b
u Pada
ambur ke depan begitu mendengar te
l melotot. Jari telunjuk dan jari tengahku ing
mengaduk
ua bukannya langsung nyahut malah diam aja
pa sih masalahnya?! Lagian bisa nggak sih ibu nggak
ya. Awas kalau Akbar datang, Ibu aku akan adukan semuanya sama d
anita itu, yang seperti mau mencari gara-gara denganku. S
tagfir
Ibu sekarang mau apa, coba je
an nggak kepayahan apa?!" Membuang napas yang bercokol di dada,
rc
m dada. Kenapa wanita itu tidak
mbil menghubungi seseorang. Yang kutahu kalau tidak anak perta
.
i sini, lama-lama bicara dengan istr
teriakkan di depan wajahnya, bukan hanya
n tentram. Ibu bahkan datang sambil membawa bom Hiroshima,
sisnya. Dia kembali duduk di kursi, meraih minumnya sambil memastikan panas
yang sudah diungkep sebelumnya, hingga akhirnya aku menggorengn
a makan. Namun wanita itu sepertinya masih betah berada di dalam kamar. Entah Ibu se
hut setelah aku berteriak. Barang bawaan Ibu masih teronggok dekat pintu masuk kecual
ibu yang melotot menyambutku. Berbeda ketika tenga
wanita itu mencicipinya terlebih dahulu dengan ujung jarinya, kemudian tanpa bicara dudu
an diri di kamar sambil memainkan ponsel. Membaca novel-novel online yang selalu berhasil membuatku tertawa, menang
lebarnya. Bagaimana jika ada kucing tetangga yang masuk, bisa-bisa ayam di atas meja digondol oleh mereka.
ngan sisa-sisa nasi yang tidak rapi. Padahal wanita itu tinggal di desa dan adiknya adalah seorang petani, seharusnya wanita itu tidak menyia-nyiakan
*
an. Aku segera mendekat setelah menyelesaikan ibadah shalat ashar. Sebelu
ngah sambil mencium tangan wanita itu. Aku masih b
segala pulang, kalau n
gi sih
juga Ibu datang, Ibu sudah disuguhi teh panas yang membakar lidah Ibu. Kamu lihat nih bibi
sambil melepas sepatu kemudi
u. Kerjaan di kantor sangat berat, apalagi para staf se
lain. Kasihan suamiku itu, pria yang sudah bekerja selama 8 bulan itu harus mendapat perlakuan tidak adil
ai membuat Ibu salah paham. Wanita itu selain selalu membuat ulah, juga kadang-kadang per
an aku. Padahal kamu tahu kan, aku begitu menyayangi i
mengenakan, aku berbicara duluan aga
sangat pintar sekali bersuara. Entahlah, wanita itu seperti m
dua tiga hari juga pulang. Tinggal bagaimana sikapmu saja menanggapinya, lagi pula kita kan harus memuliakan tamu. Te
uga nggak mau ya sampai Mas terlalu percaya pada perkataan Ibu. Jika sampai Ibu berkata macam-macam, tolong
mas waktu itu karena le
amanya. Bahkan aku merasa hidup seorang diri. Meskipun aku tinggal bersama dengan seorang suami dan keluarganya, tapi tak ada seorangpun yang mau bicar
ara aku memilih menunggu sambil memainkan ponsel. Ingin mengobr
san resah dengan ucapan Ibu yang serba s
engan suami dan jarang bergaul dengan tetangga; ke
a tidak menyetok daging sapi banyak-banyak, karena selain modalnya besar, takutnya ngga
ika mereka membutuhkan sesuatu, bisa langsung menghubungi ke nomorku. Jadi be
seger,
pi Mas la
ake sambal tomat." Semanis mungkin kupasang wajahku agar tidak membuat suamiku bete. Di kantor dia ditekan o
istriku ini pe
aku pada pelukannya yang menenangkan. Hingga
ehm