eben
ungan. Sosok perempuan lain yang hadir menghentikan pernikahan mem
kan beberapa pandangan yang terarah pada Nada mulai terli
buka suara. Wanita itu menatap calon suaminya dan seseorang
gar apa yang diucapkan oleh wanita dengan keba
bibir sensual itu terdengar sinis. "Say
an isyarat menuntut akan sebuah jaawaban. Sayangnya, keterdiaman Sa
mata berkaca. Saka, pria itu masih tetap menunduk
ah menjadi suami saya." Rina kembal
ngan wajah penuh kemarahan. Rasa pening yang menyerang, beliau tekan
-laki itu, yang duduk sebagai mempelai pria dari anak Bapak, masih sah
egitu?" Salah satu tamu
ng." Suara tetangga
i suami orang?" Baiklah. Mulut ibu-ibu yang sudah mendengar atau meli
mberikan senyum ramah pada para tamu undangan. "Ibu-ibu, Bapak-bapak. Maaf. Sepertinya acaranya d
kan semu
geluarkan suaranya. "Kenapa mereka semua diminta pergi? Apa kalian taku
k, menatap tajam ke arah Rina. "Cukup, Rina!
khianati kami dan menikahi perempuan itu? Tidak
." Tatapan meremehkan Rina sebelum
. Sebelumnya aku juga merasakan hal itu, tetapi hari itu semua
erima cinta Saka setelah hampir dua Minggu mereka saling kenal, sik
putrinya. Dia yang biasanya selalu menuruti apa pun permintaan pu
ikan seseorang membuat semu
lah teman kerja Nada. Dia pernah bilang kalau Nada memiliki hubungan dengan pria yang
ecepatnya kala melihat semua pandangan terarah
ya tidak datang ke sekolah putri kami. Padahal, dulu dia yang paling marah jika saya membuat kedatangan kami terla
aknya untuk berkencan. Mereka melakukan perjalanan ke puncak. D
am dua belas malam dia menunggu kedatangan papanya. Tapi apa? Sua
berkaca, tetapi sorot yang ditampilkan seakan men
a di Bali, dua hari sebelumnya pria itu mengajak dirinya ke sana dengan ala
ana bisa dia tid
daku? Dia meminta izin untuk menikah lagi dan mengancam akan mencer
larikan ke rumah sakit, tapi dia tidak bisa dihubungi sama sekali. Bahkan setelahnya dia
ada diri Rina kini hancur sudah. Wajah wanita itu sembab
jika dia mendapatkan perlakuan demikian dar
n air mata. Sebelas Oktober. Hari
adalah hari di mana suamiku melamarmu!" teriak Rina sangat ke
ng dadanya sembari beristigfar. Tidak perc
am itu di sinetron ikan terbang. Tapi
neran ada. Semoga anak saya tidak seperti itu, Bu. Ka
puan saya dijauhkan dar
an bisik-bisik itu. "Tapi aku memang suda
a membalas ucapan Rina. Karena nyatanya dia hanya baru menc
di terpaku mendengar apa yang terjadi tiba-tiba saja j
u, Ibu." Bahkan wanita itu kini
Aska yang sedari tadi diam. "Nak Aska. Apa maksudn
mempermalukan keluarga Bapak. Sesungguhnya saya pun juga tidak tahu kalau adik saya belum menceraikan istrinya. Dia hanya bercerita kalau rumah tangganya suda
ah karena tidak benar-benar mencari tahu. Saya salah karena tidak begitu peduli dengan kehidupan adi
i dari sini." Pak Baron
gaimana dengan pernikahan ini
punya malu. Kamu sudah mempermalukan keluarga saya, kamu sudah melempar kotoran pada kel
i, P
Baron terus m
ak
keluar dari rumahnya. Tidak peduli jika nanti
sungkur di halaman. "Pergi dari sini. Jan
ak
ya minta maaf, Pak Baron." Tidak men
berlalu. "Kita selesaikan di rumah," ucapnya ketika mele