erbenam. Makna dari lenggak-lenggok tubuhnya saat mengikuti irama musik bising di
ahkan itu. Dia akan terus bergerak hingga pagi dan kelab tutup. Jika hanya untuk beristirahat, paling-paling saat
a, para lelaki berkerumun mengelilingi. Ada enam pria yang siap memb
baru saja gajian, uangku banyak.
Sintia tak bermaksud memberikan kemolekan tubuhnya, meskipun dengan iming-iming uang yang banyak. Untuk apa? Uang bisa dia cari dengan bekerja. Toh, dia itu model. Satu kali pemotretan, bisa dapat uang. Sayangny
u, nggak, kalian?" kata S
anya berusaha menggertak agar para le
ila?! Sudah seperti artis pa
uli kalian mau atau ngga
a mengincar Sintia, ingin menikmati tubuh yang kata orang mirip gitar spanyol itu. Kenyataannya, b
g lain, terutama si lelaki berambut keriting yang sekian tahun hanya bisa menelan saliva saat memandangi tubuh Sintia yang dibalut pakaian terbuka: gaun tanpa lengan di atas lutut, menampilkan putih bersi
epala merasa ditimpuk batu raksasa. Karena itu, dia memilih p
al datang di kelab. Atau mungkin juga efek memikirkan keuangan yang semak
an waktu lama. Maling pun tidak mungkin karena dia tidak ahli melakukannya. Dirinya yang lain memberikan satu pilihan, yaitu menjual
a mengingat mitos yang selalu dibicarakan teman-temannya mengenai pohon tersebut. Temannya pernah bercerita bahwa pohon beringin yang t
dia tidak membawa kemenyan dan persembahan lain untuk digunakan memanggil penunggu pohon te
dia kenakan. Dia menarik napas dalam saat tiba di pohon, lalu menatap bagian atas pohon yan
h meminta bantuan pada pohon. Dia nyaris berpikir telah menjadi dungu karena uang. Bahkan dia sadar, di kondis
taran rasa takut yang mulai datang, Sintia memulai komunikasi den
an keinginan semua orang. Gimana ca
si. Jika dia seorang pemanah, dia lebih suka menembak
mbai-lambaikan cabang dan ranting. Sintia mulai mengulang pertanyaan, bahkan sampai tiga kali berturut
ohon bisa mengabulkan permoh
sap itu mengalir, meliuk-liuk tertiup angin, seolah-olah melawan hukum alam: tak ada asap bila tak ada api. Dia mencoba berpikir dari mana
a kering, sekarang justru basah lagi. Mata sipit Sintia membelalak. Yang bisa dilakukannya hanya
k sabar melihat akan jadi apa asap itu. Prosesnya berlangsung cukup lama. Suasana kelam semakin pekat setelah sebua
tangan, tetapi dia merasa tak mampu seolah ada yang mengikat dengan jerat yang susah dilepaskan. Dia jadi sadar dengan posisinya saat ini: tidak terasa be
t kembali, tetapi benar dugaannya bahwa dia sedang berbaring di sebuah ranjang kayu tua dengan tangan yan
LON
am itu, dia berpikir tidak seharusnya berada di sana. Dia harus
atuk-batuk dan mual. Sintia jadi tak bisa berteriak. Lalat-lalat dan kec
Sintia semakin lirih karena bau
k dapat dipercaya, tetapi sensasi itu nyata dan benar adanya. Tampak jelas di bola mata. Makhluk itu berhenti setelah berada di depan ranjang. Suara Sintia mendadak hilang saat makhluk itu mengangkat kepala, dan te
a sebelumnya, makhluk itu menungganginya seolah-olah kuda. Apa yan
ikat di ranjang. Namun, erat dan sangat keras. Bahkan semili pun di
.. pa
Makhluk itu seolah-olah singa buas yang berhasil menangkap mangsa. Sintia adalah mangsanya. Yang dii
I