"Walaupun statusku hanya sebagai istri kedua, tapi aku bisa bangga, sebab aku bisa lebih taat agama di banding istri pertama suamiku. Dan juga aku lebih cantik," ucap Fika dalam hati.
TAK APA JADI ISTRI KEDUA, YANG PENTING SOLEHA (1)
"Walaupun statusku hanya sebagai istri kedua, tapi aku bisa bangga, sebab aku bisa lebih taat agama di banding istri pertama suamiku. Dan juga aku lebih cantik," ucap Fika dalam hati.
***
"Mas, Aku mau sholat dulu ya," aku bicara pada mas Ahmad. Mukena melekat manja di tubuhku yang langsing.
"Oh iya, tuh bilang sama Mbak Rina, jangan malas sholat. Ntar berdosa," sambungku lagi.
"Kamu tahu sendiri, Dek, si Rina itu paling gak bisa di bilangi. Nggak kayak kamu yang alim, rajin solat. Rina itu kebalikannya." jawab Mas Ahmad.
"Itulah sebabnya Mas lebih percaya sama kamu yang ngedidik anak-anak, Dek. Kalo Rina mah nggak bakalan bisa kasih pendidikan yang layak sama anak."
Aku meringis tipis mendengarnya.
"Iya, Mas. Tadi aku udah mandiin anak-anak. Mereka udah rapi dan tertidur sekarang," jawabku.
"Makasih, Sayang!"
Sebenarnya, mengurus Ririn dan Aldi, dua anak Mas Ahmad dan Mbak Rina adalah aktivitas yang membosankan. Tapi tak apa, demi memgambil hati suami, aku rela. Aku bisa tunjukkan kalau aku adalah ibu yang baik untuk anak-anak.
Sesaat setelah kami bicara, Mbak Rina lewat di depanku. Ih bikin ilfil aku aja. Makhluk gemuk, bulat, berlemak itu membuatku jijik. Istri pertama suamiku itu memang tak pandai merawat diri.
"Mbak, solat dong. Nih udah waktu ashar! Seharian dikamar mulu, apa nggak bosen?" Celetukku. Dan aku yakin Mas Ahmad mendengarkan ucapanku. Hah, wajar saja lemak di tubuhnya semakin menggunung, tuh liat kerjaannnya cuma mendem di kamar, kayak lagi bertelur saja.
"Iya, Alhamdulillah udah tadi," jawabnya.
Astaga, pasti bohong lagi. Mana mungkin dia serajin itu. Pasti dia menjawab begitu karena ingin menarik perhatian Mas Ahmad. Dasar tukang pencari muka.
Kusingkap sedikit jilbab lebar yang menutup kepalaku, hingga menampakkan sedikit bagian leherku yang mulus. Biarkan Mbak Rina iri dengan kecantikanku. Sebuah kalung hadiah ulang tahunku yang diberikan oleh Mas Ahmad kemarin terlilit indah mengitari leher cantik ini.
"Mas, sekali lagi terima kasih banyak hadiah kalung emasnya kemarin ya. Aku suka banget," ucapku sedikit keras. Sebelum Mbak Rina menjauh, aku harus membuatnya tahu kalau aku barusan mendapat hadiah dari Mas Ahmad. Aku tahu, selama pernikahan mereka, Mas Ahmad belum pernah memberinya hadiah. Sedangkan denganku, Mas Ahmad tak segan memberikan hadiah sebagus ini. Aku yakin Mbak Rina akan merasa cemburu berat karena ini. Ha haa, rasanya aku ingin terbahak.
Mendengar ucapanku, Mas Ahmad langsung mendekatiku. Matanya sedikit membulat. Mengapa dia nampak marah? Apa aku salah?
Mas Ahmad menarik tanganku.
"Sudah Mas bilang, jangan kasih tahu Rina kalau aku udah beliin kamu Kalung itu, Dek! Ntar dia bisa marah!" Mas Ahmad nampak bingung.
"Kenapa sih, Mas, Mbak Rina nggak boleh tahu?" Aku nggak mau kalah.
"Apa Mbak Rina lebih penting daripada aku, Mas? Kenapa Mas terlihat sangat takut sama dia? Sampe tega marah-marah gitu? Apa aku ini istri yang kurang solehah? Kurang patuh?" Aku mulai terisak.
"Nggak, nggak begitu, Sayang, kamu istri yang baik. Maafin mas ya, Sayang. Mas nggak bermaksud menganggapmu macam-macam." Mas Ahmad mengusap kepalaku.
Hmm, aku tahu betul kelemahan Mas Ahmad. Dia paling tidak bisa membuatku menangis. Marahnya pasti mereda bila melihatku begini. Aku memang jauh melebihi Mbak Rina dalam mengenali Mas Ahmad. Tak salah bila ternyata aku lebih bisa menguasai hati suami. Lagi pula aku jauh lebih muslimah di banding istri tuanya.
Lihat baju-bajuku, semuanya syar'i. Kerudungku lebar, dan aku lebih pandai mengaji. Jadi, meskipun aku istri kedua, orang-orang tak punya alasan untuk menjudgeku macam-macam. Justru ibu mertuaku jauh lebih menyukaiku daripada Mbak Rina, si menantu gemuknya itu.
"Mas, malam ini aku mau ikut pengajian. Jadi mas bisa anterin aku ya?" Pintaku sambil menatapnya.
"MasyaAllah, istriku ini benar-benar istri yang baik. Tentu mas mau anterin kamu ke pengajian." Pujinya. Aku tersenyum.
"Iya, Mas. Daripada sibuk ngumpul buat ghibah, mending aku kumpul sama ibu-ibu pengajian aja. Lebih bermakna untuk dunia dan akhirat," ujarku.
Sejak dinikahi oleh Mas Ahmad, aku memilih untuk sering-sering melakukan sesuatu yang berbau agama. Aku ingin menunjukkan pada orang-orang yang memandangku rendah hanya karena aku seorang istri kedua. Aku ingin menunjukan pada mereka jika aku ini adalah istri kedua yang berkelas dan alim. Bukan seperti mereka yang bar-bar dan tukang julid.
Aku, Rika Asriani, adalah seorang istri kedua yang lebih baik dari yang mereka pikirkan. Lihat, aku sering ke masjid, ikut pengajian, dan aku juga cantik sehingga bisa nembuat suamiku jatuh cinta. Sedangkan mereka, huuuh, meskipun mereka istri satu-satunya, toh tetap menderita. Mana di ajak susah juga sama suami mereka. Sedangkan aku, Mas Ahmad mana rela membuatku hidup susah, bahkan seujung kuku oun dia tak rela melihat kulit mulusku terbakar matahari. Aku tetap jauh lebih beruntung di banding orang-orang yang sering menyebutku pelakor.
"Mas, aku mau mengajak Mas untuk mengantarku ke kamar Mbak Rina," ucapku pada Mas Ahmad.
"Kenapa harus di antar, Sayang?" dia mengecup keningku.
"Aku hanya ingin ajakin dia pada kebaikan, Mas. Tapi aku takut ntar dia marah," ujarku.
"Baiklah,"
Mas Ahmad mengandeng tanganku. Kami akan menghampiri Mbak Rina. Aku membuka pintu kamar kakak maduku tersebut. Ku tarik gagang pintu dan kulihat wanita itu sibuk di depan monitor. Huuh, dia selalu sibuk mengurusi pekerjaan. Sejak suaminya menikahiku, kulihat wanita itu terlalu sibuk dengan pekerjaannya. Sampai tak bisa mengurusi suaminya. Tapi tak apa, aku jauh lebih bisa mengurus suaminya dengan baik. Hahaa....
"Mbak, apa Mbak sibuk?" ujarku menyapa.
"Nggak terlalu." Jawabnya tanpa menoleh.
"Mbak, sesekali kita sholat isya di masjid, yuk! Ntar habis itu kita langsung ikut pengajian. Hitung-hitung cari pahala, Mbak!" ujarku.
"Terimakasih, Fik. Tapi Maaf. Kerjaan aku belum selesai. Jadi kayaknya aku solat di rumah aja," jawabnya.
"Ya Allah, Mbak. Demi pekerjaan Mbak rela mengabaikan panggilan Allah. Istighfar, Mbak. Aku ajak mbak sholat ke masjid untuk mendekatkan diri pada Allah. Sholat berjamaah itu lebih besar pahalanya, Mbak. Apalagi selepas itu kita ikut pengajian juga," ujarku.
Aku melirik ke arah Mas Ahmad. Dia mengangguk tersenyum. Aku tahu dia salut padaku. Kau lihat Mas, aku ini istri yang dekat pada Tuhan. Tidak seperti istri pertamamu yang jauh dari penciptanya. Kadang aku heran, kenapa tak ia ceraikan saja si Tia ini. Istri yang tak pandai merawat suami itu hanya menambah beban saja.
"Aku udah bilang, aku lagi banyak kerjaan. Jadi kalau kamu mau ke masjid pergi aja. Kalau niat kamu ingin cari pahala, untuk wanita solat di rumah lebih baik dari pada di masjid."
Upps, jawaban macam apa ini? Dia ingin merendahkan aku di depan Mas Ahmad? Ngimpi kamu, Rina!
"Niat aku baik, Mbak. Aku mau ajak mbak ke kebaikan! Harusnya mbak jangan jawab gitu, sesuaikan sama adab, Mbak! Pelajari soal sopan santun, agar bisa mendekatkan diri sama Tuhan!" pukasku.
"Oke, sekarang mau kita bicara adab? Sekarang aku tanya kamu, kamu nyelonong masuk ke kamar aku tanpa permisi, apa itu bisa di bilang perilaku beradab?"
Astaga... Apa yang dia katakan? Akan kubungkam mulutmu di hadapan Mas Ahmad, Mbak Rina!
[Menantumu sakit, Bu Nur? Sayang sekali. Padahal aku suka cara dia bekerja. Terpaksa aku harus cari karyawan lain,] Suara wanita di rekaman itu terdengar jelas. [Iya, Amira sudah sebulan hanya bisa berbaring saja. Kedua kakinya lumpuh. Kata dokter gejala stroke ringan. Oleh karena ini aku sangat terpukul. Sedih sekali rasanya, sebab kasihan sekali melihat Habib, karena istrinya sakit begini, Habib harus mengurus dirinya sendiri.] [Semoga Amira lekas sembuh, ya. Amiin.] [Amira tidak akan sembuh, Bu Sarah. Dia terserang stroke. Tidak mungkin sembuh lagi. Oleh karena ini aku memilih untuk menyuruh Habib menghalalkan Laila. Aku dan Habib sudah bicara soal ini dan dia setuju. Selanjutnya aku akan membicarakan hal ini pada Amira] "Ya Allah," Amira mengelus dada, lebih tepatnya ia terkesiap. [Apa? Menikahi Laila maksudnya?]
Apa jadinya Jika Keuangan rumah tangga malah dihandle oleh mertua? Apa jadinya jika suami dituntut untuk menuruti kata-kata ibunya? akankah rumah tangga tersebut akan berakhir bahagia?
Aku kaget ketika mengetahui jika Arza, suamiku memiliki hubungan khusus dengan Zorah. Padahal selama ini akulah yang menanggung biaya hidup Zorah, istri mendiang kakakku tersebut.Beginikah cara Zorah membalasku? Aku tak akan diam. Akan kupersembahkan kejutan demi kejutan untuk dua pengkhianat ini.
Karena belum dikaruniai buah hati, seorang istri mengizinkan suaminya menikahi wanita lain. Namun siapa tahu pernikahan kedua suaminya itu adalah sebuah petaka.
Joelle mengira dia bisa mengubah hati Adrian setelah tiga tahun menikah, tetapi dia terlambat menyadari bahwa hati itu sudah menjadi milik wanita lain. "Beri aku seorang bayi, dan aku akan membebaskanmu." Pada hari Joelle melahirkan, Adrian bepergian dengan wanita simpanannya dengan jet pribadi. "Aku tidak peduli siapa yang kamu cintai. Utangku sudah terbayar. Mulai sekarang, kita tidak ada hubungannya satu sama lain." Tidak lama setelah Joelle pergi, Adrian mendapati dirinya berlutut memohon. "Tolong, kembalilah padaku."
Selama tiga tahun pernikahannya dengan Reza, Kirana selalu rendah dan remeh seperti sebuah debu. Namun, yang dia dapatkan bukannya cinta dan kasih sayang, melainkan ketidakpedulian dan penghinaan yang tak berkesudahan. Lebih buruk lagi, sejak wanita yang ada dalam hati Reza tiba-tiba muncul, Reza menjadi semakin jauh. Akhirnya, Kirana tidak tahan lagi dan meminta cerai. Lagi pula, mengapa dia harus tinggal dengan pria yang dingin dan jauh seperti itu? Pria berikutnya pasti akan lebih baik. Reza menyaksikan mantan istrinya pergi dengan membawa barang bawaannya. Tiba-tiba, sebuah pemikiran muncul dalam benaknya dan dia bertaruh dengan teman-temannya. "Dia pasti akan menyesal meninggalkanku dan akan segera kembali padaku." Setelah mendengar tentang taruhan ini, Kirana mencibir, "Bermimpilah!" Beberapa hari kemudian, Reza bertemu dengan mantan istrinya di sebuah bar. Ternyata dia sedang merayakan perceraiannya. Tidak lama setelah itu, dia menyadari bahwa wanita itu sepertinya memiliki pelamar baru. Reza mulai panik. Wanita yang telah mencintainya selama tiga tahun tiba-tiba tidak peduli padanya lagi. Apa yang harus dia lakukan?
Hari itu adalah hari yang besar bagi Camila. Dia sudah tidak sabar untuk menikah dengan suaminya yang tampan. Sayangnya, sang suami tidak menghadiri upacara tersebut. Dengan demikian, dia menjadi bahan tertawaan di mata para tamu. Dengan penuh kemarahan, dia pergi dan tidur dengan seorang pria asing malam itu. Dia pikir itu hanya cinta satu malam. Namun yang mengejutkannya, pria itu menolak untuk melepaskannya. Dia mencoba memenangkan hatinya, seolah-olah dia sangat mencintainya. Camila tidak tahu harus berbuat apa. Haruskah dia memberinya kesempatan? Atau mengabaikannya begitu saja?
"Tanda tangani surat cerai dan keluar!" Leanna menikah untuk membayar utang, tetapi dia dikhianati oleh suaminya dan dikucilkan oleh mertuanya. Melihat usahanya sia-sia, dia setuju untuk bercerai dan mengklaim harta gono-gini yang menjadi haknya. Dengan banyak uang dari penyelesaian perceraian, Leanna menikmati kebebasan barunya. Gangguan terus-menerus dari simpanan mantan suaminya tidak pernah membuatnya takut. Dia mengambil kembali identitasnya sebagai peretas top, pembalap juara, profesor medis, dan desainer perhiasan terkenal. Kemudian seseorang menemukan rahasianya. Matthew tersenyum. "Maukah kamu memilikiku sebagai suamimu berikutnya?"
Seto lalu merebahkan tubuh Anissa, melumat habis puting payudara istrinya yang kian mengeras dan memberikan gigitan-gigitan kecil. Perlahan, jilatannya berangsur turun ke puser, perut hingga ke kelubang kenikmatan Anissa yang berambut super lebat. Malam itu, disebuah daerah yang terletak dipinggir kota. sepasang suami istri sedang asyik melakukan kebiasaan paginya. Dikala pasangan lain sedang seru-serunya beristirahat dan terbuai mimpi, pasangan ini malah sengaja memotong waktu tidurnya, hanya untuk melampiaskan nafsu birahinya dipagi hari. Mungkin karena sudah terbiasa, mereka sama sekali tak menghiraukan dinginnya udara malam itu. tujuan mereka hanya satu, ingin saling melampiaskan nafsu birahi mereka secepat mungkin, sebanyak mungkin, dan senikmat mungkin.
Arga adalah seorang dokter muda yang menikahi istrinya yang juga merupakan seorang dokter. Mereka berdua sudah berpacaran sejak masih mahasiswa kedokteran dan akhirnya menikah dan bekerja di rumah sakit yang sama. Namun, tiba-tiba Arga mulai merasa jenuh dan bosan dengan istrinya yang sudah lama dikenalnya. Ketika berhubungan badan, dia seperti merasa tidak ada rasa dan tidak bisa memuaskan istrinya itu. Di saat Arga merasa frustrasi, dia tiba-tiba menemukan rangsangan yang bisa membangkitkan gairahnya, yaitu dengan tukar pasangan. Yang menjadi masalahnya, apakah istrinya, yang merupakan seorang dokter, wanita terpandang, dan memiliki harga diri yang tinggi, mau melakukan kegiatan itu?