a, mengepal keras berusaha meyakinkan dirinya. Ketegangannya mulai mereda dan tangan kanannya bergerak menghampiri tangan Hanifa, hingga pada a
intaan terakhirmu, Vina.'
pernikahanmu, ibu.' , gumam H
kamar hotel mereka. Keduanya sudah memegang segelas anggur di tangannya dan me
r ibu Hanifa dengan senyum sen
kata ayah Saka mengulangi k
di gelas masing-masing dan kemudian s
*
ap dan rintik hujan di luar membawa suasana kelabu, Hanifa bangun dengan senyum sumringah di wajahnya. Semua kekhawatiran yang telah mengendap lama
menyambar-nyambar lalu diikuti dengan suara guruh yang terdengar jauh. Dengan satu sibakan Hanifa membuka lebar-lebar tirai jendela kamarnya dan menatap pemandangan kelabu di luar. Hujan deras yang turun sejak subuh itu
!" , sapa Hanifa de
kembali, "Ah~ Benar-benar hari yang indah!" , kat
fa tidak peduli selama suasana hatinya bagus. Rasanya ia pun tidak peduli jika ada angi
buku miliknya, Hanifa menarik secarik kertas yang merupakan kertas 12 aturan sekaligus perjanjian kontrak untuk pernikahan palsunya dengan Saka. Pagi ini adalah ke 7 kalinya Hanifa membac
ta benar-benar membantuku." , ung
l padanya. Berbagai kesalahan dan kesialan mulai terus berdatangan padanya, membuat pandangan Hanifa pada semesta semakin tidak baik. Akan tetapi setelah apa yang terjadi kemarin, p
al ini sehingga ia menyanggupi permintaan Hanifa untuk menikah dengannya. Hanifa yakin, jika Saka mengetahui hubungan ayahnya pasti tidak akan dengan
tempat yang aman, Hanifa turun dari kamarnya dan bertemu dengan ibunya yang sudah du
a yang langsung memeluk ibunda dan
dak biasanya kau begini?" ,
bu karena sudah seminggu tidak melihat ibu." , balas H
a hari yang ia lewati kemarin bersama sang kek
eskipun tidak memiliki bukti yang kuat, Hanifa yakin ibunya pergi menemui ayah Saka sebelum pulang ke rumah. Terliha
atap langsung pada Hanifa, "Malam ini kita makan malam
a senyum merekah di wajahnya, "Begitukah? Siapa? Apa seseora
gan itu sudah berhasil membuat ibunya t
ti." , kata sang ibu, menol
i ini akhir pekan dan aku tidak ada bimbingan belajar, apa boleh aku pergi
u sudah di rumah sebelum
ambah gerakan tangan yang ia letakkan dekat peli
*
enginap di tempat penuh aroma obat-obatan. Ia lebih memilih tidur dengan posisi duduk di samping kekasihnya dibandingkan tidur dengan ny
yang tetap bersikukuh berpegang kuat pada ranting, mengingatkan pada dirinya saat ini. Meskipun tetesan permasalahan dan beban pikiran datang menghujaninya, ia
ela dan menatap lurus ke luar jendela. Saat wanita di tempat t
il Vina denga
ahnya yang mulai berkurang. Untuk tersenyum saja ia butuh usaha yang besar karena tenaga yang ia miliki sekarang tidak banyak. Ia sudah tidak bisa lagi merasakan olahraga ringan s
tanya wanita itu lagi, mulai ke
bergeming dan enggan hanya untuk membuk
a membawa tas selempang dan bukannya tas punggung yang bi
au tidak pulang ke rumahmu, sayan
k membuka suara untuk menjawab pertanyaannya. Benar saja, akhirnya Saka mau berbal
Saka mau mengangkat kepala dan
u memanggil namanya dan juga memanggil dengan panggilan sayang. Bibirnya gemetar, tidak sanggup untuk mengucapkan sepatah kata pun
an suara gemetar, "Bagaimana ji