engan kampung karyawan perkebunan di sebelah Barat Kota Bogor. Inilah tanah kelahiran Aida yang relatif sepi jauh dari keramaian
g tua Aida pun dalam beberapa kesempatan mengunjungi Aida di kota selalu bertemu dengan Ricko. Pak Mu
sejak tadi menunggungnya. Mereka pun segera keluar dan berdiri di teras menyambut anak dan cucu
belumnya, di dalam mobil, putri kecilnya diserahkan pada Ricko. Sambil menggendong Feby, Ricko b
sama. Celotehan Feby yang sepanjang jalan nyaris dihabiskan dengan tidur, kini mulai kembali menceriakan kebersamaan mereka. Feby bahka
n. Terlebih lagi Ricko pun sama sekali tidak keberatan mengajaknya bermain. Pak Qosim pun telah sen
o kembali membawa Feby dala
rahat dulu," ucap Bu Qosim sambil mera
ah mau mengantar Aida dan Feby," ucap Pak Qosim s
, saya gak mungkin ngebiarin Ibu pergi sendiri.
rharu. Teringat kembali pada suaminya yang sama sekali tidak merasa kasihan andai dirinya pulang
rasa khawatir istri dan anak melintasi hutan dan kebun sawit yang sepi di malam hari.
ap bersyukur karena masih ada orang-orang yang peduli dan mencintainya. Aida san
takan semuanya pada ibunya. Dia memang sangat dekat dengan ibunya, namun t
ngan itu. Namun sayang, bukan Fathan yang duduk di samping Aida, menyuapi Feby yang sangat senang berceloteh. Ricko, seorang
masuk kamar tidur dengan neneknya. Sementara Aida sedang membersihkan semua perabotan bekas makan. Setelah it
Memiliki lima kamar yang tiga di antaranya kosong, kecuali saat kumpul bersama. Pak Qosim punya anak empat, dua su
a semakin kuat jika sampan yang sedang ditumpanginya sebentar lagi akan karam di lautan. Sang Nakhoda sepert
*
har
t saudaranya. Tidak terlalu lama mereka berada di sana karena tujuan intinya hanya menghadiri akad nikah saudar
ah gak?" tawar Aida s
aru saja memberikan Feby yang terti
gajak Ricko. Namun saat di dapur tadi, ibunya mengatakan jika saw
a sawah tersebut sepenuhnya dikelola oleh Pak Qosim, digarap oleh pemilik lamanya dengan sistem bagi hasil. Seb
a asset miliknya tersebut sepenuhnya akan dipercayakan pada bapaknya. Kalau bapak
k mendung sehingga membuat alam terasa teduh dan sejuk. Aida mengenakan sandal, celana panjang, t-shirt serta jaket p
ko ke sawah, punya niat lain. Dia ingin bercerita kegalauan hatinya tentang Fathan. Aida beberapa kali melihat Ricko ngobrol akrab denga
sambil membentangkan kedua tangannya saat mere
membalas candaan Aida dengan cerdas, hingga mereka pun tertawa terpingkal
ukup besar dan rindang. Menjadi tempat favorit Aida untuk duduk ngadem, sambil memandangi jernihnya aliran sungai kecil di
ada Aida untuk ngobrol sambil mengisap rokok. Aida tidak keberatan, karena suaminya pun perokok ber
rdengar. Pandangannya lurus ke depan, namun terasa se
a. Dari raut wajahnya, Ricko menduga jika ibu kostnya itu ak
terdiam dan bengong tidak melanjutkan kata-katanya. Aida masih bin
ngan tidak menolehkan wajahnya sama sekali. Matanya pun justru terpej
wajah Aida yang siang itu tampak sangat cantik, merona
sambil menolehkan wajah menatap Ricko yang tampak
iam. Tak tahu ha
l memandang Ricko dengan sorot mata sayu n
ambil menelan ludahnya sendiri "Em
yaan selanjutnya agak pribadi, tapi mohon dijawab dengan jujur juga. A
U
jah Aida dengan sorot mata heran. Tak seujung kuku pun menduga jika istrinya Fathan yang saat ini tidak be
h Ricko yang terlihat be
tuk yang pertama kalinya justru ketika masih pacaran dengan Om Fathan. Tapi h
ncing agar nantinya Ricko berani bicara terbuka
rnya menjawab walau dengan suara yang sedik
lakukan hubungan badan?" Aida ke
h karena selama ini dia memang sangat menghormati Aida sebagai ibu kostnya
Bu Aida?' tanya