ergeming kaku menatap cermin. Lalu, keduanya menoleh dan salin
RG
kamar Pen. Dalam keadaan panik, mereka berjalan mondar-mandir sambil memegang kepala, dan
bertukar?" tanya Pen sembari menari
egang kedua aset Pen yang menggunung sambil menatap cermin di
capnya sembari me
dan rok kain selutut berwarna hitam yang sering dia gunakan saat bekerja. Pen bekerja sebagai kepala marketing di sebuah perusahaan yang m
tidak dihiraukan Pen. Dia memban
t sang ibu menariknya menuju kursi d
ara masalah konyol ini. Yang terpenting, sekar
k percaya ibunya sangat cantik setelah memberikan sedikit polesan di wajahnya. Dia gengsi untuk
e Mawar yang akan menuntunmu. Bilang saja kau jatuh dan terbentur, lalu sedikit amnesia." Tentu saja hanyit. "Ah ... gawat," imbuhnya sambil menghela napas. Dia
uar kamar sambil menggerutu. Ana mengikuti sang ibu, sampai mereka masuk ke da
engan baik," lanjut Pen masih gemetar sambil menyerahkan po
mberikan ponselnya kepada Pen. Namun, selang beberap
yakan tentang Ayah kepada Tante Mawar," batin Ana dengan tersenyum
pelan dengan telunjuk mengarah tepat di wajah A
iikuti Ana yang sangat santai berjalan. Mereka tinggal di la
i menggeleng kemudian masuk ke dalam mo
rsama Mawar harus bertemu klien yang akan memesan kue tart seharga ratusan juta untuk pernikahan akbar. Pen sangat cemas. Kepala Manajer
enatap Ana yang masih memandang sekitar. "Aku sangat mengandalkanmu, Ana. Kau diam
pintu saat Pen menganggukkan kepala. Dia hanya in
ntu ibumu." Pen menatap sayu, lalu segera pergi dar
belum punya sim," ucap Mawar masih
te. Lama g
lnya Tante? Dia segera mendekati Ana yang masih ber
emang amnesia?" ucapnya deng
susah payah. Dia lupa,
k ke dalam cafe itu dengan terburu-buru. Namun, langkahnya terhenti. Ana kebingungan harus duduk di ma
g sudah kau pesan khusus." Mawar menatap sambil bersede
ga." Mawar melangkah cepat menuju meja tepat di sebelah jendela
angsung saja, ya. Karena, ini membuatku
saking terkejutnya. Dia sangat heran. Pen tidak akan pernah lupa dengan
g. Mawar mencondongkan wajahnya tepat ke arah An
iri sambil berkacak pinggang. "Raden Anggara Mangkunegara ... sangat ... berengsek. Aku akan menghabisinya. Ya, itu yang selal
mendengar nama sosok yang ternyata ayahnya. Sebuah nama yang sama
k. Dia tak percaya dengan kenyataan yang dia dengar ba
u? Yang sering aku lihat di televisi, pewaris utama keturunan bangsawan keraton?" ta
a ini?" lanjut Ana spontan berdiri. Dia masih tidak bisa bergerak, hingga selang
waris u
dah gil