n terancam mati di tangan pria jelek. Ingin rasanya aku berguru kepada tabib itu. Bagaimana tidak, ia dengan kesabaran besarnya
pria jelek dan tidak sabar
tku. Kendati semenjak dulu akal sehatku tidak sehat-sehat amat, aku dibuat kelimpungan bukan main. Berpikir tentang nasibku kedepannya membuatku
il dari penggalan huruf nama depan-sedangk
memang diizinkan oleh Remus untuk singgah sementara di manornya sampai jiwa Rysa kembali dan jiwaku berpindah ke tubuh asliku yang mungkin saja masih berada di kelab. Aku
ipi berulang kali karena aku memang sedang memeriksa wajahku. Ketimbang berpindah tubuh, aku lebih seperti berteleporta
etat itu membebatku, lekukan tercetak jelas. Dan saat ini, aku masih sama m
ada satu perbedaan lagi. Rysa memiliki biseps pada bagian lengannya. Aku dapat menduga Rysa terbiasa melakukan aktivitas fisik, tida
jelas. Aku iseng mencubitnya dan ... wah, sungguh padat. Mendadak aku tergugah u
yang terjadi dan aku dengan senang hati akan menagih ceritanya. Remus sudah memperlakukanku secara buruk selama di sel, ja
a, namun aku bukan rakyatnya. A
gedor tidak santai salah s
sini. Mereka besar kemungkinan memikirkan aku tidak waras dan tidak beraturan. Yah, kenapa juga aku harus mengikuti peraturan orang la
ni taruhan, ia cuman
knop pintu tersebut dan membukanya dalam satu kali lemparan. Netra hitamku mengedari sekitar kamar pribadi Remus, tidak bisa
um yang biasanya memang disediakan untuk sebuah kamar. Lanjut lebih kanan lagi, itu tersusun seperti ruang tamu. Ada sofa hitam panjang d
Mahkota memang ada di tingkat tiga, sama sepertiku. Bedanya, kesenjangan kasta antara kamarku deng
dengan pelayan bila Remus sendiri bisa menggunakan dapur kecilnya itu. Kulihat-lihat isi raknya juga lengkap-penuh dengan piringan dan alat maka
luarlah sosok pria yang sudah kucari sedari tadi. Beruntung, Remus sudah mengenakan kaos rumahannya, sehingga tidak ada drama kami saling berte
balik sana. Wah, impresif. Kamar kecil rumahku pasti cemburu jika tahu ada yang lebih baik darinya. Helaan napas Remus kemudian terdengar,
hitamnya yang basah dengan handuk. "Selain seenaknya men
" tanyaku
a sekali mencari masalah. Terkadang dunia memang lucu. Karena pada akhirnya, masalah kaum betina itu niscaya tercurah kep
embalikan ke dalam sel kekaisaran?" tanyan
kir, lalu ia menuangkan cangkirnya dengan mineral. Meneguk airnya hingga habis, kukira ia akan kembali bersuara, tetapi tidak. Remus bagaikan tida
tidur dengan
parasi dapur. Pria itu mengerutkan kening tidak senang ketika ia bertopang dagu selagi meneliti parasku-atau paras R
tinggi semata-mata untuk menyukai seorang pria. Dan sedikit me
tanyanya balik, tanp
akan menj
tu pu
. "Ceritakan aku semua tentang Earthalic-termasuk mengapa Rysa-Rysa ini memiliki wajah dan
tajam, namun tidak berlangsung lama. Ia kemudian mendengkus dan memirin
antungku. Sial, aku tidak akan sudi masuk ke dalam pesona mematikan pria itu. Menarik napas sebentar, aku mengubah raut
nginginkan kami kembali
njungan kami kemudian memanifestasikan tubuh kami sehingga membentuk rupa seperti kaum fana. Mereka juga memberkati pe
tuju lurus ke arah batang hidung Remus, diam-diam aku menikmati tampangnya yang kentara tidak senang.
nya, tetapi secepat cahaya, ia menetralkan kembali raut kesa
tentu saj
aknya seorang manusia kepada si Putra Mahkota ini. Remus harus terbiasa karena aku sudah berjanji untuk membalas perbuatan buruknya di sel dengan mengisi h
nya lagi ke cangkir, lalu meminumnya sampai habis untuk memuaskan dahaga. "Lagi pula, apa yang telah diberikan oleh Mereka kepa
sud mencibir Dewa-Dewi kaummu seperti itu," balasku, sedikit terintimidasi mengingat eksistensi Mere
" Remus mengulaskan senyum miring dan itu tampak mencuriga
ngerutkan kening. Yang mana? Aku tidak mer
aik dan turun, mengukir seringai ketika air mukaku berganti kesal. Isi
ia hidung belang di sana. Aku sering mendapatkan tatapan semacam itu jika sedang berada di kelab-dan keinginank
u habis-habisan, ia memakukan manik hitamn
menjadi salah satu d
bar B
dan mengeriting bagai catok. Demi melepas penat, aku memutuskan untuk berendam di bathtub-saat tahu kamarku juga mempunyai fasilitas menyenangkan ini, aku langsung berjingkrak-jingkrak. Alhasil, per
suku. Entah apa yang ia lakukan sampai jiwaku dapat berpindah ke tubuh miliknya. Semestinya, ini bukan waktuku untuk memikul beban di kepala. Re
kepikiran soal tubuh asliku. Apa mungkin jiwa
napasku dengan tetap menjaga kesadaran. Mungkin ada sekitar satu menit hingga aku kembali mengeluarkan kepala, kemudian meraup udara. Kubasuh
eh suara air mengalir. Betapa nyaman-ironisnya, sa
kuntum itu semakin rendah hingga habis sama sekali. Kemudian aku membereskan kuntum-kuntum itu lebih dulu dan membuangnya sebel
pang jeleknya itu. Bersungut-sungut, tapak kakiku mulai melangkahi permukaan lantai yang dingin dan sedikit basah. Segera kujangkau baju handuk tersebut dan bar
bangga karena semua pakaian yang kukenakan akan selalu terasa coco
k pinggiran wastafel. Saking kesalnya, aku langsung melemparkan tatapan tajam kepada seseorang yang baru saja dengan lancang membuka pintu. Dari penampilannya
, ia mulai berbicara dengan galak, "Apa
aku yang seharus
h jam sebelum Yang Mulia
ku? pikirku dala
ajam. "Kau, kan, sebentar lagi menjadi pelayan pribadi Yang Mulia. Maka dari itu, beberapa hari ini kau aka
terlintas di dalam benakku selag
tu menujuk ke luar pintu. "Kutaruh di atas dipanmu. Bergegaslah, Ysee! Yang Mulia tidak akan
at wastafel. Melirik singkat ke luar kamar kecil dan mendapati sepaket atribut pelayan di sana, otakku mulai kepanasan. P
nganku mengepal dan kuhunjamkan bogem mentah di sana. Bagaimana b
jika aku mengatakan akan menguliti tubuhmu da