awa dalam raga ketika manusia tak sengaja berbuat ceroboh. Saat mata sang bi
akan meletus. Mengeluarkan semua yang terpendam. Di mana rasa ke
i dengan kabel terbuka yang terhubung pada kursi besi itu. Jika saja ia menjawab salah, atau berkilah, aliran listrik akan me
tu seakan menyerap oksigen yang dibutuhkannya. "Kamu orang aneh," ucapnya sambil terkekeh, terdengar seperti
kau, b
p datar ke arah pemuda itu beber
eperti sebuah kemoceng yang menggelitik, ya?" Ru
n saat itu! Dan hukuman mati adalah hal pasti." Rusli berkata dengan tegas. Ia mulai berdir
, wajahnya ditekuk dengan mata yang mulai berembu
bertumpu pada meja kayu yang dingin, ia menatap ke arah pemuda di depannya. "Kalau begitu, ban
emuda itu tersenyum tipis. "Bagaimana bisa Tuhan me
a itu pada kursi besi, tapi tidak dengan borgolnya. Sipir penjara it
a ditahan. Melewati lorong gelap yang di kiri dan kanannya adalah para tahanan di balik jeruji
n yang ia tempati sangat sempit, hanya cukup untuknya duduk dengan kaki menjulur. Se
lasi, sempit dan tak mungkin diraih. Kedua tangannya mengepal, matanya sulit untuk dipejamkan kem
olisi menangkapnya. Jejaknya selalu terhapus. Namun, saat terakhir ia melakukan perbuatannya, saat itulah nasib sialnya. Atau
sudah menguning. Tangannya bergerak, menempelkan besi borgol ke dinding, lalu membuat coretan-coretan abstrak. Jika dilihat lebih dekat,
mencoret dinding yang dingin itu. Gumaman yang jika didengarkan dengan baik merupakan ceritanya se
malang," ucap se
enoleh ke belakangnya. Lalu memindai sekeliling ruangan sempit itu. Tidak ada siap
dak mudah, tapi berusahalah
Namun, kali ini ia tidak menoleh ke belakangnya. Ia pi
aja?" tanya Fauzan menatap dinding ya
mu, atau apapun yang
memutar badannya. Kembali ia memindai ruangan sempit temp
da!" teriak Fa
aku menawarkan sesuatu yang menarik untukmu?" Suara itu menggema di ruangan sempit. Fauzan m
ku, apa kau ingin melih
suara itu. Ia mencoba mencari suara t
. Aku di sin
kanan dari tempatnya berdiri
seperti manusia. Berdiri sejajar dengan Fauzan. Rambutnya hitam kemerahan, warna kulitnya putih kemeraha
h sedang bercermin. Hanya saja sos
h dirimu!" ucapnya sambil menunjuk
ejek. "Tak mungkin!" gumamnya sambil memalingkan wajah. "A
kunci di tum
pat Fauzan. Lalu ia
a kamu kangen pa
rah sosok itu. "Ber
ati di mulai." Sosok itu perlahan memudar. Luruh seperti
aiklah, aku mau dengan ta
ertas puzzle dan berserakan di lantai yang dingin. Kertas
yilaukan itu. Namun, tanpa ia sadari, tubuhnya limbung dan
i-tubi, tapi nikmatilah! Hal ini tak akan terulang dua kali. Jika kamu sudah menemukan kunci itu, cari tahu namaku, dan kamu akan tersadar kembali. Dan bila kamu tidak berhasil mengetahui namaku, kamu akan mati. S
o ooo ni
nyak, sampai sak