nya dan Aldo. Aletta menatap pantulan dirinya di cermin, tersenyum menatap dirinya sendiri yang terlihat sangat berseri-seri. Wajah yang cantik dengan
ett
at jelas Monica sedang berdiri di belakangnya. Monica merupakan ibu Aletta, dia adalah wanita yang lembut dan baik sam
t bahagia sek
ya, kemudian dia memeluk ibunya dengan
amu." Monica membelai lem
ah menunggu kamu," ucap Monic
man lebar terukir sempurna di wajah Aletta, balutan make up dengan gaun putih mewah
a melihat raut muka calon mertua nya, bukan senyum kebahagiaan yang mereka tampakkan. Melainkan terlihat seperti seseorang yang seda
raut muka kalian terlihat gelis
la Aletta dengan sayang. Dia menghela napasnya dalam, sebelum membuka suarany
perkataan Ayunda. "Apa maksud, tante? Pasti Aldo sebentar lagi d
atau tidak." Tiba tiba saja Hen
a?" timpal Mo
h mencari tapi tetap saja tidak ditemukan," sahut Adnan
a menggelengkan kepalanya. Dia tidak bisa mempercayai perkataan ayahnya begitu saja, Aletta berlari menuju meja rias untuk mengambil bend
l, kecewa dan sedih bercampur menjadi satu. "Ald
ampiri sang anak dan m
n hidungnya merah karena menangis. "Mom, apa pernikahank
dak
jutkan," potong Hendrik
letta yang tampak bingung dengan jawaban Hendrik. Aletta menghapu
ada kabar dan itu artinya
n acara penting ini, diluar banyak tamu yang suda
g akan menggantikan Aldo?" Adnan yang sem
lek
nyaan Adnan, dan saat itu pula Hendrik menunjuk orang itu.
apa ini? dia baru saja dipanggil kesana dan langsung ditun
i? Kenapa harus aku?" t
rnikahan ini batal kita juga akan
ikabarkan menghilang, bagaimanapun Bian adalah kakak laki-laki Aldo, dia
menikahi Aletta, jika tidak mau keluarga kita merasa m
elihatnya, bagaimanapun Bian memang dekat dengan Aldo dan Aletta saat masih kuli
u! Aku mau Aldo!" teriak Ale
si untuk keputusan yang akan di ambil. Sementara Aletta masih tet
da saja ya pernikahannya sampai Aldo kembali?" Aletta masih beru
dan Hendrik merupakan pebisnis yang cukup terkenal, jadi wajar jika mereka t
engan Bian," ucap Adna
Aletta kembali menangis
ku? Bian, jawab!" Aletta menghampiri Bia
alu berkata, "Papa, Momy. Apa aku harus menikah
hannya, untuk apa memikirkan dia?" sahut Hendrik yang emosi, kemudian dia
mbangkan perusahaan itu dari awal. Tangan Bian mengepal, tatapannya tertuju pada
gi dari ruangan itu. Sebelum Bian benar benar pergi,