Tanpa sengaja Ana bertukar jiwa dengan sang ibu, hingga membuat kehidupan mereka berubah drastis! Dari mengetahui bahwa ayah kandungnya adalah lelaki super tajir pewaris utama bangsawan keraton yang sudah membuat kehidupannya hancur, sampai rahasia kelahirannya! Kini, hanya satu tekad Ana, yakni menyatukan orang tuanya yang sangat berbeda bagai langit dan bumi! Tapi, apakah semua smudah pikiran Ana?
"Katakan saja siapa ayahku, dan aku akan menurut," ucap Ana gadis remaja kelas tiga SMA. Dengan sangat santai dia melempar beberapa lembar hasil ujian ke atas meja di ruangan tengah. Masih tak peduli, Ana duduk di sofa mengamati Penelope ibunya yang sudah memperlihatkan wajah angker.
"Sudah Ibu bilang. Ayahmu memang meninggal!" Penelope yang biasa dipanggil Pen, membentak sembari mengambil semua lembar hasil ujian milik Ana. Kedua matanya melotot saat melihat semua nilai dengan tinta merah di setiap lembarnya.
Hidupnya selalu saja tidak tenang ketika pulang ke rumah. Ana masih sengaja membuat ulah. Pen yang berusaha menahan amarah, tetap saja gagal. Gadis itu terlihat tidak peduli dengan kemarahannya.
"Empat puluh, tiga puluh sembilan, dua puluh lima? Argh!" teriak Pen semakin keras. Dia meremas semua hasil ujian tengah semester itu. "Ana, ini bukan lelucon!" lanjutnya dengan tegas. "Apa ini ... karena pemuda itu? Pantas nilaimu jelek," imbuhnya kemudian membayangkan pemuda berambut keriting, berkulit hitam, dan gendut yang selalu mengantar anaknya pulang sekolah. Dia lemas, sambil memegang kepalanya yang terasa pening.
"Hei, hentikan!" protes Ana sambil mengunyah keripik. Dia duduk sambil mengangkat salah satu kakinya di kursi sofa, persis seperti pria saat nongkrong di warung.
Selama ini mereka berdua tinggal di sebuah apartemen kecil di tengah kota Yogyakarta. Pen yang terus berusaha membuat sang anak menurut, tetap saja gagal. Semua sudah dia lakukan mulai dari memberikan apa pun yang Ana mau. Tapi, tetap saja hubungan mereka selalu buruk.
Pen mendekati Ana dan menarik kakinya. Spontan menepuk paha Ana yang terlihat karena memakai celana pendek yang sangat ketat. "Kalau nilai ujian itu tidak kamu perbaiki, kau akan menyesal," kata Pen sangat pelan, dengan kedua mata melotot tajam.
"Apa urusanmu?" balas Ana santai sambil memperlihatkan gigi ratanya yang dipenuhi sisa keripik. Pen hanya menghela napas panjang.
"Apa maumu?" tanya Pen lemas dan akhirnya menyerah. Dia merebahkan tubuh di kursi sofa, sambil menatap Ana yang mendadak membuang keripiknya ke sembarang tempat.
Ana mendekati sang ibu, lalu duduk tepat di sebelahnya. Menatap Pen dengan tatapan sangat menusuk. Pen mengerutkan kedua alisnya sangat dalam, membalas tatapan itu. Kedua mata mereka saling bertumbukan tajam.
"Katakan maumu gadis muda?" ucap Pen pelan. Salah satu alisnya terangkat.
Ana tersenyum. Kali ini dia yakin berhasil membuat sang ibu akan mengatakan rahasia tentang ayahnya yang selama ini selalu ditutup rapat.
"Pen, kau tahu apa mauku," balas Ana dengan penekanan lebih. Kedua matanya menyipit. Menyorot tajam ke arah Pen, seperti pedang yang ingin membelahnya.
"Panggil aku dengan sopan," balas Pen sembari menepuk jidat Ana.
Pen berusaha mengatasi hatinya. Anak satu-satunya itu selalu memanggilnya dengan sebutan nama. Hal itu dilakukan Ana agar sang ibu mau mengatakan semua yang ingin dia ketahui tentang ayahnya.
"Aku akan memanggilmu Ibu ... kalau kau mengatakan siapa ayahku. Itu yang aku mau. Kau--"
"Ayahmu sudah mati. Ya, memang seperti itu. Apalagi yang harus Ibu katakan?" balas Pen singkat.
Seperti biasanya Pen masih saja menutup mulut. Pen hanya tidak ingin Ana mengingat sosok yang sudah membuatnya terpuruk. Dia selalu saja mengatakan kebohongan agar Ana bisa mempercayai semua perkataannya. Namun, Ana gadis yang sangat cerdas dan tidak bisa dikelabui begitu saja oleh Pen.
"Aku tidak percaya!" Ana kembali berteriak. Dia berdiri sambil berkacak pinggang. "Mana surat kematiannya?" imbuhnya sambil mengulurkan tangan tepat ke wajah Pen.
"Kami bercerai, lalu dia kecelakaan dan mati. Surat cerai sudah Ibu berikan kepadamu. Apa itu tidak cukup?" Pen menampis tangan Ana, kemudian beranjak dari duduknya. Dia berdiri tepat di hadapan Ana.
"Aku tidak percaya. Dasar pembohong." Ana mendorong pundak kanan Pen dengan kasar.
"Kau!" Pen berusaha menahan amarah ketika Ana sangat kurang ajar.
Ana sebenarnya sangat pintar. Pen pun tahu itu. Saat melakukan tes IQ di sekolahnya, Ana mendapatkan hasil luar biasa. IQ Ana sangat tinggi dan tergolong jenius. Bahkan mengalahkan semua teman satu sekolahnya. Ana hanya ingin kebenaran. Hingga dia selalu melakukan hal buruk di sekolah. Sengaja membuat dirinya terlihat bodoh dan nakal. Untuk memancing Pen agar memberitahunya. Tapi, usahanya selalu gagal. Pen tetap memilih bungkam.
"Argh! Selalu saja berbohong. Ayolah, Pen." Ana melemparkan tubuhnya kembali ke kursi sofa. "Paling tidak, inisialnya saja. Hei, aku sudah berumur 17 tahun, dan aku berhak mengetahuinya."
Pen mengurut pelipisnya. Dia kembali duduk, kemudian menundukkan kepala. "Apakah memiliki seorang ibu saja tidak cukup buatmu?"
Ana kembali berdiri dan menatap Pen yang seketika mendongakkan kepalanya. Kali ini dia menangis sambil menatap ibunya. "Tapi, kau tidak pernah merasakan menjadi diriku di sekolah. Kau tak tahu bagaimana rasanya menjadi seorang anak yang merindukan sosok ayahnya. Kau tidak tahu!" bentak Ana sambil menangis.
Pen semakin kecewa dengan pernyataan Ana. Dia pun berdiri, kemudian mendekati anaknya. Jarak mereka sangat dekat. Mereka semakin saling membalas tatapan dengan tajam.
"Apa kau tahu rasanya menjadi seorang ibu? Bagaimana perasaan Ibu tahu anaknya selalu saja bikin ulah? Kau tidak akan pernah tahu. Karena kau hanya memikirkan dirimu sendiri!" balas Pen semakin membentak.
Ana semakin geram. Dia masuk ke dalam kamarnya dan mengentakkan pintu sangat keras. Pen semakin tak percaya Ana sangat menyebalkan. Dia pun masuk ke dalam kamarnya.
Di dalam kamar, mereka sama-sama menangis. Rasa kesal membuat mereka tidak ingin keluar kamar. Hingga mereka menatap jendela kamar dan sangat terkejut ketika melihat bintang seakan jatuh dari langit. Keinginan masing-masing spontan terucap dalam batin terdalam.
"Andaikan Ibu bisa menjadi diriku dan tahu perasaanku," ucap Ana dengan menangis.
"Andaikan anakku tahu bagaimana menderitanya diriku saat ini," batin Pen sambil menghela napas panjang.
Tangisan keduanya pun reda saat tengah malam. Rasa kantuk semakin melanda mereka, membuat kedua mata yang ingin terbuka sudah terasa berat disangga. Mereka pun terlelap hingga pagi.
KRING!!
"Gawat!" teriak Pen ketika bunyi alarm di atas nakas memekakkan telinganya. "Aduh, aku bisa terlambat bekerja," gerutunya sambil berjalan cepat dan masuk ke kamar mandi.
Sementara, Ana kebingungan saat tidak mendengar alarm yang biasanya dia nyalakan di kamar. Tanpa melihat sekitar, dia segera menuruni ranjang.
"Adew, aku terlambat bangun. Argh!" teriak Ana berlari masuk ke dalam kamar mandi. Dia tak melihat sang ibu yang sudah berdiri di depan wastafel. Tentu saja membuat Pen marah. Apalagi odol yang dia gunakan muncrat akibat senggolan Ana.
"Kau--," ucap Pen terhenti saat melihat Ana. "Apa ini? Kok aku melihat diriku?" lanjutnya sambil menunjuk dirinya sendiri di hadapannya.
"Loh, kok aku kembar?" Ana pun menunjuk dirinya sendiri tepat di hadapannya.
Spontan mereka menolehkan pandangan ke kaca di atas wastafel. Kedua mata mereka melotot tajam, tak percaya dengan penglihatan mereka. Hingga mereka, "argh!" sama-sama berteriak keras.
"Kenapa aku jadi Ibu?!" teriak Ana.
"Kenapa aku jadi Ana?!" teriak Pen.
ARGH!!
Hidup Maya terlihat sempurna. Sebagai pengacara, dia berprestasi. Sebagai istri, dia memiliki suami penuh kasih. Tak hanya itu. Dia pun cantik. Hanya saja, semua runtuh ketika 12 tahun kebersamaan dikhianati sang suami yang tega berpoligami tanpa mengatakan apa pun padanya! Bahkan, Maya mendapati suaminya memiliki dua ranjang lainnya dengan para wanita yang sama sekali tidak dia duga. Lantas, bagaimana Maya mengungkap semuanya? Apakah Maya akan tetap mempertahankan pernikahannya atau ... pergi demi menjaga kewarasan? Ikuti perjuangan seorang wanita untuk mempertahankan hak, melawan tragedi, pengkhianatan, dalam, "Tiga Ranjang Suamiku."
Zara adalah wanita dengan pesona luar biasa yang menyimpan hasrat membara di balik kecantikannya. Sebagai istri yang terperangkap dalam gelora gairah yang tak tertahankan, Zara terseret ke dalam pusaran hubungan terlarang yang menggoda dan penuh rahasia. Dimulai dengan Pak Haris, bos suaminya yang memikat, kemudian berlanjut ke Dr. Zein yang berkarisma. Setiap perselingkuhan menambah bara dalam kehidupan Zara yang sudah menyala dengan keinginan. Pertemuan-pertemuan memabukkan ini membawa Zara ke dalam dunia di mana batas moral menjadi kabur dan kesetiaan hanya sekadar kata tanpa makna. Ketegangan antara kehidupannya yang tersembunyi dan perasaan bersalah yang menghantuinya membuat Zara merenung tentang harga yang harus dibayar untuk memenuhi hasratnya yang tak terbendung. Akankah Zara mampu menguasai dorongan naluriahnya, atau akankah dia terus terjerat dalam jaring keinginan yang bisa menghancurkan segalanya?
Hari itu adalah hari yang besar bagi Camila. Dia sudah tidak sabar untuk menikah dengan suaminya yang tampan. Sayangnya, sang suami tidak menghadiri upacara tersebut. Dengan demikian, dia menjadi bahan tertawaan di mata para tamu. Dengan penuh kemarahan, dia pergi dan tidur dengan seorang pria asing malam itu. Dia pikir itu hanya cinta satu malam. Namun yang mengejutkannya, pria itu menolak untuk melepaskannya. Dia mencoba memenangkan hatinya, seolah-olah dia sangat mencintainya. Camila tidak tahu harus berbuat apa. Haruskah dia memberinya kesempatan? Atau mengabaikannya begitu saja?
Anne mengikuti kontrak tertentu: dia akan menikah dengan Kevin dan melahirkan anaknya pada akhir tahun. Kalau tidak, dia akan kehilangan semuanya. Namun, itu lebih mudah diucapkan daripada dilakukan. Menghadapi penghinaan hari demi hari, dia sudah kehabisan kesabaran. Kali ini, dia tidak mau menyerah. Pada hari kecelakaan Kevil, Anne mengorbankan dirinya untuk menyelamatkannya. Meskipun dia hidup, dia akan segera menghilang di hadapan dunia. Nasib mereka terikat sekali lagi setelah bayi mereka tumbuh. Anne mungkin telah kembali kepadanya, tetapi dia bukan lagi wanita yang sedang mengejar cinta Kevin. Sekarang, Anne siap berjuang untuk putranya.
Untuk memenuhi keinginan terakhir kakeknya, Sabrina mengadakan pernikahan tergesa-gesa dengan pria yang belum pernah dia temui sebelumnya. Namun, bahkan setelah menjadi suami dan istri di atas kertas, mereka masing-masing menjalani kehidupan yang terpisah, dan tidak pernah bertemu. Setahun kemudian, Sabrina kembali ke Kota Sema, berharap akhirnya bertemu dengan suaminya yang misterius. Yang mengejutkannya, pria itu mengiriminya pesan teks, tiba-tiba meminta cerai tanpa pernah bertemu dengannya secara langsung. Sambil menggertakkan giginya, Sabrina menjawab, "Baiklah. Ayo bercerai!" Setelah itu, Sabrina membuat langkah berani dan bergabung dengan Grup Seja, di mana dia menjadi staf humas yang bekerja langsung untuk CEO perusahaan, Mario. CEO tampan dan penuh teka-teki itu sudah terikat dalam pernikahan, dan dikenal tak tergoyahkan setia pada istrinya. Tanpa sepengetahuan Sabrina, suaminya yang misterius sebenarnya adalah bosnya, dalam identitas alternatifnya! Bertekad untuk fokus pada karirnya, Sabrina sengaja menjaga jarak dari sang CEO, meskipun dia tidak bisa tidak memperhatikan upayanya yang disengaja untuk dekat dengannya. Seiring berjalannya waktu, suaminya yang sulit dipahami berubah pikiran. Pria itu tiba-tiba menolak untuk melanjutkan perceraian. Kapan identitas alternatifnya akan terungkap? Di tengah perpaduan antara penipuan dan cinta yang mendalam, takdir apa yang menanti mereka?
Warning!!! Khusus 18+++ Di bawah 18+++ alangkah baiknya jangan dicoba-coba.
ADULT HOT STORY 🔞🔞 Kumpulan cerpen un·ho·ly /ˌənˈhōlē/ adjective sinful; wicked. *** ***