Jangan baper. Drama Rumah Tangga ini, akan mengajarkan kepada kita semua, jika cinta tak selamanya akan menyatukan pasangan suami istri. Namun juga tidak berarti segelanya berkahir ketika mahligai indah itu harus kandas. Percerian memang akan sangat mengganggu mental tumbuh kembangnya, namun jika itu adalah jalan terbaik, kenapa tidak? Masih banyak hal yang bisa dilakukan untuk menyongsong masa depan yang lebih indah. Anak bukanlah beban dan halangan untuk maju.
Jangan baper. Drama Rumah Tangga ini, akan mengajarkan kepada kita, jika cinta tak selamanya akan menyatukan pasangan suami istri. Namun juga tidak berarti segalanya berakhir ketika mahligai indah itu harus kandas.
Percerian memang akan sangat mengganggu mental tumbuh kembangnya, namun jika itu adalah jalan terbaik, kenapa tidak?
Masih banyak hal yang bisa dilakukan untuk menyongsong masa depan yang lebih indah. Anak bukanlah beban dan halangan untuk terus maju demi masa depannya.
*^*
Malam ini Aida sedang teramat galau. Dan yang membuatnya sedikit terpukul adalah respon seorang teman kuliahnya dulu. Seorang wanita yang memang sangat cantik dan pernah menyandang predikat 'kembang kampus.' Grup medsos alumni kampus seangkatannya pun heboh dengan apa yang dituliskan temannya itu.
[Gue kenal Fathan, suaminya si Aida. Lumayan cakep orangnya. Wajar aja kalau dia selingkuh. Liat aja selingkuhannya jauh lebih cantik, seksi, ramping gitu. Laki mah emang gitu, kalau liat yang bening langsung main hati. Makanya kalau jadi istri, jadi ibu rumah tangga, rajin-rajin ngerawat diri, biar suami betah dan gak main gila di luar.]
Setelah membaca postingan tersebut, Aida memutuskan keluar dari grup itu. Tak hanya sampai di situ saja, dia bahkan menutup semua akun media sosial miliknya. Aida geram juga malu yang teramat malu terhadap orang-orang di luar sana. Malu aib keluarga kecilnya menjadi bahan perbincangan di luar sana, walau belum terbukti.
Menjelang pukul sepuluh malam, Fathan, suami Aida sampai di rumahnya. Seperti biasa Aida menyambutnya dengan penuh kehangatan walau masih tersisa kecurigaan dalam hati, namun dia berusaha untuk positif thinking.
"Kamu belum tidur, Sayang? Feby sudah tidur?" Fathan menanyakan anak semata wayang mereka yang sedang terlelap di tempat tidurnya yang terpisah.
"Sssst, baru aja lelap, jangan diganggu ya, Pa. Suka rewel kalau keganggu, apalagi dari tadi dia rewel terus kangen Papanya," balas Aida seraya membuka jas dan dasi yang melilit leher suaminya, lalu menyimpannya di tempat biasa.
Fathan lalu mencium pipi Feby, putrinya dengan sangat hati-hati dan lembut, Aida hanya memandangnya dengan penuh keharuan. Rasanya sangat tidak mungkin suami tercinta yang sebegitu sayang dan perhatian pada anak dan dirinya, tega berbuat serong di belakang, seperti yang menjadi gunjingan teman-temannya.
Tak berselang lama, pasutri itu pun sudah duduk berdua di depan meja makan. Aida duduk berhadap-hadapan dengan suami tercintanya. Di atas piring Aida terdapat nasi putih berukuran mini dengan tempe goreng serta sambal bawang buatan tangannya. Di sebelahnya ada semangkuk sayur asem untuk melengkapi hidangan itstimewa kesukaan suaminya.
Tapi entah mengapa, Aida seperti kehilangan nafsu makannya. Sudah ditepiskan berulang kali namun sedari tadi bayangan itu terus mengganggunya. Dia pun hanya memandangi suaminya yang terlihat begitu lahap menyantap hidangan buatannya. Sebenrnya Aida merasa sangat senang, tapi rasa curiga yang diberkembang minggu-minggu ini, ditambah keanehan suaminya saat ditelpon, mendadak nafsu makannya menghilang.
Saat Fathan belum tiba, Aida sudah siap untuk membicarakan atau sekurang-kurangnya mempertanyakan kebenaran gosip yang beredar tentang dirinya yang sudah beberapa kali terihat jalan mesra dengan gadis-gadis muda. Tapi keraguan itu kembali datang menghadang karena lidahnya mendadak terasa kaku dan kelu saat memandang wajah suaminya yang begitu teduh dan tampan.
Dia tidak mau merusak selera makan suaminya yang sedang sangat lahap dan tampak menikmatinya.
"Ma," ucap Fathan yang membuat Aida sedikit terpranjat.
"I... eh iya, Pa!" Aida menjawab sedikit gelagapan.
"Hehehe, Mama kenapa sih, kok malah terkaget-kaget gitu?" tanya Fathan sedikit heran, pandangannya langsung menangkap sepiring nasi beserta semangkuk sup yang sepertinya belum disentuh sama sekali oleh istrinya.
"Eh, ah.. gak papa, Pa, tadi keinget Feby aja pas nangis dan rewel." Alasan yang sangat dibuat-buat meluncur tiba-tiba dari mulut Aida.
"Hehehe, kan sekarang udah bobo, Ma. Lagian kenapa nasi dan supnya gak dimakan? Mama belum laper? Apa sedang kepikiran sesuatu?" tanya Fathan sambil tersenyum.
"Eh, eh anu itu. Eh iya Pa, Mama lagi kepikiran sesuatu," jawab Aida masih sedikit gelagapan namun juga merasa mndapat jalan untuk membicarakannya.
"Kepikiran Ricko, Jovan apa Ilham, hehehehe," canda Fathan sambil terkekeh mengabsen beberapa nama anak kostnya.
"Ih apaan sih, masa mikirin anak orang, Pa!" Aida agak cemberut namun juga sedikit terperanjat. Mengapa suaminya bercanda seperti itu.
"Ya, terus mikirin apa dong? Cerita aja seperti biasa," tantang Fathan sambil membalik sendok makannya, lalu melipat kedua tangannya dengan rapih. Sorot matanya menatap wajah istrinya yang malam itu tampak mendung dan gelisah namun juga tersipu-sipu.
Aida pun jadi makin grogi dan kepikiran dengan candaan suaminya tentang beberapa anak kostnya. Apakah benar suaminya curiga atau cemburu pada mahasiswa yang sudah hampir setahun kost di tempat mereka. Aida dan semua anak-anak kost memang cukup dekat, termasuk anak kost yang tinggal di kostan Bu Alma tetangga. Baik yang pria maupun wanita. Namun hanya sebatas itu.
Haruskah dia mempertanyakan gosip suaminya itu? Atau lebih baik tidak usah bicara dulu, daripada suaminya justru memperpanjang obrolan dengan kecurigaannnya pada dirinya. Aida tidak ada hubungan apa-apa dengan semua anak kost itu, namun jika dicurigai dan dituduh oleh suaminya, dia pun akan sedikit kehilangan kata-kata untuk membela diri yang kahirnya timbul pertengkaran.
"Eh, ja..jadi begini Pa, anu eh, ta..tadi sore mama baca....."
Tok...tok..tok..
Suara ketukan pada pintu dapur sontak menghentikan ucapan Aida. Mendengar hal itu, Fathan yang posisi duduknya lebih dekat dekat pintu, langsung beranjak dari duduknya.
Tok..tok..tok
"Permisi, Bu Aida," terdengar suara seorang wanita sesaat setelah mengetuk pintu yang kedua.
"Ya, eh...," jawab Fathan sesaat setelah membukan pintu dan sedikit tersentak saat melihat siapa yang berdiri di depan pintu.
"Ada apa, Don?" Aida yang berdiri di samping Fathan bertanya pada Donita, salah seorang mahasiswi penghuni kost-kostannya.
"Eh, ini maaf, Bu, ganggu. Malam ini saya harus pulang kampung, mendadak. Mungkin satu atau dua harian di sana. Mau titip kunci," balas Donita seraya menyodorkan anak kunci pada Aida.
'Gila, Donita mau pulang kampung malam-malam gini, dandanannya seksi amat,' bisik Fathan dalam hati.
"Oh iya, Don!" Aida menjawab sambil menerima anak kunci dari Donita.
Tak lama kemudian mahasiswi berpakaian sangat seksi itu pun undur diri. Aida dan Fathan pun kembali ke meja makannya.
"Eh, itu Donita beneran mau pulang kampung, Ma?" tanya Fathan yang masih terheran-heran.
"Ya kan tadi dia bilang gitu, Pa." Kini Aida yang malah sedikit mengernyitkan dahinya melihat suaminya yang tampak masih tidak percaya dengan yang baru saja dilihatnya.
"Malam-malam begini? Dengan siapa?" tanya Fathan masih dalam nuansa yang tak percaya.
"Biasanya sama tunangannya. Dia kan emang sering pulang kampung, Pa. Deket ini ke Karawang, paling juga cuma beberapa jam dari sini. Dua hari biasanya juga baru balik lagi."
"Kalau pulang kampung selalu malam-malam begini?" Fathan masih tak percaya, terutama dengan gaya dandanan Donita.
Fathan memang tidak terlalu tahu dengan kegiatan para penghuni kostnya, namun sangat kenal dengan mereka, apalagi dengan Donita yang sudah lebih dari setahun kost di tempatnya. Dan baru kali ini dia melihat Donita berdandan seperti itu.
"Gak sih, tapi pernah beberapa kali pulang malam itu pun dianter sama Rido, tunangannya. Biasanya Rido nunggu di depan," jawab Aida kalem.
Rencana Aida untuk mempertanyakan gosip pun ambyar, teralihkan dengan membicarakan Donita. Fathan masih tidak percaya kalau Donita akan pulang kampung. Dia justru meminta Aida untuk sedikit tegas pada Donita jika hal serupa terjadi lagi.
"Kalau terjadi ada apa-apa di luar sana, kita juga yang bakal kerepotan, Ma. Minimal kita akan ditanyain sama pihak keluarganya." Pesan terakhir Fathan sebelum Aida merapikan piring dan perabotan bekas makan mereka.
Aida membuang sisa makanan yang tak dmakannya ke tempat sampah yang sudah dialasi dengan kantung kresek besar. Semantara Fathan langsung masuk ke kamarnya karena sudah agak ngantuk ingin segera tidur, setelah berkencan dengan Karin tadi sore, walau harus berakhir dengan sesuatu yang kurang mengenakan.
'Donita ternyata kamu sangat cantik dan seksi sekali dengan dandanan seperti itu. Kemana aja aku selama ini? Kamu beneran mau pulang kampung sama tunanganmu? Kenapa harus malam-malam begini sih?'
Dalam telentangnya, Fathan kembali memikirkan Donita yang sekilas tadi terlihat kaki dan kedua pahanya yang sangat menggiurkan. Belum lagi dengan bajunya yang sangat seksi menampilakn belehan buah dadanya yang membusung indah. 'Apakah dia senikmat Karin, Jeany atau mahasiswi kemabang kampus lainnya?' Fathan makin penasaran.
"Oh iya, Ma, besok papa izin mau keluar kota ya," ucap Fathan saat Aida sudah berada di kamarnya.
"Keluar kota? Kok kebiasaan ngedadak gitu. Berapa hari?" Aida sedikit terperanjat.
"Dua atau tiga hari, tentatif sih. Mudah-mudahan sih bisa selesai dua hari," terang Fathan yang sontak membuat mood Aida kian memburuk.
"Terus hari Jum'at, mama sama Feby, pulkam berdua aja, gitu?" Aida sedikit merajuk.
"Eh, gi..gimana kalau dianter sama Ricko. Dia kan udah pernah ke sana, bisa bawa mobil, Ma!"
"Hah, semua juga pada bisa bawa mobil kali, tapi kan mereka kuliah, Pa!"
"Eh, coba papa mau samprin dulu ke kamarnya, ya," ucap Fathan sambil beranjak dari tidurannya.
"Eh udah tidur kali, Pa," cegah Aida, merasa tak enak hati.
"Hahaha, anak cowok masa tidur jam segini," ucap Fathan sambil keluar dari kamarnya hendak menuju kostannya Ricko yang lokasinya di kamar paling ujung.
Dan betapa senangnya Fathan karena bisa bertemu dengan Ricko yang kebetulan sedang menikmati secangkir kopi dan rokoknya di beranda kamar kontrakannya. Mereka pun ngobrol basa-basi sampai akhirnya Fathan meminta kesediaan Ricko untuk mengantar istrinya pulang kampung dengan mobil Aida.
"Siaaap Om! Kebetulan memang saya lagi santai. Berapa hari rencananya Ibu di kampung?"
"Sehari semalam palingan, hanya kondangan aja sih. Maaf kalau bisa sih Ricko juga pake batik, bisa kan?"
"Ah siaaap Om," Jawab Ricko semringah, walau sebenarnya dia kalem dan pendiam dibanding lima rekan lainnya.
Dalam kesempatan itu juga Fathan banyak bertanya tentang beberapa penghuni lainnya. Sebenarnya yang menjadi fokusnya adalah Donita yang dia pikir agak sedikit aneh. Namun sayang, Ricko justru tidak terlalu kenal dengan Donita walau mereka satu kampus dan kamarnya berdekatan. Ricko mengaku tidak banyak bergaul dengan Donita.
Setelah cukup puas ngobrol dan kesepakatan dicapai, Fathan juga memberikan sejumlah uang pada Ricko untuk membeli bensin dan lain-lain besok. Namun dengan sangat santun, Ricko menolaknya. Tentu saja hal itu semakin membuat Fathan kagum dan percaya sama anak muda yang berasal dari Flores Indonesia Timur sana.
Khusus bacaan kaum yang sudah bisa membaca dengan tentu saja yang bisa memainkan logikanya dengan sangat baik. Cinta, Asmara juga birahi memang terkadang tak ada logika. Kok Bisa? ikuti saja terus jangan kendor dan jangan sampai menyesal, Karena jika tidak membaca sampai tuntas, maka akan banyak kehilangan pemahaman dan logika-logika birahi yang terbarukan. Rugi bukan? Lebih baik baca sampai tuntas agar kita tidak termasuk ke dalam golongan orang-orang yang merugi. Setuju?
Novel ini berisi kompilasi beberapa cerpen dewasa terdiri dari berbagai pengalaman percintaan penuh gairah dari beberapa karakter yang memiliki latar belakang profesi yan berbeda-beda serta berbagai kejadian yang dialami oleh masing-masing tokoh utama dimana para tokoh utama tersebut memiliki pengalaman bercinta dengan pasangannya yang bisa membikin para pembaca akan terhanyut. Berbagai konflik dan perseteruan juga kan tersaji dengan seru di setiap cerpen yang dimunculkan di beberapa adegan baik yang bersumber dari tokoh protagonis maupun antagonis diharapkan mampu menghibur para pembaca sekalian. Semua cerpen dewasa yang ada pada novel kompilasi cerpen dewasa ini sangat menarik untuk disimak dan diikuti jalan ceritanya sehingga menambah wawasan kehidupan percintaan diantara insan pecinta dan mungkin saja bisa diambil manfaatnya agar para pembaca bisa mengambil hikmah dari setiap kisah yan ada di dalam novel ini. Selamat membaca dan selamat menikmati!
Keseruan tiada banding. Banyak kejutan yang bisa jadi belum pernah ditemukan dalam cerita lain sebelumnya.
Dua tahun setelah pernikahannya, Selina kehilangan kesadaran dalam genangan darahnya sendiri selama persalinan yang sulit. Dia lupa bahwa mantan suaminya sebenarnya akan menikahi orang lain hari itu. "Ayo kita bercerai, tapi bayinya tetap bersamaku." Kata-katanya sebelum perceraian mereka diselesaikan masih melekat di kepalanya. Pria itu tidak ada untuknya, tetapi menginginkan hak asuh penuh atas anak mereka. Selina lebih baik mati daripada melihat anaknya memanggil orang lain ibu. Akibatnya, dia menyerah di meja operasi dengan dua bayi tersisa di perutnya. Namun, itu bukan akhir baginya .... Bertahun-tahun kemudian, takdir menyebabkan mereka bertemu lagi. Raditia adalah pria yang berubah kali ini. Dia ingin mendapatkannya untuk dirinya sendiri meskipun Selina sudah menjadi ibu dari dua anak. Ketika Raditia tahu tentang pernikahan Selina, dia menyerbu ke tempat tersebut dan membuat keributan. "Raditia, aku sudah mati sekali sebelumnya, jadi aku tidak keberatan mati lagi. Tapi kali ini, aku ingin kita mati bersama," teriaknya, memelototinya dengan tatapan terluka di matanya. Selina mengira pria itu tidak mencintainya dan senang bahwa dia akhirnya keluar dari hidupnya. Akan tetapi, yang tidak dia ketahui adalah bahwa berita kematiannya yang tak terduga telah menghancurkan hati Raditia. Untuk waktu yang lama, pria itu menangis sendirian karena rasa sakit dan penderitaan dan selalu berharap bisa membalikkan waktu atau melihat wajah cantiknya sekali lagi. Drama yang datang kemudian menjadi terlalu berat bagi Selina. Hidupnya dipenuhi dengan liku-liku. Segera, dia terpecah antara kembali dengan mantan suaminya atau melanjutkan hidupnya. Apa yang akan dia pilih?