g membungkus tubuhku dan berlari masuk ke dalam kam
memastikan jam yang tertera. Sejak semalam aku harus begadang mengerjak
ed light yang menyala, hingga terdengar suara bunyi klakson mobil yang refleks membuat kepalaku menoleh ke samping. T
akhir dar
ang terlalu tipis antara hidup dan maut. Dari balik jendela yang perlahan turun, seo
sudah bosan
erdetak di luar batas normal, seakan berusaha melepaskan diri dari dadaku. Rasanya darahku mengering, wajahku pare yo
nita paruh baya menatapku penuh khawatir. Aku mengerjapkan
I'm
beranjak pergi setelah mem
t kepalaku kembali menoleh ke depan, mobil itu, mobil yan
ah tadi itu
aku hampir melayang, tapi aku tak punya waktu untuk terus memikirkannya. Dengan
an membiarkan tubuhku bersandar di kursi, mencoba menenangkan diri. Mobil melaju dengan
lu, dan akhirnya a
kamu ter
lidik, menopangkan le
sahutku singkat, tetap f
pasti gara-gara d
ar bola m
pisode demi episode drama Korea. Tapi, hanya kalau
er
, mengalihkan perhatian pada wajah c
ri oleh Mrs. Belinda kurang ban
dari ucapanku, tapi tawa nyaringnya cukup menarik perh
h perusahaan bukan
henti seketika. Aku refleks berdiri be
Bel
berusia empat puluh tiga tahun itu me
ada kerjaan? Kenapa m
ahuan berbuat salah oleh gurunya. Aku menelan ludah saat Mr
emarin?" Suara tegas Mrs. Belinda-Chief Marketing Office
ntanya. Wanita itu menerimanya, matanya mengamati setiap halama
ia men
anda bahwa laporanku sudah
dan kurangi bergosip!" ucapnya s
it tersinggung. Namun, aku memilih fokus kembali, duduk
ku adalah waktu untuk menunaikan
g shalat, (yaitu) orang yang lalai
erapa hafalan, aku bergegas men
osoknya di antara pengunjung yang ramai. Maya yan
Michelle, ini Wafa," ujar Maya
berambut putih panjang itu. Kami saling b
anya Maya, bangkit dari
di dagu, berpikir sejenak. "Hm... O
Maya kini menatap w
ange juice," jawab
egera datang, ladies," ujar May
ih jauh. Kami berbincang tentang kegemaran masing-masing, aktivitas di luar ke
dengan pesanan kami, meletakkan
awa saat salah satu dari kami mengatakan sesuatu yang kocak. Suasana makan siang terasa
masing-masing, kami pun kembali ke kantor, bersiap
yang penuh angka dan laporan. Jemariku sibuk mena
ergeletak tak jauh dari sisi kanan komputer, menyalakannya, ternyata sudah
lagi. Saatnya menunaikan
kantuk mulai menggelayut. Tapi aku harus menyelesaikan semuanya malam ini karena besok adalah weekend. Aku sudah berencana
laporan dan revisi, aku menekan tombol save u
ih tas, mematikan lampu ruangan,
menenangkan. Aku memilih berjalan kaki, menikmati angin sepoi-s
iptakan bayangan panjang di trotoar. Mungkin sebagian b
ak
itu suara drum yang terjatuh? Kutelan ludah, jantungku berdentum keras d
ia tergeletak bersandar pada tembok bangunan. Isi dr
ia baik-
ar, kakiku melangkah mendeka
?" tanyaku, suarak
p. Napasku memburu saat mataku menangkap cairan merah yang
lai merayap dalam benakku. "Tu
ngannya yang dingin dan lemah mencengk
bibirnya bergetar mengucap satu permoho