Kisah spin off Lilian (Mera dalam Kiss for Prince Kouza). Warning 21+ harap bijak dalam membaca. Lilian Audrey Grey, gadis misterius yang penuh dengan rahasia kelam dan memiliki kemampuan spesial yang unik, mengalami perubahan besar dalam hidupnya. Ia mau tak mau harus berurusan dengan Jaden, pria berengsek yang kasar dan sangat membencinya itu. Jaden selalu mengintimidasinya karena warisan dari neneknya yang Lilian terima tanpa sepengetahuannya, membuat pria itu menganggapnya sebagai penipu yang licik. Pria itu selalu mengganggunya, hingga akhirnya Lilian tak berkutik saat dihadapakan pada sebuah ancaman dan perjanjian kontrak mesum tak bermoral secara sepihak dari pria yang membencinya itu. Kontrak apakah itu? Apakah Lilian akhirnya menyetujui kontrak meresahkan yang sangat menggodanya bagaikan madu tersebut dan menyerah pada Jaden? Lalu bagaimana dengan Jaden sendiri? Apakah ia akhirnya dapat melihat Lilian dengan cara yang berbeda saat mengetahui rahasia kelam dan unik tentangnya? Atau ia akan tetap pada pendiriannya untuk menyiksa wanita itu dan menganggap Lilian sebagai wanita penipu selicik ular seperti sebelumnya?
Lilian menghela napasnya dan kembali mendesah. Gadis berkacamata berambut hitam bergelombang itu tampak sangat gelisah di depan meja kerjanya.
Kemarin saat dirinya menghadiri pesta pernikahan Myan dan Devon yang merupakan putra dari bos tempatnya bekerja, Lilian sudah merasakan firasat yang begitu buruk.
"Ini untukmu, mungkin tidak seberapa, aku harap kau dapat menemukan kebahagiaanmu dan segera menyusulku Lilian."
Ucapan Myan kemarin masih terngiang-ngiang jelas di pikirannya. Lilian ingat ekspresi lembut dan tulus dari Myan saat ia berkata pada dirinya.
Setelahnya, ia merasa tidak tenang karena Myan, istri Devon memberikan sepasang gelang kulit berbandul kristal kepadanya tempo hari. Mengembalikan lebih tepatnya, karena memang gelang tersebut sebelumnya adalah miliknya.
"Kau wanita yang baik, berkat dirimu aku dapat bersatu dengan orang yang aku cintai. Aku berharap kau pun dapat mengalaminya Lilian." Myan tersenyum padanya.
"Ini juga, aku kembalikan. Kami sudah cukup mendapat kebahagiaan yang kami inginkan." Lalu Myan saat itu meletakkan begitu saja sepasang gelang kulit yang ia maksudkan sebelumnya.
Gelang kulit yang konon dapat menyatukan pasangan yang berjodoh itu akan bersinar apabila seseorang bertemu dengan pasangan sejatinya. Dan saat Myan meletakkan di atas telapak tangannya sendiri saat itu, Lilian bersumpah melihat gelang itu bersinar!
Lilian seketika shock dan begitu ketakutan saat dirinya dapat dengan jelas melihat seberkas sinar putih yang bercahaya dari bandul batu kristal tersebut.
Ia sangat ketakutan lalu refleks melempar begitu saja gelang pasangan yang membuatnya bergidik itu di tengah-tengah hamparan taman bunga tempat acara pesta berlangsung. Setelah itu Lilian melarikan diri secepatnya dan pergi begitu saja dari sana tanpa menoleh lagi sedetik pun.
Selama 30 tahun dalam hidupnya, baru kali ini ia melihat dengan mata kepalanya sendiri bahwa gelang tersebut benar-benar bersinar di hadapannya!
"Apa gelang itu benar-benar akan membuatku bersatu dengan pasangan jiwaku?" Lilian bertanya-tanya dalam hati.
Seperti yang telah gelang itu lakukan pada Myan dan Devon, gelang pasangan itu menyatukan mereka dengan cara yang unik dan misterius.
"Tidak, semua pasti hanya kebetulan. Tidak mungkin semudah itu aku akan bertemu dengan jodohku kan?" gumamnya lagi sambil menerawang.
Lilian kemudian memandang buket bunga yang masih tergeletak tepat di atas mejanya.
Kemarin tanpa sadar ia membawa buket tersebut ke dalam kantor saat dirinya melarikan diri dari tempat pesta. Lilian yang terburu-buru hanya sempat mengambil berkas penting miliknya, dan tak sengaja meninggalkan buket itu.
Lilian tersenyum sinis dan menggeleng. Dalam hatinya terasa pilu dan pedih saat seseorang memberinya sedikit kehangatan atau menunjukkan perhatian kepadanya.
Lilian tak ingin, Lilian merasa tidak pantas untuk mendapatkan kehangatan atau pun kasih sayang dari seseorang. Siapapun itu.
"Hh! Myan, kau tak tahu apa-apa tentang diriku. Aku bukanlah siapa-siapa." Lilian kembali mendesah dan menyandarkan dirinya pada kursi kerjanya.
Jika orang lain tahu siapa dirinya sebenarnya, ia ragu mereka akan tetap mau bertahan di sisinya tanpa syarat apa pun.
Sampai saat ini ia hanya membuka rahasia kelamnya pada satu orang. Orang itu adalah Tuan Greg. Bos pemilik perusahaan tempatnya bekerja. Ayah Devon.
Lilian berhasil bekerja di perusahaannya karena ia pernah menyelamatkan Greg dari kematian. Jika bukan karena itu, ia sendiri ragu perusahaan lain akan menerimanya untuk bekerja. Dan hanya Greg yang membantunya bertahan sejak ia remaja hingga saat ini.
Ketukan halus pintu ruangan miliknya, seketika membuyarkannya dari lamunan.
Ya, Lilian memiliki ruangan sendiri dalam perusahaan. Karena kebaikan Greg dan rasa pengertian pria itu padanya, ia dapat leluasa bekerja tanpa perlu banyak berinteraksi dengan orang lain.
"Selamat pagi Lilian! Aku ingin kau memeriksa hasil kerjaku sebelum aku menyerahkannya pada Tuan Greg." Silvia gadis berambut pirang dan bermata biru itu tersenyum cerah padanya.
Silvia adalah sekretaris Tuan Greg. Jika ia ditempatkan di ruangan depan di mana semua orang dapat melihatnya, lain halnya dengan Lilian. Lilian menempati ruangan di belakang Silvia, tepat sebelum tikungan yang menghubungkannya ke lorong kecil dan mengarahkannya ke pintu masuk ruangan Greg.
"Baiklah, letakkan saja Silvia, aku akan memeriksanya untukmu."
"Oke." Seolah mengerti jika Lilian tak suka disentuh, Silvia meletakkan begitu saja tumpukan berkas-berkas di atas mejanya.
"Ah! Satu lagi, apa mungkin kau ingin bergabung dengan kami untuk makan siang nanti? Karena seperti rumor yang aku dengar, hari ini kita akan kedatangan klien penting yang sangat tampan yang akan bekerjasama dengan perusahaan periklanan kita. Apa kau tahu siapa orangnya Lilian?" Silvia tersenyum penuh semangat.
"Dia adalah Jaden! Oh My God! Kau tahu betapa tampan dan menariknya ia sebagai seorang selebriti chef terkenal yang banyak dikagumi oleh para penggemarnya?"
"Aww! Aku tak sabar ingin melihat wajah aslinya dari dekat!" Silvia bercerita dengan menggebu-gebu dan tanpa sadar pula sedikit berjingkrak karena terlalu bersemangat.
Lilian tak memberikan reaksi apa pun selain tatapan datar yang biasa ia berikan pada siapa pun.
"Aku akan memberikan laporanmu tepat saat makan siang. Itu akan ada di mejamu dengan hal-hal yang perlu kau perbaiki nantinya."
Hanya itu saja balasan yang Lilian berikan padanya. Jelas ia tak tertarik sedikit pun dengan cerita Silvia.
"Oke. Dan Lilian, bisakah kau sedikit lebih menyenangkan dan.... ah, sudahlah lupakan saja."
Silvia berhenti berbicara saat Lilian menatapnya dengan tatapan tajam. Ia berlalu dan keluar begitu saja dari ruangan Lilian tanpa menyelesaikan ucapannya.
Lilian menghembuskan napasnya. Sedikit lega karena ia telah terbebas dari celotehan Silvia pagi ini.
Tak berselang lama, telepon di atas mejanya berdering. Lilian segera menerima telepon tersebut karena menandakan sambungan penerimaan telepon dari meja Silvia sedang sibuk.
"Halo selamat pagi, Starry Advertising. Dengan Lilian, ada yang bisa saya bantu?"
"Selamat pagi. Aku Seth sekretaris Tuan Jaden, ingin mengkonfirmasi lagi jadwal pertemuannya dengan Tuan Greg."
"Baik silakan, saya akan mencatat pesan Anda".
"Tuan Jaden kemungkinan akan sedikit terlambat untuk jadwal pertemuan dengan Tuan Greg karena ia masih harus menyelesaikan pemotretan yang telah terjadwal. Bisakah Anda mengatur ulang kembali jadwal pertemuannya dengan Tuan Greg, Nona?"
"Boleh saya tahu, Tuan Jaden ingin menyesuaikan pertemuan pada jam berapa?"
"Sekitar jam dua setelah makan siang. Semoga jalanan tidak padat. Jika ada pemberitahuan perubahan lagi, aku akan mengkonfirmasi kembali."
"Baik Tuan Seth, sudah saya catat. Anda nanti dapat menemui Silvia, sekretaris Tuan Greg. Ia akan mengantarkan Anda dan Tuan Jaden ke tempat ruang pertemuan."
"Baik, terima kasih"
Setelah panggilan terputus, Lilian segera menghubungi Greg untuk memberitahu perubahan jadwalnya hari ini.
Beberapa bulan ini Greg sering memilih untuk bekerja dari rumah. Setelah putra satu-satunya Devon mengalami kecelakaan dan harus menjalani pemulihan, ia sementara waktu memilih untuk menemani putranya dan melakukan pekerjaan-pekerjaannya dari rumah saja.
Dan setelah putranya menikah kemarin, ada kemungkinan Greg akan mulai bekerja lagi di kantor. Terbukti, sudah beberapa hari ini ia memerintahkan Lilian untuk menetap di kantor tanpa perlu kembali lagi ke kediamannya.
Lilian bisa dibilang sekretaris merangkap asisten Greg yang cekatan. Ia tak akan menyia-nyiakan atau menghabiskan waktu kerjanya untuk hal yang menurutnya tak berguna. Selama ini, semua pekerjaan dan kepentingan Greg dapat Lilian atasi dengan cermat dan tepat waktu.
Lilian senang menghabiskan waktu kerjanya untuk menyelesaikan tugas-tugas kantor yang memang menuntut tanggungjawab yang tinggi. Untuk itu, Greg selalu mempercayakan semua urusan kantor pada Lilian. Karena Greg sendiri telah mengakui kemampuan dan kecerdasan Lilian dalam menyelesaikan pekerjaannya.
****
Tak terasa waktu telah menunjukkan jam makan siang. Laporan milik Silvia yang ia koreksi dan janji ia berikan saat jam makan siang pun telah selesai Lilian periksa.
"Oke, berkas kontrak dan laporan sudah beres." gumamnya puas dengan hasil pekerjaannya sendiri.
Lilian bangkit dari kursinya. Menenteng berkas milik Silvia, dan di tangan yang lainnya ia menggenggam sebuah mug kopi miliknya untuk ia isi ulang lagi.
Pada saat jam makan siang kantor biasanya sepi. Dan ini kesempatan bagi Lilian untuk leluasa keluar masuk pantri kantor tanpa berpapasan dengan banyak orang.
Ia sudah biasa melewatkan jam makan siangnya sendirian. Ia terbiasa makan sedikit biskuit atau buah dan minum kopi atau jus sekadar untuk mengganjal perutnya.
Lilian menuju meja kerja Silvia setelah ia menutup pintu penyekat ruangannya sendiri. Saat ia hendak meletakkan berkas milik Silvia, seseorang tiba-tiba masuk dan menyapanya.
"Halo, selamat siang!"
Seorang pria berwajah menarik dan berbadan ideal dan lebih tinggi darinya melangkah masuk ke dalam ruangan para karyawan.
"Apa kau Silvia? Aku kemari untuk bertemu dengan Tuan Greg," wajah cerah pria itu tersenyum padanya.
Lilian yang terkejut dengan kehadiran pria tak dikenal itu sedikit bersikap waspada. "Maaf, apa Anda sudah membuat janji?" tanyanya kemudian.
"Ya, aku sudah membuat janji. Sebenarnya, aku mungkin datang terlalu cepat dari jadwal yang seharusnya sudah dijanjikan. Aku kemari untuk..."
Mungkin karena pembawaan sikapnya yang terlalu ramah, pria itu secara natural maju untuk lebih dekat dengan Lilian.
Tapi Lilian yang begitu panik karena kedekatan yang tiba-tiba, sontak mundur beberapa langkah untuk menghindari kedekatan pria itu, hingga tanpa sadar heelsnya membelit kabel yang menjulur di antara meja Silvia dan sukses membuatnya terhuyung.
Sialnya kejadian itu membuatnya menumpahkan sisa kopi pada bajunya sendiri!
Beruntung! Karena refleksnya, Lilian berhasil menopang tubuhnya dengan salah satu lengannya sehingga ia tidak sampai terjatuh yang mungkin dapat membuat situasinya lebih memalukan lagi baginya.
"Wow! Kau tak apa-apa? Biarkan aku membantumu untuk ..."
"Jangan!"
Lilian bangkit dari keterkejutannya sendiri saat pria itu semakin mendekat dan berusaha untuk membantunya. Pria itu sendiri tampak sedikit terkejut dengan sikap keras Lilian.
Lilian meraih beberapa helai tisu yang ada di atas salah satu meja rekannya yang lain.
"Maaf. Maksudku terima kasih, tapi saya bisa sendiri." Ia segera membersihkan noda kopi yang terpercik pada kemejanya.
Tak beberapa lama kemudian suara cekikik dan riuh terdengar dari arah pintu masuk.
"Tuan Jadennn?! Oh, ya Tuhan!"
Suara Silvia yang mendominasi, terdengar paling keras di antara karyawan lainnya yang bersamanya. Ia begitu terkejut sekaligus bersemangat mendapati sosok pria yang ada di dalam kantor mereka.
Ia dan dua orang rekan kerjanya yang lain segera berhambur mendekati pria itu dengan wajah berseri-seri.
"Apakah Anda sudah lama datang, Tuan Jaden?" Silvia bertanya dengan nada semanis mungkin.
"Tidak juga, aku datang terlalu awal dari jadwal yang telah dijanjikan."
"Oh benarkah? Perkenalkan, aku Silvia," Silvia mengulurkan tangannya di hadapan Jaden.
"Bagaimana jika kita menunggu di ruang tunggu sebelum kedatangan Tuan Greg? Oh, bagaimana dengan makan siang? Apakah Anda sudah makan siang? Mari bergabung dengan kami agar kami dapat berfoto dan meminta tandatangan Anda. Jika Anda berkenan tentunya, karena kami adalah penggemar Anda!"
Silvia dan dua rekannya yang lain kembali terkikik dan berbinar. Ia memberondong pria itu dengan banyak pertanyaan sembari mengelilinginya dengan genit.
"Tentu!" Jaden tersenyum lebar memamerkan deretan gigi putih dan rapinya. Ia menerima uluran tangan Silvia.
"Lilian, masih ada waktu sebelum Tuan Greg kembali ke kantor bukan?" Tanya Silvia pada Lilian dengan tatapan penuh pengharapan.
"Satu jam lagi Tuan Greg akan ada di tempatnya." Lilian mengamati jam tangannya sebelum akhirnya menjawab dengan formal.
"Oke, baiklah! Kalau begitu aku akan mengantar Tuan Jaden ke ruang pertemuan sebelum Tuan Greg datang." Silvia mengedip pada Lilian memberinya isyarat ceria.
"Mari Tuan, kami akan tunjukkan ruangan untuk Anda. Bolehkah kami meminta foto dan tandatangan Anda Tuan Jaden?" lagi-lagi Silvia merajuk dengan manja.
"Dengan senang hati. Dan please, panggil Jaden saja nona-nona cantik."
Kali ini Jaden mengerling pada Silvia dan yang lainnya, hingga lagi-lagi mereka berjingkrak sambil menahan pekik histerisnya.
Lilian berjalan dengan tenang melewati mereka menuju pantri tanpa berkomentar apa pun lagi. Dari balik kaca pantri, sangat jelas terlihat Jaden yang begitu bersinar berjalan dengan bangga dibuntuti oleh beberapa karyawan wanita yang histeris melihatnya. Bahkan, beberapa karyawan wanita lainnya juga ikut bergabung ke dalam rombongan 'arak-arakan' Jaden ketika Silvia membawa Jaden keluar dari ruangan utama.
Para pekerja yang dominan wanita di lantai ini seolah begitu terlena dengan euforia kedatangan selebriti tampan ke kantor mereka. Dalam sekejap kantor terasa riuh, sebelum akhirnya hening kembali seiring dengan kepergian Jaden.
Lilian mengaduk kopinya dengan tenang. Ia merasa dapat bernapas lega. Tanpa ia sadari, sendok yang ia gunakan untuk mengaduk cairan pekat miliknya itu bergetar. Tidak! Bukan sendoknya, tapi tangannya lah yang gemetar!
"Hufht!" Lilian membuang napasnya dengan keras.
Lilian bersandar pada meja pantri, meremas kedua tangannya, berharap ia dapat meredakan getarannya. Ia kemudian kembali mengatur napasnya dan menghembuskannya lagi perlahan-lahan. Ia berusaha untuk menenangkan dirinya sendiri.
Ya. Ia sedang takut. Sangat takut.
Ia memiliki sedikit ketakutan saat bertemu dengan orang asing yang mendekatinya, terutama pria. Dan Jaden tadi begitu mengejutkannya saat tiba-tiba ia mendekat padanya.
_____*****_____
Lagi dan lagi, Sherly Violeta Dunn kebetulan bertemu dengan laki-laki kumal itu. Dari mulai melihatnya mengais sampah, menolongnya ke rumah sakit, hingga berurusan dengan kantor polisi, semua Sherly alami saat dirinya bertemu dengan Dean Austin J. Badan kekar dan tampang acak-acakannya mengingatkannya pada seekor kucing liar jalanan yang kelaparan dan terlantar di pinggir jalan. Sherly dihadapkan pada suatu situasi hingga akhirnya ia memutuskan untuk menampung pria itu. Apakah keputusannya untuk 'menampung' pria itu sudah tepat? Secara Sherly adalah tipe wanita yang mudah dimanfaatkan. Karena tak bisa berkata tidak pada tampang memelas dan kumalnya pria itu, yang justru menurut Sherly sangat imut! Dean akhirnya masuk ke kehidupan Sherly. Dan Dean sendiri tahu benar apa kelemahan gadis itu.
Myan mendapati dirinya terbangun di hamparan padang rumput berbunga yang luas setelah terperosok ke dalam jurang dari tebing yang tinggi, saat mendaki gunung dalam acara kebersamaan karyawan yang diadakan oleh perusahaaannya. Masih dalam keadaan bingung, datang seorang pria yang berpenampilan dan berpakaian asing turun dari kuda putihnya. Ia menghampirinya, berlutut di hadapannya, dan mengulurkan tangannya. "Kau Sang Pembebas," ucapnya kemudian. Siapakah dia? Di manakah Myan berada?
Arsyla adalah seorang wanita berumur 23 tahun, dan dia sudah memiliki suami yang bernama Edi. Usia Edi terpaut 3 tahun lebih tua dari Arsyla. Meski pernikahan mreka sudah beranjak 2 tahun, tetapi mereka belum di karuniai seorang anak. Edi maupun Arsyla tidak memusingkan akan hal itu, karna menurut mereka ekonomi keluarga harus bagus terlebih dahulu. Edi yang hanya bekerja sebagai OB di salah satu supermarket, dengan gajih pas-pasan masih harus menanggung kebutuhan sekolah adik adik-nya yang yatim, dan Arsyla pun tidak keberatan dengan keputusan itu. Sore itu Edi baru pulang dari kerja, iya pulang ke kontrakan yang dia tinggali bersama arsyla. Walaupun kontrakannya
Novel ini berisi kumpulan beberapa kisah dewasa terdiri dari berbagai pengalaman percintaan panas dari beberapa tokoh dan karakter yang memiliki latar belakang keluarga dan lingkungan rumah, tempat kerja, profesi yang berbeda-beda serta berbagai kejadian yang diaalami oleh masing-masing tokoh utama dimana para tokoh utama tersebut memiliki pengalaman bercinta dan bergaul dengan cara yang unik dan berbeda satu sama lainnya. Suka dan duka dari tokoh-tokoh yang ada dalam cerita ini baik yang protagonis maupun antagonis diharapkan mampu menghibur para pembaca sekalian. Semua cerita dewasa yang ada pada novel kumpulan kisah dewasa ini sangat menarik untuk disimak dan diikuti jalan ceritanya sehingga menambah wawasan kehidupan percintaan diantara insan pecinta dan mungkin saja bisa diambil manfaatnya agar para pembaca bisa mengambil hikmah dari setiap kisah yan ada di dalam novel ini. Selamat membaca dan selamat menikmati!
Arga adalah seorang dokter muda yang menikahi istrinya yang juga merupakan seorang dokter. Mereka berdua sudah berpacaran sejak masih mahasiswa kedokteran dan akhirnya menikah dan bekerja di rumah sakit yang sama. Namun, tiba-tiba Arga mulai merasa jenuh dan bosan dengan istrinya yang sudah lama dikenalnya. Ketika berhubungan badan, dia seperti merasa tidak ada rasa dan tidak bisa memuaskan istrinya itu. Di saat Arga merasa frustrasi, dia tiba-tiba menemukan rangsangan yang bisa membangkitkan gairahnya, yaitu dengan tukar pasangan. Yang menjadi masalahnya, apakah istrinya, yang merupakan seorang dokter, wanita terpandang, dan memiliki harga diri yang tinggi, mau melakukan kegiatan itu?
Yahh saat itu tangan kakek sudah berhasil menyelinap kedalam kaosku dan meremas payudaraku. Ini adalah pertama kali payudaraku di pegang dan di remas langsung oleh laki2. Kakek mulai meremas payudaraku dengan cepat dan aku mulai kegelian. “ahhhkkk kek jangannnhh ahh”. Aku hanya diam dan bingung harus berbuat apa. Kakek lalu membisikkan sesuatu di telingaku, “jangan berisik nduk, nanti adikmu bangun” kakek menjilati telingaku dan pipiku. Aku merasakan sangat geli saat telingaku di jilati dan memekku mulai basah. Aku hanya bisa mendesah sambil merasa geli. Kakek yang tau aku kegelian Karena dijilati telinganya, mulai menjilati telingaku dengan buas. Aku: “ahhkkk ampunnn kek, uddaahhhhh.” Kakek tidak memperdulikan desahanku, malah ia meremas dengan keras payudaraku dan menjilati kembali telingaku. Aku sangat kegelian dan seperti ingin pipis dan “crettt creettt” aku merasakan aku pipis dan memekku sangat basah. Aku merasa sangat lemas, dan nafasku terasa berat. Kakek yang merasakan bila aku sudah lemas langsung menurunkan celana pendekku dengan cepat. Aku pun tidak menyadarinya dan tidak bisa menahan celanaku. Aku tersadar celanaku sudah melorot hingga mata kakiku. Dan tiba2 lampu dikamarku menyala dan ternyata...
Shella memiliki masalah serius ketika keluarganya mencoba memaksanya untuk menikah dengan pria tua yang mengerikan. Dalam kemarahan, dia menyewa gigolo untuk berakting sebagai suaminya. Dia kira gigolo itu membutuhkan uang dan melakukan ini untuk mencari nafkah. Sedikit yang dia tahu bahwa pria tersebut tidak seperti itu. Suatu hari, dia melepas topengnya dan mengungkapkan dirinya sebagai salah satu orang terkaya di dunia. Ini menandai awal dari cinta mereka. Pria itu menghujaninya dengan semua yang dia inginkan. Mereka bahagia. Namun, keadaan tak terduga segera menjadi ancaman bagi cinta mereka. Akankah Shella dan suaminya berhasil melewati badai? Cari tahu!
Karin jatuh cinta pada Arya pada pandangan pertama, tetapi gagal menangkap hatinya bahkan setelah tiga tahun menikah. Ketika nyawanya dipertaruhkan, dia menangis di kuburan orang terkasihnya. Itu adalah pukulan terakhir. "Ayo bercerai, Arya." Karin berkembang pesat dalam kebebasan barunya, mendapatkan pengakuan internasional sebagai desainer. Ingatannya kembali, dan dia merebut kembali identitasnya yang sah sebagai pewaris kerajaan perhiasan, sambil merangkul peran barunya sebagai ibu dari bayi kembar yang cantik. Arya panik ketika pelamar yang bersemangat berduyun-duyun ke arah Karin. "Aku salah. Tolong biarkan aku melihat anak-anak kita!"