ku sudah menandatanganinya. Tolong bant
beraniannya dan menyerahkan perjanjian perceraian yang tela
rceraian". Pikiran pertama yang terlintas di benaknya adalah
an padanya itu, dia melihat bahwa Dewi ingin menyerahkan seg
onyol seperti ini? Kenapa kamu ingin menceraikan Tuan Hadi
iki orang tua. Tidak bijaksana baginya untuk meminta bercerai sekar
ahun, tetapi pernikahan kami hanya ada di atas kertas. Aku tidak ingin membuang waktuku untuknya lagi," alih-alih
dak ingin pernikahan yang hanya tertulis
engalami kerugian apapun jika membiarkannya pergi. Selain itu, pernikahan ini adalah suatu hal yang diatur
ulat. Hari ini... Tidak. Aku akan memberikan
lega. "Terima kasih, Panji," ucapn
h ke Dewi dan berkata, "Dewi, Tuan Hadi adalah seorang pria yang baik. Menurutku, kal
nnya. Tapi dalam tiga tahun terakhir, dia bahkan belum pernah melihat suaminy
ewi menarik napas dalam-dalam dan dengan teg
menyesali keputusannya yang terlalu terburu-buru untuk bercerai atau setidaknya menambahkan beberapa persyaratan u
uah nomor. Begitu dia terhubung dengan Kusuma, dia berka
" Kusuma bertanya
k sebelum menjawab, "Ini... a
k mengurus beberapa doku
h dia ingat bahwa di
ang lain, dia menyarankan, "Tuan Hadi, mengapa Anda tidak
g dia inginkan?" Kusuma
bahkan ingin menyerahkan kepe
menyerahkan
tang ini, saya merasa cemas beliau akan kehilangan kesabarannya lagi. Apalagi jika ada berita yang menyebar mengenai Anda telah dicampa
tu di kantorku. Dua hari lagi,
anji tidak berani me
ambil keputusan, tidak ada ya
am Biru di
banyak anak muda yang b
ntuk mengenakan gaun merah muda yang dihiasi dengan renda. Merupakan sesuatu hal yang tidak biasa baginya untuk berpakaian
datang seorang pria bertubuh gemuk yang mabuk
ik. Ayo kita ber
ecehan seksual padanya, Dewi mena
Dia menggertakkan gigi karena marah dan berjalan
langsung berdiri di depannya unt
k. Ini bukan pertama kalinya dia mengalami
an berkomentar dengan penuh rasa jijik, "Bisakah kamu bersikap baik? Sungguh san
i meninggalkan rumah. Bagaimana bisa kamu memiliki keberanian untuk mengajak
pilannya. Dengan marah, dia meletakkan minumannya dan berteriak,
ia melambaikan tangannya. Beberapa saat kemudian, sekel
iswa. Mereka takut akan membuat masalah untuk diri mereka sendi
hwa mereka kalah jumlah dengan para preman itu. Jadi, ta
agi mereka untuk berusaha menjadi seorang pahlawan. Tanpa membuang w
diam, mereka berusaha mengejar teman-
a mengenakan gaun dan sepatu hak tinggi. Bahkan sebelum dia bi
atu yang dia kenakan dan be
ah tikungan, matanya tiba-t
tu untuk memikirkan rencana, jadi dia hanya melemparkan dirinya ke dalam pelukan pria itu dan memeluknya deng