u baru merasakan kembali debaran jantung yang menyenangkan. Kadang sempat terpikir olehku, mungkin Uswa memang jodoh yang dip
Abang iparku ini hanya diam
h berangkat pagi-pagi. Oh,
pa
... ? Ya,
ni rupanya pingin t
u, ya,
Tapi, gue salut aja kalau seandainya lu ...
Bang Adam cuma heran. Pas
gak akan gue kasih tau gitu aja
e seorang jombloan ini." Kami
ekatnya. Alasannya hanya satu, ia terlambat satu langkah. Padahal saat itu Bang Adam sudah menyimpan cincin untuk diberikan ke pada sang
encana memang bisa kita rancang, tapi ya
bener lo
abannya sambil cengengesan, bisa kulihat Bang
i, nih
aran, dan juga keikhlasan. Sesaat setelah memasuki lorong-lorong rumah ini, aku merasakan hawa yang tak begitu mengenakkan. Aku lihat k
Adam. Rupanya ia melihat k
pat. Entah kenapa, lama-kelamaan melihat orang berl
a ama ruma
anget ke rumah sakit, Bang.
pasti balik k
ud Ab
g. Mungkin beda cerita kalau menunggu kelahiran. A
*
ke pada seorang lelaki paruh baya berkopiah p
ku berpikir bahwa beliau ayah Ilham, tapi aku juga sedikit lupa karna hanya
keadaan I
asih sama den
Adam duduk di
am?" Bapak it
Pak." Aku memp
ditulis di dalam pesan Ilham."
sudah seperti anak sendiri. Dari kema
liau ini bukan ayah Ilham karna ka
sakit apa, Pak?"
begitu paham, Nak. Penyakit Ilham rupanya sudah lum
alu bersifat pribadi. Selepas bercerita sedih mengenai keponakannya, kami
da di sini, kepalaku mulai sedikit pusing. Apalagi dengan pendingin ruangan saat aku masuk ruang
Adam saat mobil baru saja k
t pelipis perlahan. Mataku sedikit te
u puter balik buat periksain
kepala di sofa mobil. Tak kudengar lagi B
h ini perlahan. Kesadaran ini semakin kuat ketika kulihat Ba
asuk angin." Ia juga membukakan pintu m
yang rata-rata cocok di lidah orang Indonesia kebanyakan ini mungki
ng?" Aku hanya mengangguk. Sepulang dari ruma
embali ke dalam mobil. Rasanya aku tak sabar cepat sampai di rumah dan merebahkan diri. Cukup lama aku menunggu Bang Adam di dalam mobil, i
Bang Adam memanggil Uswa. Terny
, Ba
mereka berbincan
gin mungkin." Bang Adam pun membuka pintu mobil
Setelah meletakkanku di ranj
ajunya,
r dan tidak aku me
aku ke
yuruhku membuka baju. Ketika perlahan aku melepas kemeja, ternyata wanita di dep
ngerokin. Mana kelihatan k
Mungkin saja ia merasa malu. Pun saat aku melirik. Sesekali ia juga memandang perut bidang ini. Meski tak
" godaku. Dengan cepat
ni ternyata cukup membuatnya terasa panas. Tapi
mi beberes." Nadanya sedikit kes
badan agar ia bis
ambu