/0/21460/coverbig.jpg?v=39877e43e1ab7e96781c3d98c40b69be)
Irfan pernah berkata Amira tak akan berarti tanpa dirinya. Kini, kenyataan justru berbalik-Amira bersinar di puncak kesuksesan, sementara Irfan hanya bisa menatap penuh penyesalan. Ironisnya, pria yang pernah meremehkannya itu kini datang membawa sejuta rayuan. Apakah Amira cukup bodoh untuk menyerahkan hatinya lagi? Atau dia akan membiarkan mantan suaminya terus tenggelam dalam penyesalan? Ikuti kisah penuh emosi dan kebangkitan Amira dalam Bersinar Setelah Menjanda.
Rutinitas di pagi hari adalah sarapan agar kuat menghadapi kenyataan bukan banyak harapan seperti yang dilakukan Irfan.
Lelaki dewasa yang sudah rapi dengan kemeja dipadu dengan celana kain panjang dan sepatu pantofel itu menatap sinis ke arah sang istri yang sedang menghadap kompor.
"Dek... bisa enggak sih kamu perawatan, aku eneg lihat wajah kamu yang kusam dan dekil apalagi lihat badanmu yang makin hari makin melebar seperti gajah bengkak. Baru aja punya anak satu sudah kek gitu gimana kalau udah punya anak lima. Aku malulah, Dek, punya istri sepertimu, di kantor setiap hari selalu di suguhi wanita cantik, sexy dan wangi. Tapi di rumah selalu di sambut istri yang kucel dan bau bawang!!" omel Irfan. Ia menuju meja makan lantas menarik kursi untuk duduk, tangannya dengan cekatan mengambil piring lalu mengisinya dengan nasi beserta lauk yang di sajikan sang istri. Irfan sarapan dengan raut muka masam memandang sang istri yang memakai daster lecek serta rambut acak-acakan.
Wanita berwajah cantik alami namun tak terawat itu hanya bisa menghela nafas, keluhan seperti itu selalu keluar dari mulut suaminya setiap hari. Amira mematikan kompor setelah air di dalam panci mendidih lalu menuang airnya ke dalam gelas yang sudah berisi kopi.
"Kalau Abang mau aku cantik ya di modalin dong, Bang. Cantik itu butuh modal enggak sulapan," bantah Mira. Ia memendam emosi sembari meletakkan secangkir kopi susu di hadapan sang suami, meski setiap hari cacian dan makian ia dapatkan namun tetap melayani kebutuhan Irfan dengan baik.
Irfan makan dengan lahap bahkan ia menghabiskan lauknya tanpa memikirkan sang istri dan putrinya akan sarapan dengan apa. Setelah menyelesaikan sarapannya, ia kembali menimpali pembelaan Mira.
"Selama ini aku sudah memberimu uang seratus ribu untuk satu minggu kamu kemanain saja, harusnya kamu bisa menyisihkan sedikit untuk sekedar membeli skincare, Dek. Banyak tuh di toko biru, ataupun toko orange skincare yang enggak nyampe ratusan ribu sudah bisa bikin putih dan glowing," ujar Irfan dengan santai. Ia segera mengambil hp-nya dan mengetikan sesuatu.
Irfan menscrol beranda aplikasi hijau dan memperlihatkan kepada sang istri. Ia berpikir uang yang diberinya bisa cukup untuk berbelanja dan membeli skincare murahan tanpa mau tahu efek samping dari skincare itu.
"Nih lihat, banyak kan skincare dengan harga di bawah lima puluh ribu. Bahkan lima puluh ribu sudah dapat sepaket, kamunya aja yang enggak pandai mengatur uang dan malas merawat tubuh. Harusnya kamu tuh bisa menyenangkan suami biar suami betah di rumah, itu jerawat kamu makin hari makin penuh di wajah bikin aku makin jijik aja!" imbuh Irfan nyerocos tiada henti. Tanpa mau intropeksi diri ia selalu mencari-cari kekurangan sang istri.
"Boro-boro bisa pesan skincare dari aplikasi online, beli paketan data saja nggak mampu, Bang. Beli lauk untuk Abang saja rasanya ngos-ngosan. Abang pikir uang seratus ribu bisa cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari selama satu minggu, apalagi Abang saat makan selalu minta lauk ikan. Coba deh Abang yang belanja, aku tinggal masak saja," balas Mira dengan kesal.
Istri mana yang tidak kesal bila suami terus menuntut dirinya untuk tetap cantik tetapi memberi uang saja sangat pelit, Irfan hanya memberi nafkah seratus ribu untuk satu minggu. Dengan entengnya ia meminta sang istri untuk perawatan.
"Kamu pikir beli skincare itu pakai daun apa, Bang. Perawatan kalau belinya cuma sekali juga percuma enggak akan ada hasilnya. Sama saja percobaan kalau mau perawatan kan harus rutin memakainya," imbuh Mira.
"Kamu bilang nggak cukup, Dek, dasar istri boros banget sih bisanya cuma ngabisin duit suami aja. Nggak tahu apa aku capek-capek kerja kamu enak-enak tinggal ngabisin duitku saja. Mulai hari ini aku jatah kamu lima belas ribu, Dek, cukup enggak cukup kamu harus cukup-cukupin. Ngeluh mulu kerjaan kamu," ucap Irfan. Ia mengeluarkan uang lima belas ribu dari dalam dompetnya. Bukannya menambah uang belanja justru ia menguranginya.
"Dah.. Abang mau berangkat dulu. Oh ya kalau nggak mau beli data mending nebeng wifi deh punya tetangga depan rumah, makanya punya otak tuh di manfaatin jangan cuma dianggurin," imbuh Irfan. Ia segera beranjak dari duduknya dan segera melangkah keluar rumah.
"Abang, enggak sarapan dulu??" tanya Mira. Bahkan ia mengabaikan segala ocehan suaminya.
"Enggak, Abang sarapan di kantor saja. Bosen sarapan di rumah menunya tempe, telur mulu. Jangan lupa nanti sore masak rendang buat Abang!" jawab Irfan dengan ketus.
Amira tak membalas lagi ucapan Irfan, dan segera mencium punggung tangan sang suami dengan takzim. Selalu seperti itu saat Irfan bosan makan di rumah ia akan memilih jajan di luar tanpa mengingat anak dan istrinya. Mira bahkan tak tahu berapa gaji Irfan sebenarnya, menyebalkan bukan??.
Setelah kepergian Irfan, Mira segera mengambil nasi untuk sarapan Azzura Celina Nora, putri tercintanya yang berusia dua setengah tahun.
Celin, panggilan yang mereka sematkan untuk putri kecilnya, Celin sedang asyik bermain dengan mainannya di lantai.
"Mira....!! Kerjaan kamu ngapain saja hah, ini rumah kenapa seperti kapal pecah dibiarkan saja!" Terdengar teriakan dari arah ruang tamu, siapa lagi yang datang kalau bukan Bu Fatma, Ibu mertua Mira.
Namun Mira tetap membiarkan Bu Fatma terus mengomel, karena ocehan wanita paruh baya itu sudah menjadi makanan sehari- hari baginya.
Mira tetap tenang, tak tergoyahkan oleh kata-kata kasar itu ia hanya menghela nafas panjang, dan segera menghampiri dimana Celin berada.
"Nanti aku bersihin 'Bu, tadi habis ngurus bang Irfan dulu. Sekarang mau nyuapin Celin sarapan," balas Mira. Ia menatap Ibu mertua dengan tatapan tulus dan sabar.
"Alah... dasarnya saja kamu yang lelet dan pemalas. Dulu Ibu juga pernah ada di posisi kamu, setiap subuh ibu sudah bangun dan mengerjakan pekerjaan rumah jam tujuh semua sudah selesai, Ibu sudah mandi dan dandan yang wangi. Jadi suami tuh betah di rumah. Makanya mumpung anaknya masih tidur itu kita segera melakukan tugas istri dan ibu rumah tangga, bukanya malah ikut ngebo mulu," sungut Bu Fatma dengan menggebu.
Mira sama sekali tak mau meladeninya lagi, ia memilih fokus bermain bersama sang putri. Setelah selesai menyuapi Celin, ia segera memandikannya.
"Heh, kamu dengar enggak sih Ibu ngomong apa? Orang tua kalau ngomong itu dengerin dan dikerjakan bukan malah diam aja! Dasar wanita pemalas!" protes Bu Fatma karena Amira hanya diam saja dan memilih masuk ke dalam kamar mandi.
"Mira! Kamu budeg ya enggak punya telinga, kenapa diam aja? Apa kamu tiba-tiba bisu?" panggil Bu Fatma dengan suara meninggi.
Celin memeluk sang Ibu dengan erat karena takut dengan suara tinggi Neneknya. Mira memilih meng'iya'kan saja agar Bu Fatma cepat diam.
"Iya, Bu, aku udah denger kok," balas Mira.
"Kalau ngejawab itu jangan iya, iya, terus. Harus dilakukan, udah pemalas jorok lagi!" ucap Bu Fatma dengan ketus. Ia akhirnya keluar dari rumah ini membuat hati Mira merasa lega dan bisa mengurus putrinya dengan tenang.
Saat Mira selesai membereskan rumah dan memastikan Celin tertidur, ia merasakan kelelahan yang mendalam. Pandangannya menerawang keluar jendela, memikirkan Irfan yang akhir-akhir ini lebih sering menghabiskan waktu di luar rumah.
Sebuah suara samar mengganggu lamunannya, ponselnya berbunyi. Mira melirik layar dan mendapati sebuah pesan SMS dari nomor tak dikenal. Meski ragu, ia membuka pesan tersebut, dan kata-katanya membuat bulu kuduknya berdiri.
Apakah kamu tahu ke mana Irfan pergi setiap malam?
Mira membaca pesan itu berulang kali, berusaha mencerna maksudnya. Siapa yang mengirim pesan ini? Apa maksudnya?
Pikirannya berkecamuk, namun ia mencoba menepis rasa cemas yang tiba-tiba datang. Mungkin hanya orang iseng. Tetapi, saat ia hendak meletakkan ponsel, pesan lain masuk.
Jangan terlalu percaya. Semakin kamu diam, semakin dia akan terus berbohong.
Mira merasakan detak jantungnya semakin kencang, seolah pesan-pesan ini mengisyaratkan sesuatu yang selama ini tak ia sadari. Ia menggenggam ponsel itu erat, mencoba menenangkan diri, namun perasaan aneh dan mencurigakan mulai menyelimuti pikirannya.
Ia memandang wajah Celine yang tertidur lelap di sampingnya, dan firasat buruk perlahan muncul di hatinya.
Apa yang sebenarnya terjadi di belakangku? batin Mira
Menikah dengan orang yang kita cintai tak menjamin rumah tangga tetap adem dan ayem apalagi bahagia. Bagaimana jadinya bila di paksa menikah dengan orang yang tak kita cintai dan tak mencintai kita. Orang tua memaksaku untuk menerima pinangan seorang duda keren setelah aku di talaq suami dzholim dan pelit. Lalu apakah aku mampu membangun rumah tangga tanpa adanya rasa cinta di hati kami? Apa aku akan terus terjebak dalam luka dan derita pernikahan? Atau justru aku akan menemukan kebahagian dalam rumah tangga yang di awali tanpa adanya cinta? Yuk simak perjalanan kisah hidupku, wanita yang dihina suami dan ibu mertua hanya karena aku lulus SD dan miskin. Tetapi setelah di cerai justru aku menikah dengan duda pengusaha kaya raya. Kami menikah tanpa adanya cinta diantara hati masing-masing.
Hari itu adalah hari yang besar bagi Camila. Dia sudah tidak sabar untuk menikah dengan suaminya yang tampan. Sayangnya, sang suami tidak menghadiri upacara tersebut. Dengan demikian, dia menjadi bahan tertawaan di mata para tamu. Dengan penuh kemarahan, dia pergi dan tidur dengan seorang pria asing malam itu. Dia pikir itu hanya cinta satu malam. Namun yang mengejutkannya, pria itu menolak untuk melepaskannya. Dia mencoba memenangkan hatinya, seolah-olah dia sangat mencintainya. Camila tidak tahu harus berbuat apa. Haruskah dia memberinya kesempatan? Atau mengabaikannya begitu saja?
Dua tahun lalu, Regan mendapati dirinya dipaksa menikahi Ella untuk melindungi wanita yang dia sayangi. Dari sudut pandang Regan, Ella tercela, menggunakan rencana licik untuk memastikan pernikahan mereka. Dia mempertahankan sikap jauh dan dingin terhadap wanita itu, menyimpan kehangatannya untuk yang lain. Namun, Ella tetap berdedikasi sepenuh hati untuk Regan selama lebih dari sepuluh tahun. Saat dia menjadi lelah dan mempertimbangkan untuk melepaskan usahanya, Regan tiba-tiba merasa ketakutan. Hanya ketika nyawa Ella berada di tepi kematian, hamil anak Regan, dia menyadari, cinta dalam hidupnya selalu Ella.
WARNING 21+‼️ (Mengandung adegan dewasa) Di balik seragam sekolah menengah dan hobinya bermain basket, Julian menyimpan gejolak hasrat yang tak terduga. Ketertarikannya pada Tante Namira, pemilik rental PlayStation yang menjadi tempat pelariannya, bukan lagi sekadar kekaguman. Aura menggoda Tante Namira, dengan lekuk tubuh yang menantang dan tatapan yang menyimpan misteri, selalu berhasil membuat jantung Julian berdebar kencang. Sebuah siang yang sepi di rental PS menjadi titik balik. Permintaan sederhana dari Tante Namira untuk memijat punggung yang pegal membuka gerbang menuju dunia yang selama ini hanya berani dibayangkannya. Sentuhan pertama yang canggung, desahan pelan yang menggelitik, dan aroma tubuh Tante Namira yang memabukkan, semuanya berpadu menjadi ledakan hasrat yang tak tertahankan. Malam itu, batas usia dan norma sosial runtuh dalam sebuah pertemuan intim yang membakar. Namun, petualangan Julian tidak berhenti di sana. Pengalaman pertamanya dengan Tante Namira bagaikan api yang menyulut dahaga akan sensasi terlarang. Seolah alam semesta berkonspirasi, Julian menemukan dirinya terjerat dalam jaring-jaring kenikmatan terlarang dengan sosok-sosok wanita yang jauh lebih dewasa dan memiliki daya pikatnya masing-masing. Mulai dari sentuhan penuh dominasi di ruang kelas, bisikan menggoda di tengah malam, hingga kehangatan ranjang seorang perawat yang merawatnya, Julian menjelajahi setiap tikungan hasrat dengan keberanian yang mencengangkan. Setiap pertemuan adalah babak baru, menguji batas moral dan membuka tabir rahasia tersembunyi di balik sosok-sosok yang selama ini dianggapnya biasa. Ia terombang-ambing antara rasa bersalah dan kenikmatan yang memabukkan, terperangkap dalam pusaran gairah terlarang yang semakin menghanyutkannya. Lalu, bagaimana Julian akan menghadapi konsekuensi dari pilihan-pilihan beraninya? Akankah ia terus menari di tepi jurang, mempermainkan api hasrat yang bisa membakarnya kapan saja? Dan rahasia apa saja yang akan terungkap seiring berjalannya petualangan cintanya yang penuh dosa ini?
"Meskipun merupakan gadis yatim piatu biasa, Diana berhasil menikahi pria paling berkuasa di kota. Pria itu sempurna dalam segala aspek, tetapi ada satu hal - dia tidak mencintainya. Suatu hari setelah tiga tahun menikah, dia menemukan bahwa dia hamil, tetapi hari itu juga hari suaminya memberinya perjanjian perceraian. Suaminya tampaknya jatuh cinta dengan wanita lain, dan berpikir bahwa istrinya juga jatuh cinta dengan pria lain. Tepat ketika dia mengira hubungan mereka akan segera berakhir, tiba-tiba, suaminya tampaknya tidak menginginkannya pergi. Dia sudah hampir menyerah, tetapi pria itu kembali dan menyatakan cintanya padanya. Apa yang harus dilakukan Diana, yang sedang hamil, dalam jalinan antara cinta dan benci ini? Apa yang terbaik untuknya?"
Bima tak menyangka, jika seorang gadis yang dia tolong seminggu yang lalu akan menjadi ibu susu anaknya. Dia adalah Jenny, seorang gadis cantik berusia 18 tahun yang masih berstatus pelajar SMA. Namun, entah alasan apa, diumurnya yang masih terbilang muda gadis itu sudah mengandung. Apa mungkin karena salah pergaulan? Atau justru memang dia sudah menikah? Semakin lama dilihat, Jenny semakin mempesona. Hingga membuat seorang Bima Pradipta yang masih berstatus suami orang menyukainya. Dan suatu ketika, sebuah insiden kesalahan pahaman membuat keduanya terpaksa menikah dan menjadikan Jenny istri kedua Bima. Akankah pernikahan mereka abadi? Lalu, bagaimana dengan Soraya istri pertama Bima? Akankah dia terima dengan pernikahan kedua Bima? Atau justru dialah yang terlengserkan? “Setelah kita menikah, aku akan menceraikan Raya, Jen!” Bima~ “Kalau begitu Bapak jahat namanya, masa Bu Raya diceraikan? Aku dan dia sama-sama perempuan, aku nggak mau menyakitinya!” Jenny~