menempel pada tubuhnya. Dia adalah Angga Prahadie, seorang manager hotel bintang lima di Bandung ya
pingnya tampak seorang lelaki muda sekitar umur 23 tahun yang duduk dengan memasang wajah a
paksa karena sebenarnya dia sangat membenci lelaki itu. Pasalnya, Angga sudah meninggalkan Martin dan ibunya 18 tahun yang lalu saat Martin ma
sa benci di hatinya untuk Angga yang menurutn
dengar sangat berat dengan na
dia tak ingin menatap wajah ayahnya
nggenggamnya erat. Dipandanginya wajah putrany
karta. Bagaimanapun dia adalah Adikmu, Nak. Alice tak punya s
us mengurus anak dari
, kamu jaga dan lindungi Adikmu itu ya
galihkan wajahnya ke semua arah
erima adik dari ib
sedangkan Martin belum juga memberikan jawaban. Paling tidak se
an mata yang masih menatapnya penuh harap. Para perawat dan dokter seg
ah.
h dari ranjang Angga yang sudah tertutup kain putih. Dia tampak jengah melihat tangisan gadis itu.
Alice. Ayah..!!" suara histeris
unya. Tidak, tidak, dia tak boleh sampai simpati pada gadis itu. Karena gadis itu ad
*
inya kematian yang sangat mudah itu terlalu singkat untuk seorang lelaki yang sudah menelantarkan dia dan ibunya bertahun
Mar
agak ragu menghampiri lelaki berkemeja hitam itu. Seperti pesan terakhir sang ayah, dia ha
p nanar pada Martin yang malah membuang wajahnya jauh-j
wajah sinisnya membuat Alice sedikit lega. Paling
a, Kak. Aya
ama berhadapan dengan adik sialan itu. Dia segera melanjutkan langkah
ki mobil Martin. Pemuda itu tidak perduli sedikit pun saat dia sudah duduk di dalam mobiln
suara apa lagi mengobrol. Keduanya merasa sangat asing karena memang mereka belum pernah bert
Alice. Kenapa tidak ia tinggalkan saja gadis itu. Apa pedulinya?
ggalan ibunya itu dirawatnya dengan baik selama ini. Martin kesal melihat Alice yang malah te
Lo mau tidur d
ra Martin tadi cukup membuatnya kaget. Dia meli
ntu mobil dan menyeret kopernya keluar. Martin tidak membantunya
capek mau tidur," ucapan Martin sambil menunjuk
a. Namun Martin langsung membuang muka dan b
sang kakak padanya. Siapa sih, yang mau
menata semua barang-barangnya. Dia meraih sebuah figur
da yang melindunginya lagi, dan tak ada tempat untuk berkeluh kesah lagi. Sekarang dia han
at, Tuhan berkehendak lain. Ayah-bundanya harus pergi, dan cuma Martin satu-sa
endekap figuran foto orang tuanya. Andaikan semua ini hanya mi
Tok
ngu
menunjuk pukul dua pagi. Mau apa kakaknya itu memintanya bangun? Meski ma
tin langsung melemparkan sehelai pakaian berbahan tipis ke waja
? Apa m
ini,
gi, elo nggak
jawab Alice den
tu dan temui teman-teman gue di te
ak percaya dengan apa yang barusan didengarnya. Dia mas
t pakai sana!" Martin
akaknya itu menyuruhnya melayani temannya yan
gkin dia mengenakan pakaian tipi