah bahwa pengantin wanita yang beruntung itu dikatakan hanyalah seorang gadis biasa yang dibesarkan di pedesaan dan tidak dikenal. Suatu malam, wanita iru muncul di sebuah pesta dan mengejutkan semua orang yang hadir. "Astaga, dia terlalu cantik!" Semua pria meneteskan air liur dan para wanita cemburu. Apa yang tidak mereka ketahui adalah bahwa wanita yang dikenal sebagai gadis desa itu sebenarnya adalah pewaris kekayaan triliunan. Tak lama kemudian, rahasia wanita itu terungkap satu per satu. Para elit membicarakannya tanpa henti. "Ya tuhan! Jadi ayahnya adalah orang terkaya di dunia? "Dia juga seorang desainer yang hebat dan misterius, dikagumi banyak orang!" Meskipun begitu, tetap banyak orang tidak percaya bahwa Raivan bisa jatuh cinta padanya. Namun, mereka terkejut lagi. Raivan membungkam semua penentangnya dengan pernyataan, "Saya sangat mencintai tunangan saya yang cantik dan kami akan segera menikah." Ada dua pertanyaan di benak semua orang: mengapa gadis itu menyembunyikan identitasnya? Mengapa Raivan tiba-tiba jatuh cinta padanya?
Kemudian Andre membuka atasannya memperlihatkan dada-nya yang bidang, nafasku makin memburu. Kuraba dada-nya itu dari atas sampah kebawah melawati perut, dah sampailah di selangkangannya. Sambil kuraba dan remas gemas selangkangannya “Ini yang bikin tante tadi penasaran sejak di toko Albert”. “Ini menjadi milik-mu malam ini, atau bahkan seterusnya kalau tante mau” “Buka ya sayang, tante pengen lihat punya-mu” pintuku memelas. Yang ada dia membuka celananya secara perlahan untuk menggodaku. Tak sabar aku pun jongkok membantunya biar cepat. Sekarang kepalaku sejajar dengan pinggangnya, “Hehehe gak sabar banget nih tan?” ejeknya kepadaku. Tak kupedulikan itu, yang hanya ada di dalam kepalaku adalah penis-nya yang telah membuat penasaran seharian ini. *Srettttt……
Sayup-sayup terdengar suara bu ustadzah, aku terkaget bu ustazah langsung membuka gamisnya terlihat beha dan cd hitam yang ia kenakan.. Aku benar-benar terpana seorang ustazah membuka gamisnya dihadapanku, aku tak bisa berkata-kata, kemudian beliau membuka kaitan behanya lepas lah gundukan gunung kemabr yang kira-kira ku taksir berukuran 36B nan indah.. Meski sudah menyusui anak tetap saja kencang dan tidak kendur gunung kemabar ustazah. Ketika ustadzah ingin membuka celana dalam yg ia gunakan….. Hari smakin hari aku semakin mengagumi sosok ustadzah ika.. Entah apa yang merasuki jiwaku, ustadzah ika semakin terlihat cantik dan menarik. Sering aku berhayal membayangkan tubuh molek dibalik gamis panjang hijab syar'i nan lebar ustadzah ika. Terkadang itu slalu mengganggu tidur malamku. Disaat aku tertidur…..
WARNING 21+ !!! - Cerita ini di buat dengan berhalu yang menimbulkan adegan bercinta antara pria dan wanita. - Tidak disarankan untuk anak dibawah umur karna isi cerita forn*graphi - Dukung karya ini dengan sumbangsihnya Terimakasih
Untuk membayar hutang, dia menggantikan pengantin wanita dan menikahi pria itu, iblis yang ditakuti dan dihormati semua orang. Sang wanita putus asa dan kehabisan pilihan. Sang pria kejam dan tidak sabaran. Pria itu mencicipi manisnya sang wanita, dan secara bertahap tunduk pada nafsu adiktif. Sebelum dia menyadarinya, dia sudah tidak dapat melepaskan diri dari wanita tersebut. Nafsu memicu kisah mereka, tetapi bagaimana cinta bersyarat ini akan berlanjut?
Nafas Dokter Mirza kian memburu saat aku mulai memainkan bagian bawah. Ya, aku sudah berhasil melepaskan rok sekalian dengan celana dalam yang juga berwarna hitam itu. Aku sedikit tak menyangka dengan bentuk vaginanya. Tembem dan dipenuhi bulu yang cukup lebat, meski tertata rapi. Seringkali aku berhasil membuat istriku orgasme dengan keahlihanku memainkan vaginanya. Semoga saja ini juga berhasil pada Dokter Mirza. Vagina ini basah sekali. Aku memainkan lidahku dengan hati-hati, mencari di mana letak klitorisnya. Karena bentuknya tadi, aku cukup kesulitan. Dan, ah. Aku berhasil. Ia mengerang saat kusentuh bagian itu. "Ahhhh..." Suara erangan yang cukup panjang. Ia mulai membekap kepalaku makin dalam. Parahnya, aku akan kesulitan bernafas dengan posisi seperti ini. Kalau ini kuhentikan atau mengubah posisi akan mengganggu kenikmatan yang Ia dapatkan. Maka pilihannya adalah segera selesaikan. Kupacu kecepatan lidahku dalam memainkan klitorisnya. Jilat ke atas, sapu ke bawah, lalu putar. Dan aku mulai memainkan jari-jariku untuk mengerjai vaginanya. Cara ini cukup efektif. Ia makin meronta, bukan mendesah lagi. "Mas Bayuu, oh,"