da saat itu. Namun, anehnya keinginan Bang Adam untuk membatalkan pernikahan sang adik ditentang oleh ayah Ilham. Ia bera
nyuruh Bang Adam agar aku menggantikan posisinya. Tentu saja ak
inya itu tidak mungkin karna wanita itu terus saja mengurung diri di dalam kamarnya.
ak memberitahu peny
mi, orang tua Ilham aja ga
Uswa
ma Ilham apa adanya, tapi mereka gak berpikir pan
hun lalu, setelah kami lulus aku putus komunikasi dengannya juga denga
in kemauan Ilham. Keadaan Abah juga s
ati berbincang-bincang dengan orang yang kini jadi abang iparku
gini, kan?" Raut wajah Bang Adam masih jelas terlihat bahwa
nepuk bahuku perlahan. Ia lantas masuk ke rumah. Sementara
rjadi hingga bisa merubah statusku. Sepintas aku membayangkan hal yang lumrah d
lisan ibu di layar ponsel. Entah sudah berapa kali aku merasa terkejut hari ini. Namun, kali ini aku benar-be
ahan dan sedikit menjau
h, Nak. Emak udah nunggu-nun
. Untunglah aku sudah bersiap siaga menyelamat
. Zul gak sempet
gak di kasih tau kalau kamu nikah. Jangankan jemput emak sama b
uga bagaimana menjelaskan hal ini ke pada Ema
h juga dadakan, Mak. Bukan
nak emak udah ngehamilin orang, huaaa." Emak m
belum ham
lang secepatnya. Emak sakit hati karna kamu gak kasih kabar
asti pulang kala
pa. Aku terus berpikir bagaimana cara menjelaskan semua ini ke pada Emak dan Bapak di kampung. Apa mereka
aku hadapi sampai kemungk
memanggil namaku
ah melihatku. Ia berjalan mendekat dengan
ni karna lampu sudah dimatikan sejak acara selesai. Andai saja keadaan ter
ingin." Aku mencoba menatapnya
duk di kursi yang semu
Mungkin memang iya
af. Sebenarnya, aku juga tak bisa menyalahkannya begitu saja
ah dan Umi, yang namanya penyakit, siapa yang tau.
r saat kami duduk berdua di teras. Berulang kali aku menarik napas perlahan untuk menetralisir hatiku. Bayangan masa lalu ketika ka
dan apa adanya. Dia bahkan gak mau kal
ham. Atau mungkin ia sebenarnya tak ma
luh. Semua dia jalani sendirian. Cuma aku yang bi
saat ini, Uswa masih terhanyut dengan kesedihannya dan belum me
ambu