ud
olah tak mau lagi hidup yang menyusur di tengahnya. Matahari bersinar tinggi di lan
cil berkelok di tengah persawahan, mereka sedikit melambat saa
i?" Pemuda dengan brewok tebal itu mene
eni di Jogja. Kadek ini pula yang menawari Ava pekerjaan di tempat
benan," Kadek meny
mereka. Aroma dupa dan alunan tetabuhan yang terdengar asing membuat bülü kuduk Ava merinding. A
pacara p
rasa takut yang purba. Pemuda itu tercenung lama, s
rletak di pinggir jurang yang menjorok ke sungai. Skuter mereka melewati candi be
seorang laki-laki paruh baya berbadan
i-aben?" tanya Kade
dang, dari ba
t, lalu meletakkan h
k =
nama aslinya Pak Made, Pak Dewa, atau Pak Gede. Tapi cukup Pak De saja, itulah nama seniman yang dig
mpat itu; mengabdi tanpa pamrih kepada keluarga Pak De, dan selama itu pula Sang Maestro akan menurunkan ilmu yang dimiliki kepada Sang Murid. Jika be
ya ke arah orang itu, tampak canggu
saya, saya Gede, ah panggil saja Pak D
rti apa baya
ine? Ava
yang dimaksud -pemain film panas-
pasti peng
en
emiliki brewok lebat dan rambut panjang yang diikat ke belakang, ya
elum mandi. Kamu istirahat saja dulu," kata
n yang dicat tanah dengan atap jerami, dipisahkan oleh kolam renang kecil dari bangunan utama. Di
Bangunan ini berupa bale-bale di bawah, dengan tangga naik ke balik atapnya ya
akhirnya ia menghempaskan punggungnya ke atas kasur busa empuk yang digeletakkan begitu saja
bot kecuali sebüȧh meja kecil dan lemari kecil. Di ujungnya ada jendela k
yang diisi jutaan galon air, mengalirkan puluhan anak sungai yang
lam mimpi indah. Tidurnya dipenuhi dengan mimpi-mimpi muluk seorang sarjana fresh grad
>
. Bergelas-gelas kopi yang sudah tandas dan pisang goreng yang tinggal bers
," goda Kadek pa
" sahut Ava t
sudah ada Mbok Ketut dan Mbok Nengah, pembantu rumah tangga di Villa Pak De, juga beberapa karyawan
" Ava berkata
manjus
Makn
artinya
malas, karena masih harus membilas sebuah
ru! Ayo manju
g dicucinya cuci jatuh di bak
... aku sudah punya p
wok?" tanya Av
ah tertawa-tawa sambi
= = = = = = =
siap untuk dipanen. Langit sudah mulai memerah, tanda matahari hampir beranjak ke peraduannya. Kumpulan burung melint
Ava tidak habis pikir, kenapa dirinya mau-maunya menuruti ajaka
nikung. Menyusuri pinggiran salura
ngan santainya mencuci baju sambil bertelanjang bulat di dalamya. Mereka cuek melihat Kadek dan Ava melintas, meskipun ada beberapa yan
211;dengan segala keindahan alamnya- semua tampak begitu indah, sepe
dah nggak ada orang mandi d
h nggak ada! Tapi semakin
ooo
annya di daerah pedesaan memang masih ada penduduk yang mandi di tempat terbuka, namun ia benar-benar tidak meny
ing yang diteduhi tanaman paku-pakuan, hingga akhirnya terdengar suara bergemericik dari kejauhan. Ava menyibak daun pisang yang menutupi jalan, dan dia segera disambut oleh pemandangan yang eksotis.
nja tanpa apapun menutupi tubuh mereka. Beberapa merendam tubuh telanjangnya di bawah arus sungai
tnya. Di desa itu tempat mandi lelaki dan perempuan dipisahkan oleh sebuah batu besar, namun tetap saja, di mata Ava sekat itu tidak bisa memberikan segre
211;dengan segala keindahan alamnya- semua tampak begitu indah, sepe
ng membasuh diri di bawah pancuran. Payudaranya yang bulat sekal berwarna sawo matang
a. Sadar sedang diperhatikan, perempuan itu segera b
egur Kadek, lalu mengucapkan salam pada kelua
, menggaruk rambut
rang wanita muda menuruni jalan setapak yang mereka lewati tadi. Usia belasan akhir mungkin, taksir Ava. Tubuhnya montok sintal dengan kulit sawo matang
n tangan. "Kenalin, ini Ava,
sambil mengulurka
t gadis itu, men
rku, Va," kata
Kadek bukan cowok! jerit Ava dalam h
= = = = =
adek menyapa kumpulan pemuda tanpa busana yang sudah lebih dulu ada di situ. Mereka berbincang dengan bahasa yang tak dimengerti Ava, namun yang sepenang
an celana dalam, ikut menggabungkan diri di tengah tengah kumpulan batangan yang asyik bercanda dan mengumpat dalam bahasa
yak gini." Kadek menolehkan kepalanya ke a
alu berjingkat, melepas celana pendek dan diikuti kaus kutang yang segera menyusul terlipat, sehingga tubuh montok dan sintalnya kini hanya tertutup celana dalam tipis yang menampakkan bayangan rambut kemaluan yang menyem
sambil tersipu. Namun jemarinya yang membuka secelah, seolah membiarkan aerola ya
n nafas, bahkan men
ling bersitatap. Sepersekian detik saja, namun itu saja sudah cukup bag
-cepat mengalihkan pandangannya dengan wajah tersipu. Tawa kecil m
Luh Sari. Gadis bertubuh sintal itu lalu duduk di atas batu sambil menaikkan paha. Seolah tak ingin berlekas-lekas, Luh Sari menurunk
manis ke arahnya, sambil menutupi area pubis yang ditumbuhi bulu lebat dengan tangan kiri. Tanpa bisa diantisipasi, sesuatu yang terletak di antara dua paha
elana dalamnya. Terdengar tertawa berderai ketika gadis manis itu menggabungkan diri dengan teman-temannya y
= = = = =
Pengetahuan. Bersamanya hadir mortalitas, sensasi yang
Hawa memakan Buah Pengetahuan, barulah hadir perasaan jengah atas ketelanjangan mereka, s
akhir di muka bumi oleh para petualang dari seberang benua, karena di tempat
orang-orang tanpa busana. Tidak, mereka tidak nampak seperti manusia-manusia
alah penduduk-penduduk desa yang polos, yang hanya ingin melestarikan budaya mandi yang tua, yang s
pi. Mereka hanyalah penduduk-penduduk desa yang polos, yang hanya ingin melestarikan budaya mandi yang tua
ai yang mengalir indah, pepohonan yang merindangi sungai itu, dengan segala
yang membebaskan, ketelanjangan yang membebaskannya dari pakaian kepalsuan yang menutupinya selama ini. Ava memejamka
us sungai menghanyutkan telanjang tubuh itu. Ava memandangi langit yang berwarna kemerahan tanda Sa
da
sam