anya aku tidak ingin melihat anak ini dan itu menguatkan hatiku untuk memberik
beranjak dari duduk lalu masuk ke kamar. Aku ambil koper, lalu aku memasukan baju-bajuku kedalamnya. Saat aku lagi asik memasu
i lalu ku beli. Ikan nilanya ku sambal sementara sawinya ku tumis. Selesai masak, aku langsung makan, rasanya nikmat sekali. Sudah lama rasanya ak
oper yang tadi sempat ku tinggalkan. Beberapa pasang baju kubiarkan tetap di dalam lemari untuk aku p
adinya begitu besar mendadak sirna berganti benci, dan rasa rindu yang begitu berat kini berubah menjadi rasa sakit hati yang teramat sangat. Dit
per, aku membaringkan tubuhku. Baru saja aku mel
Tok!
Aku segera beranjak untuk me
tanyaku setelah
khawatir kamu masih sed
nggak apa-
ntu kamu lahiran. Soal biaya, kamu nggak usah pikirin, katanya kamu nggak usah bayar." Aku tidak menyangka Mbak Tri be
rang bidan yang membuka praktek di sebelah rumah Bu Salma, orang t
nggak sedih lagi, aku ke sebelah ya. Kalau ada apa
potkan mereka. Tapi aku juga bingung bagaimana cara menyampaikan rencanaku pada Mbak Tri? Ahh...
ni. Dia akan mencari kami. Dan aku tidak mau dia bertemu dengan anaknya. I
yang mau mengurus anakku. Aku terus berpikir, mungkin di sosial media ada gru
dopsi', aku klik grup, lalu keluarlah beberapa grup adopsi anak. Aku klik grup yang paling atas, setelah itu aku lihat disana ba
nakku akan di siksa seperti di berita-berita, atau nanti saat aku ingin bertemu anakku, orang tua angkatnya
a lagi aplikasi berwarna biru, ku cari grup yang tadi sempat ku tinggalkan. Ku lihat lagi postingan-postingan yang ada disana. Ku yakinkan hat
diberi momon
ar B
un bun, belum dikas
u. Entah kenapa saat aku membaca postingan yang bernama Mira Berliana itu aku seperti merasak
bekerja di dinas kesehatan terlihat dari pakaian yang digunakannya saat berfoto yaitu baju putih seperti yang biasa dipakai perawat di rumah sakit. Mungkin ia be
aku berpikir, akhirny
. Beberapa menit aku tunggu, belum dibaca. Berkali-kali aku periksa lagi belum ada balasan. Aku gelisah, ada rasa takut dengan
*
belum juga ada balasan pesan yang kukirim tadi malam. Ada rasa kecewa di dada,
rup udara pagi. Saat aku membuka pintu, ternyata sudah berku
tanya Bu Leli, tetan
am banget, Bu, jadinya bangunnya juga m
ua kayak kamu itu memang susah tidur. Menje
dakan ada pemberitahuan masuk. Saat ku periksa, ternyata itu pesan balas
erdebar-debar aku pun m
anya aku tidak ingin melihat anak ini dan itu menguatkan hatiku untuk memberik
beranjak dari duduk lalu masuk ke kamar. Aku ambil koper, lalu aku memasukan baju-bajuku kedalamnya. Saat aku lagi asik memasu
i lalu ku beli. Ikan nilanya ku sambal sementara sawinya ku tumis. Selesai masak, aku langsung makan, rasanya nikmat sekali. Sudah lama rasanya ak
oper yang tadi sempat ku tinggalkan. Beberapa pasang baju kubiarkan tetap di dalam lemari untuk aku p
adinya begitu besar mendadak sirna berganti benci, dan rasa rindu yang begitu berat kini berubah menjadi rasa sakit hati yang teramat sangat. Dit
per, aku membaringkan tubuhku. Baru saja aku mel
Tok!
Aku segera beranjak untuk me
tanyaku setelah
khawatir kamu masih sed
nggak apa-
ntu kamu lahiran. Soal biaya, kamu nggak usah pikirin, katanya kamu nggak usah bayar." Aku tidak menyangka Mbak Tri be
rang bidan yang membuka praktek di sebelah rumah Bu Salma, orang t
nggak sedih lagi, aku ke sebelah ya. Kalau ada apa
potkan mereka. Tapi aku juga bingung bagaimana cara menyampaikan rencanaku pada Mbak Tri? Ahh...
ni. Dia akan mencari kami. Dan aku tidak mau dia bertemu dengan anaknya. I
yang mau mengurus anakku. Aku terus berpikir, mungkin di sosial media ada gru
dopsi', aku klik grup, lalu keluarlah beberapa grup adopsi anak. Aku klik grup yang paling atas, setelah itu aku lihat disana ba
nakku akan di siksa seperti di berita-berita, atau nanti saat aku ingin bertemu anakku, orang tua angkatnya
a lagi aplikasi berwarna biru, ku cari grup yang tadi sempat ku tinggalkan. Ku lihat lagi postingan-postingan yang ada disana. Ku yakinkan hat
diberi momon
ar B
un bun, belum dikas
u. Entah kenapa saat aku membaca postingan yang bernama Mira Berliana itu aku seperti merasak
bekerja di dinas kesehatan terlihat dari pakaian yang digunakannya saat berfoto yaitu baju putih seperti yang biasa dipakai perawat di rumah sakit. Mungkin ia be
aku berpikir, akhirny
. Beberapa menit aku tunggu, belum dibaca. Berkali-kali aku periksa lagi belum ada balasan. Aku gelisah, ada rasa takut dengan
*
belum juga ada balasan pesan yang kukirim tadi malam. Ada rasa kecewa di dada,
rup udara pagi. Saat aku membuka pintu, ternyata sudah berku
tanya Bu Leli, tetan
am banget, Bu, jadinya bangunnya juga m
ua kayak kamu itu memang susah tidur. Menje
dakan ada pemberitahuan masuk. Saat ku periksa, ternyata itu pesan balas
berdebar-debar aku pun