ak mau mendengarkan semuanya. Dan ... seperti tidak memiliki masalah apa pun. Tapi
melingkarkan tangan ke tubuhku. Aku benar-benar masih tidak bisa melepaskan pikiranku dari suara wanita ya
p suamiku sambil meme
idak menduga. Sinar cahaya matahari sudah memasuki celah-celah jende
dan terbangun. Dia m
Dia segera menuruni ranjang tanpa melirikku. Ak
. Mas Farus tidak mempedulikannya. Dia hanya
ggilku den
erima handuk yang aku sodorkan kepadanya. "Sia
" jawabk
enghamilinya. Hmm, dia selalu merepotkan. Curhat, nangis, apalah," balasnya masih sa
Lalu berjalan mendekatiku, sambil memegang kedua pundakku dengan keras. "Aku ini t
dak memelukku erat. Mengelus-elus punggungku denga
gituan dulu," lanjutnya menggodaku. Sepertinya aku akan mempercayai ucapan Mas Farus. Kita sudah menikah cukup lama. Lagi pula, dia sama sekali tidak pernah
di gantungan itu cuci, ya. Baunya pengap
an kesal aku menatap suamiku sambil bersedeka
nggelitikku. "Nanti malam aku pulang terlambat. Aku memiliki pasien sangat banyak. K
Sambil membantunya memakai kemeja putih, aku menunggu jawabannya. Undangan itu tertulisk
ratan datang sendirian? Aku kemaren bilang ama dia kalau izin. Kau tahu
rti. Pekerjaanmu itu sangat penting
t. Baiklah, aku pergi dulu.
Farus. Pemandangan di hadapanku benar-benar luar biasa. Aku sangat bahagia melihatnya. Keluargak
ngku. "Aku berangkat dulu," lanjutnya kemudian segera keluar rumah dan menuju mobilnya. Kali ini dia
h siap." Mbok Sri
dulu. Setelah itu, makan nasi goreng b
ku dustakan. Kehidupanku selama ini selalu sempurna. Tidak ada masalah, atau p
terselampir di atas sandaran kursi. Tapi ... a
gera merogoh kantong jaket itu. Siapa tahu ada sesuatu yang harus aku ketahui. Dan ternyata ... Aku mengingatnya. Saa
nuju meja kaca riasku. Mengambil tas hitam berbahan beludru yang biasa aku
telah melihat sebuah barang yang sama berada di dalam tas
arang yang sama di jaket suamiku? Apalagi, aku menemukan sesuatu yang
ni? Mas, apakah kau