sawah, duduk di atas bebatuan licin, kaki mereka sesekali mencipratkan air. Riuh tawa terdengar di antar
kata Wak Joni, matanya menerawang, membayangkan sos
engibas-ngibaskan air ke udara, seolah ingin menyejukk
rengginang di matanya," celetuk Bang Ucok, m
Namun tetap saja, di antara derai tawa dan guyuran air sungai yang dingin, mereka membiarkan mimpi-mimpi kecil it
jelmaan dari Kutukan Sardi." Upan yang paling
elaki lainnya so
ar dan semua warga men-tabu-kan untuk membicarkannya
, mereka pun buru-buru mandi, ka
*
ekali menyapu dedaunan pohon nangka besar yang berada tepat di dekat sawah. Lampu ruma
ebih lama malam ini, seiring rasa gelisah yang terus menggerogoti hati. Dua hari tanpa berjamaah di masjid, seolah ada jarum-jarum ta
percayai, ternyata memiliki wajah lain yang lebih keji. Muak, marah, dan jijik bercampur aduk dalam hati Bah Udin. Kebencian yang ia r
u malam ini sang ustad datang menemuinya. Berpura-pura menanyakan kenapa ia tidak terliha
menembus hening malam, setelah beberapa
begini. Katanya banyak terjadi perselingku
enuh ironi, tawa yang tak mungkin ia tahan. Tapi dia memilih diam, me
segenap kebencian yang menggelora. Semakin dalam dirinya merasakan k
"Saya kira, 'Kutukan Sardi' yang sering dibicarakan orang itu, memang
at. Ia merasa seolah dipukul keras. 'Kutukan Sardi' itu hanya mitos belaka. Tapi Ustad Duloh,
yang selama ini ia tahan kian membuncah. Ingin rasanya dia menampar wajah sang imam, m
n menjawab, "Ustad... kamu kan pemuka agama, bernatsalah. Cob
Bah. Takut banyak yang tersinggung." Dengan bijaksananya Ustad Dulo
inggung. Yang penting Ustad bukan pela
a abah, agar warga tidak mudah termakan isu. Jika ada isu perselingkuhan antar tetangga, mungkin itu akiba
kan Sardi, lu mau jadiin kambing hitam a
ersisa dalam dirinya selain kebencian. Semua kata-kata itu ba
enyebarkan mitos demi menyembunyikan dosa-dosamu. Tidak ada kutukan Sardi, yang ada cuma keb
ang, setelah Bah Udin berjanji
adi mengintip dari kejauhan, mendatangi Ba
ercaya sama 'Kutukan Sardi' ke kampung kita ini, makan
mu percaya sam
a Ustad gak
n yang paling sepuh di kampung ini, kita harus gimana kira-kira?" Pak M
Legenda yang nggak jelas. Ken
ih penuh keyakinan. "Tapi... kalau semua ini me
ampung ini. Sekarang beda lagi, nganggap 'Kutukan Sardi' y
bisa dihindari. Bah Udin masih terdiam, menolak untuk mengakui kebenaran kata-kata Pak Mirt
i legenda Kutukan Sardi itu?" tanya Pak Mirta pelan, seolah mempertanyakan apakah ada
Mirta, ada sesuatu yang terasa benar tentang kata-katanya. Suasana malam itu semakin terasa menekan, dengan sua
h Udin akhirnya, suaranya serak. Meski tetap meragukan, dirinya me
"Saya tak tahu, Bah. Saya hanya merasa, ada sesuatu yang jauh lebih besar daripada yang
asti, meninggalkan ketidakpastian yang menggantung di udara, sama sep
mulai sekarang
p, B
ita pantau te
p, B
*
tu yang terkunci memuat konten khusus dewasa dengan eksplorasi
*