it. Lukanya sudah semakin membaik, Samuel memberikan 'Obat Khusus' itu dan sedikit meninggikan dosisnya. Cadang
bisa bergerak segesit sebelumnya. Tiga peluru yang bersarang di tubuh mampu membuatnya rubuh. Tapi
televisi yang tak tahu pernah berbuat salah apa-apa kepada dirinya. Terdengar suara pintu t
uran yang mengarah ke omelan, Dastan dengar, terucap dari mulut ayah
k. Tubuhnya memang jauh lebih tinggi besar dibanding ayahnya tapi t
ilang ke kamu untuk jangan main sama urusan bea cukai! Bahaya! Apa susahnya kamu masukin barang secara resmi Dastan!" Makian ayahnya
a kamu!" be
awab Dast
asan tembaga berbentuk teko kecil ke arah Dastan yang diam menghentikan langkah kakinya pada anak tangga ketiga saat m
rnya dan Dara cukup mempunyai jarak yang terpisah ruang TV open space yang menuju ke balkon. Dastan membuang pandangan, ia m
tahun ini, ia tak pernah melihat senyum dan kehangatan Azyar sebagai seorang ayah lagi. Semua hanya kebencian dan makian yang ia dapatkan.
*
ress putih semata kaki yang dikenakan Dara, begitu menyatu dengan kulit tubuhnya yang juga putih, rambut panjang berwarna coklat pekat, semakin menambah kecantikan alami Dara terpan
Gadis itu tersenyum cantik, dari jarak jauh pun, Dastan masih bisa melihat sudut bibir Dara bekas luka yang ia bu
Dastan, bokongnya ia letakkan pada kursi panjang, kedua mata memerhatikan sekeliling lalu kembali berhenti pada sosok Dara, yang ternyata sudah melihat ke arahnya l
s menghampiri Dastan. "Den Dastan butuh sesuatu, atau... mau minum apa? Bibi bikini
ta. Ia menahan rasa nyeri pada beberapa bekas luka. Tak lama Tina ke
sinya?" tanya Tina sambil m
ya mati." Dastan tersenyum sinis. "Saya bosan dengar hal itu, Bi
yonya, pasti Bibi akan sama lakuin hal itu, dan Deo juga past
pergi, Bi," suara D
u mati. Den Dastan masih dikasih hidup, berarti dikasih kesempatan untuk berubah.
ponselnya. Tina menghela napas sambil beranjak pergi, ia tak mau dianggap me
jemari Dastan sambil berbisik pelan meng
awab Dastan saat menjawa
..
minta
..
atap tajam ke arah gelas
bawa ke mereka. Tapi setelah mereka bayar ke kita. Minta Jack kontrol arus uang masukny
..
ka nggak tahu itu
..
bil membawa gelas berisi jus buah, menaiki tangga dengan perlahan sembari berbisik di
elalu bersinggungan dengan saling memaki. Bahkan tak segan Azyar memukul sambil terus m
tas takut Dastan memergokinya lagi karena tidak berada di dalam kamar. Azyar tak lama berjalan
ah menahan tangan Dastan. Pria itu diam, hanya sebentar, sebelum menghempaskan tangan Dara dengan kasar, lalu ia berjalan ke arah kamarnya. Dara menatap pemilik punggung tegap
*
mantau dan mencari tahu keberadaan target yang sedang ia cari. Semua ia retas, jangan khawatir, Dastan j
Entah kenapa hasratnya sekarang kembali muncul. Ditambah jika mengingat Ste
el tahanan selama tiga tahun, belum lagi saat dirinya disiksa ol
kamar yang dikunci. Dada bidangnya terekspos bebas. Seda
stan dengan so
pan bareng," ucap Tina tapi ia mering
l, ya, Bibi serem lihat bekas luka
lu. Nanti saya ke b
," ledek Tina. Dastan hanya me
a dulu ajak untuk tinggal di rumah keluarga ibunda Dastan–Jelita. Menjadi teman Jelita sejak kecil karena, tidak punya teman. Ibun
ina, walau ia tetap memanggilnya 'den', ia ingin
a Azyar. Dastan bereaksi tidak senang saat ia men
arang Dara makan kalau den Dasta
asih di rumah ini," ucap Azyar sambil menatap l
ia beda usia itu. Ia menyapa Azyar dengan senyuman,
emakan sarapannya. Dara mengangguk. Dastan melirik sinis saat Dara menjawab
akan apel yang sudah dipotong menjadi empat bagian
ma kamu, untuk masalah
gat. Wajahnya ceria. Tina dan Dastan menoleh kompak menatap Dara
Raut wajah Dara menunjukan kek
lebih lama tinggal di sini lagi." Senyuman Dara terus
dan baik kepada Dara. Ia justru merasa iba, selain karena gadis itu tak sem
, saya bisa ambil sendiri, maaf m
bantu Dara, beritahu apa makanan yang
angkan makanan ke atas piring Dara, su
ersama. Azyar marah tapi ia urungkan untuk memaki Dastan, hanya kepalan tangan yang mewakilkan emosi tertahan, ia takut Dara ter
*
ya menuruni anak tangga. Ia melihat wajah ceria Dara dan Asri. Lalu Tina keluar dari dapur dengan membaw
enjak Jelita pergi. Ia membuang pandangan, lalu berjalan
l Tina. Dastan menol
r kamar, dan nonton TV. Terima kasih ya, hati-hati, jangan ngebut-ngebut nyetir mobilnya." Tina menepuk bahu Dast
uat hatinya berdenyut nyeri. Ia sadar, keanehan dalam diri juga kehidupan Dara. Bahkan, sekedar menonton TV juga berbincang dengan orang lain, seperti hal istimewa yang Dara dapa
ang tua dan kakaknya, hingga bisa berada di rumah Dastan sebagai 'Tawanan' namun justru berperilaku pasrah, tak memberontak, apalagi bilang 'tidak' saat diperlakukan kasar olehnya. Dara menerima semua perilaku buruk Dastan. Pria itu menatap telapak tangannya yarena udah sakitin perempuan, 'kan, Bun?" li