Ana
selama lima tahun kini datang me
pulang dengan membawa mobil mewah bermerek dan memakai pakaian rapi. Seperti pekerja kantoran dan di
anggilku
inggalkan masih tetap sama, reot dan sudah tua. Bahkan tambalan atapnya
berumur lima tahun sejak kepergianmu. Dia cantik bukan? Habib juga sudah berumur sepuluh tahu
rantau di kota Jakarta. Ia tidak pernah sekali pun pulang kerumah gubuk tuaku. Tiap bulan hanya mengirimkan uang belanja yang ia titipkan pada teta
tuk mengabarimu. Tapi, bukan untuk
sudn
u menalakmu. Surat perceraian segera akan aku urus. Masalah biaya k
un. Bagai anak panah tepat mengenai jantungku, kata-kata talak itu membuat tubuhku lunglai seketika. Bak pe
i bertubuh tinggi dan berkulit putih tersebut telah memberiku dua orang anak. Saat ia pamit merant
hasilan hidup yang lebih baik dan akan membawaku beserta kedua buah hati kami jika
di sana-sini. Dindingnya pun sudah lapuk digerogoti rayap. Para tetangga yang iba membantu
i aku kembali dan berhasil akan kubawa kalian pindah ke rumah
uhkanmu di sini Mas. Apalagi Nara masih berumur tiga bulan, ia
ku yang menetes di pipi. Sementara Nara,
sudah berhasil. Do'a'kan aku selamat sampai ke tujuan dan berhasil
ngguk. "I
a rumah tangga. Kulepas kepergiannya di ambang pintu bersama kedua permata hatiku. Mas Anan pergi dengan menump
banyak. Tidak hanya buah pisang yang menjadi bisnisnya, tapi juga buah jeruk yang ia ambil dari petani jeruk yang ada di daerah Berastagi. Kulepas ke
p Habib yang baru pulang men
Habib membuyar
air mata yang sedari tadi menggenang di pipiku
mciumnya. Begitu pula dengan Mas Anan tak lu
" seru
a nantikan untuk bertemu dengan ayahnya kembali kini telah terobati. Sayang hari ini adalah
mu menjadi anak sholeh. Tetaplah seperti ini! Jadilah anak yan
juga," celotehnya. "Ayah, pasti pulang
, Nak. Ayah, kembali bukan untuk menjemput k
h?" tanya Hab
rena ingin berce
uran sempit sembari menyembunyikan tangisku. Aku ti
akan kembali ke kota Jakarta. Setelah kamu besar n
ak berkecil hati karena ayahnya setelah
ah, barusan saja kembali sudah mau pergi
Mas Anan hanya tersenyum kecut menanggapi ucapan Habib. Meskipun Habib hanyalah seorang bocah berumur sepuluh tahun tahun tapi Habib sangat cerdas. Di kelas satu sampai s
Kami setiap hari hanya bertahan hidup dari pengiriman Mas Anan yang hanya dua ratus ribu per bulan. Itu pun ia kirim le
enyetrikanya hingga rapi barulah mendapat upah untuk mencukupi kebutuhan dapur. Untuk biaya yang lainnya membayar uang sekolah Habib atau pun membayar tagi
akan memberinya pada anak panti yang di pimpin oleh Ust
h bercerai. Kami tidak akan mungki
i itu apa?" ta
pertanyaan Habib yang mampu menohok hatin
akan mengerti jika sudah besa
, sementara putri kecilku masih bermain dengan boneka pemberian ayahnya. Putri kecilku Nara tak sedikit
i wajah ayahnya. Hatiku terasa teriris-iris dengan pisau merasakan sakit dan perih
tapi saat ia datang bukan manisnya cinta atau terobatinya rind
mengeluarkan bungkusan dari peper bag dan memb
wa tadi. Mas Anan memberikan Habib baju koko baru lengkap dengan pecinya
Setelah kamu besar nanti Ayah harap kamu akan menge
dari tempat duduknya he
an seketika menoleh kebelakan
g tua." Mas Anan mengucapkan kalimat itu dengan mata yang berkaca-kaca. Sede
dah memasuki mobil dan memangg
indukanmu," ucapnya sambil be
manggilnya sembari mengetuk pintu mobilnya. Mas Anan malah
k di sebelahnya dengan tersenyum tipis. Mas Anan sudah mempunyai wanita lain y
n ayahnya. Lambat-laun mobil Mas Anan hilang menja
*
sam