aris barunya, Riana, yang duduk anggun di balik meja kerjanya. Blus putih yang dikenakan Riana tampak
k pertama kali melihatnya, Adrian merasa ada sesuatu yang bergejolak dalam dirinya. Riana memilik
Riana ke ruangannya. "Riana, tolong bantu saya memeriks
ang harum semerbak membuat Adrian semakin sulit berkonsentrasi. Adrian bisa merasakan
sedikit terbuka, memperlihatkan belahan dadanya yang menggoda. Adr
ngka yang perlu diperiksa ulang," ucap Ri
ahan diri. Ia meraih tangan Riana, menggenggamnya erat. "Riana
tangannya, tetapi genggaman Adrian terlalu kuat. "Pak Adria
dengan kasar. Riana mencoba memberontak, tetapi tenaga Adrian terlal
jah tubuh Riana, meremas payudaranya yang besar dan kenyal. Ria
meja kerjanya. Ia menatap Riana dengan tatapan penuh na
arkan Adrian membuka blusnya, memperlihatkan payudaranya yang indah. Ad
m rambut Adrian. Ia merasa seperti melayang
ka rok Riana, lalu melucuti celana dalamnya. Riana sudah benar-ben
Riana menjerit tertahan, merasakan kenikmatan yang luar biasa. Ad
yang membuatnya semakin dekat dengan puncak kenikmatan. Ia menc
epat gerakannya, menge
ai puncaknya, menyemburkan c
ergetar hebat. Ia menjerit keras, melepask
di atas meja kerja. Mereka berdua terengah-engah, masih m
a mengusap rambut Riana yang berantakan, lalu menc
erat. Ia merasa bahagia, meskipun ada sedik
n Riana sering melakukan
kebersamaan mereka, tanpa mempeduli
*
pertemuan rahasia mereka. Ruangan Pak Adrian, yang semula hanya tempat kerja, kini berubah menjadi arena
hari, mereka tetaplah atasan dan bawahan yang profesional, tetapi di balik pintu
ana ke ruangannya. "Riana, tolong bantu saya memeriksa beberapa do
Adrian, segera menghampiri meja kerjanya. Ia ta
rian menariknya mendekat. Ia mencium bibir Riana dengan lembut
bisa berhenti memikirkanmu,"
uh gairah. Mereka berdua tenggelam dalam ciuman yang dalam da
*
drian yang kini menjadi saksi bisu, tubuh mereka menyatu dalam gerakan ritmis yang memabukkan. Seti
at. Matanya menatap Riana dengan tatapan penuh cinta dan hasrat yan
n dengan senyum tipis. "Selamanya, Pak Adrian," bisiknya
meja kerja. Ruangan itu sunyi, hanya suara hujan yang terdengar d
drian, suaranya pelan. "Tapi aku ti
"Aku juga mencintaimu, Pak Adrian," jawabnya, suaranya ber
lisahan di hatinya. "Kita akan hadapi ini bersama-sam
*
temu. Terkadang, mereka makan malam di restoran terpencil, berpegangan tangan di bawah meja, saling mencuri pandang penuh cin
tu milik seorang teman Adrian, yang sedang berada di luar negeri. Di sana,
mengikuti alunan musik romantis, berciuman di depan perapian yang menyala hangat. Mereka mengha
*
tan selalu menghantui mereka. Mereka tahu, hubungan ini tidak akan ber
Adrian, yang dikenal sebagai biang gosip, menatap mereka dengan tatapan curiga. R
tidak lagi berani bermesraan di kantor. Mereka hanya bert
besar pula rasa takut mereka. Mereka merasa seperti berada di dalam s
*
hasrat yang membara, serta kecocokan mereka di ranjang, telah membutakan Adrian dari segala risiko dan konsekuensi. Ia memut
ia mengumumkan kepada seluruh karyawan yang hadir, "Saya ingin memperkenalkan Riana, bukan hanya
ang terkejut, ada yang iri, dan ada pula yang mencibir. Beberapa karyawan wanita, terutama m
utusan ini akan mengubah hidupnya selamanya. Ia tahu, ia akan menjadi bahan go
rian, "tetapi saya harap Anda semua bisa menghormati keputusan kami. Ka
i setiap sudut ruangan. Beberapa karyawan wanita terang-terangan menunjukkan keti
ahu, Riana adalah wanita yang spesial, wanita yang mampu membangkitkan hasratnya yang paling liar. Tubuh
asing-masing, mencari kenikmatan yang tak terhingga. Riana, dengan segala kepolosannya, mampu membuat Adrian merasa seperti raja. Ia mema
tertutup rapat, mereka adalah sepasang kekasih yang tak terpisahkan. Mereka sal
ana tidak peduli. Mereka berdua tenggelam dalam cinta mereka, menik