n Awan bertemu dengan tatapan
al di sini?" Lirikan tajam di dapat Awan dari Ayahnya. Ia baru saja hendak berangkat ke bengkel, namun di tahan Ayahnya. "Bisa
bulan madu?" Awan sedikit sewot, ia tak mau seolah semua di fasilitasi oleh keluar
uarga inti mereka, dua Kakaknya Gladis juga nyum
ada mobil yang Awan tanganin juga, nggak
tu yang ke Mall, hubungin dia, Wan," lalu Ayahnya berjalan
natapnya, lalu mengangguk. Bukannya tanpa alasan, ia harus selesai memastikan mobil Daru selesai tepat waktu. Karena
*
annya memegang mesin mobil. Tangannya kotor, belepotan oli dan mesin
udah, kan, ya?" Tanya A
nti. Kemarin saya juga cek, timing belt udah hampi
nggak masalah, memang minta saya ce
tuju, pemilik mobil tahun lama di atas 15 tahun, harus rajin perawatan biar bi
sih bonua bantal sama pengharum mobil, tanya stok wangi apa ya
bila ikut mengerjakan mobil pelanggan. Ada kepuasan ter
yang belum cukup besar walau pendapatannya bisa stabil di angka hampir dua digit, tapi itu belum di pisahkan untuk biaya sewa lahan, pajak, dan maintanance bengkel yang sengaja ia am
gi yang begitu bahagia dengan Galang. Hanya usapan kasar pada wajahnya sebagai pelampiasan kekesalannya. Awan kembali masuk ke ruang kerjanya, melirik ke jam dinding yang sudah menunjuk di angka
el, ya. Tadi Ayah kasih tau kalau ka
dah tau ia memilliki usaha bengkel dan alamatnya juga pernah ia beri tau bebe
ang ia pegang. Tak lupa ia mengunci pintu ruang kerjanya. Langkah tegapnya terhenti saat ia melihat Daru dan Gladis berdir
araan dong, jadinya!" pelukan Daru terlepas, ia
cokelat tua, juga dengan potongan rambut model layer, membuatnya tampak manis. Awan tak tersenyum atau terpe
atas service mobil miliknya, sementara Gladis berdiri menatap sekeliling. "Sebentar saya amb
nya, deh, selamat yaaa, kalian pasti bisa jalanin pernikahan ini."
ggak ya?" Helaan napas Gla
emua di sini buat lo, lo harus bahagia." Daru mengeratkan rangkulannya. Mobil
bil itu ia jual tak lama setelah cerai dengan Manda. Mobil penuh hal busuk dan kotor. Ingat bukan, apa yang Awan dan Manda laku
bil itu, untuk pertama kalinya, calon suami istri itu pergi berdua. Awan memundurkan mobilnya, lalu memutar kemudia dengan satu tangan sembari menginjak pedal gas pelan
egangin gitu, nggak pegal emangnya." Gladis tersenyum, s
terdengar kaku. Gladis terse
adis mencoba membuka bahan obrolan, A
al, Ayah saya bilang kalau saya harus pin
, Mas," san
a rumah itu." Ketus, pria anak satu itu mend
Jadi rumah kita, deal?" lirik Gladis lagi. Aw
obrol banyak t
apa?" tan
kita," lanj
bawa apa aja, karena semua isi rumah kamu udah lengkap." Jangan bayangkan nada bicara Awan yang l
*
Mal
s sibuk melihat-lihat jas war
kebaya kamu apa? Saya mau samain
n mengangguk paham. Ia mengambil kemeja warna putih dan jas hitam yang sudah ada di tan
ke baju yang sebelumnya ia pakai. Baju kerah warna abu-abu tua. Gladis beranjak, mengulurkan tangan u
memasukan kartu debet ke dompetnya lagi, Gladis kembali
ri hal itu melihat ke arah yang dituju Gladis. "Mau makan dulu apa langsung pulang, Mas?" dengan santainy
*
ri
kini sah menjadi suami istri. Proses pindahan barang-barang Awan dan Key juga akhirnya dibantu oleh Kakak-kakak Gladis yang tiba
a ya," ucap Kakak tertua Gla
masih bingung menjabarkan perasaannya. Lain dengan Gladis yang tampak menikmati acara resepsi pernikahannya dengan berjog
l. Ia menggeser layar berwarna hijau, menempelkan benda pipih itu di telinga kanannya.
lamat siang,"
ini G
anya dengan mendengar nama Galang. K
lamat, dan semoga bahagia. Juga,
, Lang," jawab Awan me
a itu bukan? Dan tolong, jangan terus mencari tau kegiatan Aira baik di sosial media atau pun lainnya. Saya tidak takut atau ragu perasaan Aira ke saya. Tapi yang saya tidak suka, karena hati istri saya baik dan memaafkan orang dengan mudah. Tapi saya tau picik dan liciknya anda. Ingat Awan, saya lihat kamu sedikit saja di sekitar kami atau keluarga kami, saya akan bertind
t... tut.
. Ia tau, akan sia-sia semua yang ia rasakan, Aira tidak akan menoleh ke arahnya.
enyum Gladis begitu cantik. Awan mendadak bersikap dingin dan emosi. Walau ia tak berkata apa pun
*
mar utama yang sudah di hias dengan hiasan kamar pengantin. Kedua orang tua Gladis langsung pamit karena ingin segera menempati rumah di daerah pegunungan itu. Kedua K
ngnya mendadak berdebar kencang dan rasa takut melanda dirinya begitu tiba-tiba. Ia gelisah, terus mondar mandir, ia memejamkan matanya,
tak merasa kaku atau sungkan, dengan santai, ia melepaskan kaos yang dikenakan. Lalu menatap Gladis yang ketakutan. "Kenapa? Ini malam pengantin kita, kan?" tukas Awan. Ia tersenyum, mengusap surai Gladis, lalu menatap lekat. Wajahnya semaki
inya, padahal ia belum memulai apa pun. "Ada ap
bisa, Mas Awan... Maaf.." tangis Gladis semakin pecah. Awan memeluk istrinya itu mencoba
a ke saya. Saya nggak akan minta kamu kalau kamu belum siap lakuin ini, saya nggak mau ada keterpaksaan di antara kita. Gladis me
aku meninggal." Lalu tangisan Gladis semakin pilu.
tanya Awan
Gladis masih denga
sam