ari Hanifa dan lebih menggemaskan. Sejak wanita itu dan juga putrinya memasuki kehidupan ayahnya, saat itu juga Hanifa baru merasakan beta
angan untuk belajar sehingga ia meninggalkan Hanifa sendirian di rumah, sementara
a amat ia sukai pun kini sudah tidak bisa menghiburnya lagi. Sejak saat itu, Hanifa terus terobsesi untuk membuat orangtuanya hanya memperhatikan
untuk merebut kembali hak asuhnya. Dengan menganggap sang ayah tidak becus dalam mengurus Hanifa, sidang banding itu berhasil membuat sang ibu merebut Hanifa dari tangan ayahnya. Dengan senyum penuh h
is dari benda kecil yang terpasang di telinganya, terhubung dengan panggil
"Aku masih belum bisa menebak kapan waktunya. Tapi aku akan sangat senang jika ibuku belum memberitahuku. Akan lebi
ri mereka menikah? Kau tidak akan punya waktu untuk menggagalkannya." , komentar sang sahabat karib yan
ecak Hanifa sambil berkacak pinggang,
nya karena telah ada orang lain yang mengisi kekosongan di hati mereka. Itu sebabnya akhir-akhir ini pikiran Hanifa dipusingkan memikirkan bagaimana cara untuk mencegah ibunya menikah dengan orang lain
aimana kedua orangtuanya menghancurkan kebahagiaan miliknya tanpa memiliki keluarga yang utuh, Hanifa merasa ia pun b
u siapa yang sedang de
pengusaha?!" , pekik suara di s
ng pengusaha dalam pe
bumu tidak mai
uku benar-benar punya selera. Seorang duda yang penampilan
lanjut?" , nada bingung terdeng
ah dengannya, bukan? Yah. Ibuku memang orang y
umu sampai mau menikah dengan duda yang sudah seperti ayahnya sendiri." , komentar Sheila membuat Han
sih ibuku." , ujar Hanifa dengan senyum lebih lebar. Bukan senyum miri
Apa dia orang y
ekat menuju jendela kamarnya dan membuka sedikit tirai putih yang aga
a langsung nanti. Guru bimbinganku su
! Jangan tinggalkan aku dengan rasa penas
Sudahlah, aku akan men
, seru Sheila memaksa, seakan-akan ia akan mati b
mengurus
ya dan mematikan ponselnya. Ia tahu betul temannya itu akan terus menerornya den
gat. Segera gadis itu berlari menuju pintu dan membukanya menampilkan Saka yang sudah berdiri tegap di hada
ini." , ucap Hanifa dengan nada m
ini. Meskipun pada hari-hari biasanya Saka tidak pernah terlihat ceria dan cenderung p
r Hanifa. Tanpa bicara apa-apa, ia langsung meletakan tasnya di atas meja putih yang berada di sisi kiri tempat
k-gerik Saka sambil bertanya-tanya dalam hatinya tentang
di sana memegangi gagang pintu?" , ketus Saka menata
tetapi Hanifa senang bisa mendengar Saka mengeluarkan
langsung menutup pintu kamarnya dan