sofa. Wajah pucatnya tidak lagi bersemangat, sem
juga?" gerutu wanita itu sebelum terpejam menahan mual. Malangny
pusing saja," lanjutnya
g? Apakah karena
Dengan tampang datar, ia menjawab, "Ya, tapi bukan karena rasanya. Sup toma
dari dapur itu mengangguk-angguk. "Kalau
kirkan semua debu dari ruang ini. Tidak bisakah kau memberikan aku waktu istirahat?" prote
kau harus menuruti semua perintahku. Sekarang," Tuan Dingin memuta
njak dari sofa. "Kanibal sepertimu punya kamar tidur? Apaka
pakaian beraneka aroma membuatnya tidak layak ditempati. Belum lagi debu yang menggunung dan sarang laba-lab
a jauh lebih bersih dari ruangan ini," seru wa
eri komentar. Sekarang, mulailah bergera
kali tidak peduli dengan raut jijik di wajah Amber. Laki-laki
seraya mengibas-ngibas debu yang menghalangi pandangannya. "Dingin,
ur, ada sebuah lemari, meja, dan kursi di dalamnya. Semua perabotan itu
Kenapa banyak sekali? Lalu untuk apa dia punya lemari?" gerutu Amber s
ng melengkung maksimal. Di luar dugaan, pakai
mental? Kenapa hanya baju-baju ini yang dia jaga denga
rah di dasar lemari. Penasaran, ia pun membukanya. Ketika
a pusing dan mual yang sempat meradang seketika lenyap tergantikan kek
melihat ujung sweater yang hampir mengenai lututnya. "
i tubuhnya. "Dia pasti tidak keberatan kalau aku meminjam." Tanpa s
*
dah habis.
pintu. Sambil mengelap hidung dengan punggung tangan, ia
dan kursi yang belum kubereskan," tera
Dingin pun terbelalak. Sambil menggertakkan
ter ini?" hardiknya samb
erut tak senang. "Aku menemukannya di lemari. Daripada
gkar barang-barang pribadiku
. Sembari menyingkirkan tangan sang pria dari lengannya,
at b
lebih dulu menarik sweaternya ke atas. Tak ingin tubuhnya terlihat,
aian ini dari t
gu du
lekat di tubuhnya. Akan tetapi, Tuan Dingin tidak kenal iba
i kamar!" pekik Amber di
p lagi bersabar, Amber akhirnya melayangkan tamparan keras.
h sopan? Bagaimanapun, aku ini seorang wanita. Kau tidak boleh menarik-narik bajuku seperti tad
ini milikku. Rumah yang kau injak ini juga milikku. Kau seharusnya tahu d
sudah tidak teredam. "Koreksilah omonganmu itu! Aku bukan mengobrak-abrik,
mengenakan pakaianku! Kau tahu? Aku sangat menyesal telah m
berada di sini? Aku terpaksa. Hanya pondok kumuh ini harapanku untuk bertahan hidup. Dan
. Kau bisa keluar kapan saja, dan aku tidak akan melarang,
apas yang bergemuruh, Amber menusuk-nusuk pundak sang pria dengan telunjuk runcing
dah berbaik hati menjemur mantelmu di luar. Apakah kau mengharapkan aku juga ya
jendela di dekat sofa. Setelah menyingkap tirai,
ar tadi pagi?" sesal wanita itu sebelu
a terbungkus sweater, tidak butuh waktu lama untuk Amber mulai menggigil. Ke
Karena itukah Dia mengirimku kemari? Untuk
! Aku tidak akan menyerah. Malam ini juga, aku akan keluar dari pondok t