Saat pertama kali menjadi pembantu di luar negeri seorang gadis berusia 17 tahun bernama Arin harus menerima pelecehan seksual dari majikan. Dan dia harus berjuang mencari keadilan selama 8 bulan, di Singapura.
Di rumah Arin
"Pak gimana kabar Arin ya? Kok ibu kepikiran sejak semalam."
"Ya bapak juga gak tau Bu, apa lebih baik kita coba tanya dengan nak Roni?" Usul bapak Arin.
"Lebih baik begitu Pak supaya ibu tenang."
"Bapak ama ibu lagi ngomongin apa sih kok serius?" Ana tiba tiba nyelonong entah dari mana.
"Ibu, kangen mbak."
"Ana juga kangen Bu, tapi gimana kita hubungi mbak."
"Besok pagi bapak mau ke PT. Mau cari tau sama Roni. Kamu mau ikut nemenin bapak. Naik kereta aja biar gak mahal."
"Mau. Tapi sekolahku gimana?"
"Ya udah biar bapak sendiri aja. Lagi pula sebentar lagi kamu ujian kelulusan." Timpal Ibu. Sedangkan ana memanyunkan bibirnya.
"Bolos sehari saja Bu, kan gak apa apa. Lagian aku juga pingin jalan jalan Ama bapak." Rengek ana, agar di beri ijin ikut.
"Gak usah. Tetep harus sekolah gak ada bolos bolosan."
"Ibu jahat ah..?" Ketus ana langsung masuk kamar ngambek. Bapak dan ibunya hanya geleng geleng.
Keesokan harinya, sesampainya di PT.
"Maaf pagi ada perlu apa ya pak?" Tanya satpam yang berjaga di pintu depan.
"Saya mau ketemu sama Roni bisa?"
"Apa bapak sudah buat janji?"
"Dua hari lalu dia datang ke rumah saya. Dan bila ada perlu dia bilang suruh datang kesini." Tutur bapak Arin.
"Baiklah bapak duduk di kursi ini. Saya telfon Pak Roni dulu."
"Silahkan."
Satpam itu langsung menghubungi ponsel Roni.
"Maaf pak di luar ada orang yang ingin bertemu dengan anda. Dia bilang dua hari yang lalu anda datang ke rumahnya."
'pasti ayah Arin' batin Roni.
"Suruh masuk dan antar ke ruangan ku."
"Selamat datang pak, kok bapak datang gak ngabari saya dulu?" Sambut Roni dengan sumringah. Mempersilahkan duduk di sofa yang tak jauh dari meja kerjanya.
"Maafkan bapak ya. Langsung saja ya... Kedatangan bapak kemari ingin mencari tahu kabar tentang Arin di sana. Ibu sangat risau belum ada kabar yang di dapat dari Tika. Bisakah nak Roni bantu bapak?"
Sebelum menjawab Roni mengulum senyum. "Baiklah Pak akan saya tanyakan sama Agency yang ada di sana, bapak tunggu sebentar ya." Roni beranjak dari duduknya, segera mengambil gagang telfon.
"Susi tolong bawakan dua cangkir kopi keruangan ku." Dia putus panggilan ke Susi. Dan membuat panggilan baru lagi.
"Good morning Mimi, how are you today. ...... Hahahaha.... Ok lah i nak tanye sikit boleh?...... Ini pasal Arintika.,,..... Yayaya awak taulah apa maksud i..... You are is the best..... Ok thank you sis." Setelah mengakhiri panggilan, seseorang masuk membawa dua cangkir kopi.
"Silahkan di minum pak."
"Iya .. gimana nak Ron?" gak sabar bapak Arin ingin kejelasan dari Roni.
"Kalau menurut pegawai yang di sana, Arin sudah di bawa majikan di hari yang sama. Untuk sejauh ini itu yang di dapat dari Agency."
Bapak Arin hanya manggut manggut.
"Bapak tidak usah risau, bila ada apa apa pasti pihak Agency dan KBRI akan membantu Arin. Dan untuk sejauh ini Alhamdulillah semua baik baik saja."
"Baiklah dengan begini bapak bisa jelaskan sama ibu. Maklum ibu memang berat untuk membiarkan Arin pergi."
"Saya paham Pak, apa yang di rasakan oleh ibu."
"Kalau begitu terima kasih, lebih baik saya pamit sekarang."
"Jangan langsung pamit Pak, minum dulu kopinya." Menyodorkan secangkir kopi. Bapak Arin menerimanya.
"Ya udah ini kopinya sudah habis saya mohon pamit. Sekali lagi terima kasih." Bapak Arin berdiri dan di ikuti oleh Roni.
"Tidak usah terima kasih Pak, jangan sungkan sungkan jika meminta bantuan sama saya. Dengan senang hati saya akan membantu, anggap saja saya seperti anak bapak sendiri."
"Ya saya pamit ya nak."
"Low bapak tadi naik apa?"
"Oh tadi naik kereta, enak biar gak capek." Kilah Mario.
"Kalau begitu lebih baik sekarang saya antar bapak pulang." Roni mengambil kunci mobil di atas meja. Namun kedua lengan Roni di hadang. "Tidak usah repot repot nak, bapak naik kereta saja. Bapak sudah sangat berterima kasih sudah di bantu mencari kabar Arin. Jadi tolong gak usah ngantar bapak ya. Biar suatu hari nanti jika bapak butuh bantuan lagi tidak sungkan." Roni menimbang setiap kata kata bapak Arin. Akhirnya ia paham dan mengalah dengan berat hati membiarkan bapak pulang naik kereta.
Setibanya di rumah bapak Arin menceritakan apa yang ia dengar dari Roni. "Rasanya sedikit lega pak." Ucap ibu Arin. "Iya Bu, semoga mbak dapat majikan baik ya Bu."
"Amin." Di jawab serentak oleh mereka bertiga.
Di Singapura.
Semua sudah pergi beraktivitas kini tinggal Arin dan majikan laki laki.
'Cantik juga minah ini. Seksi boleh di try' senyum tipis terlihat di bibir Anwar.
Merasa di perhatikan tika jadi bingung, ia pun langsung berpindah tempat.
'kenapa tatapan tuan besar seperti itu iihhh' Arin bergidik ngeri kala mengingat tatapan Anwar.
Merasa kalau Arin menghindar, Anwar langsung naik ke lantai atas. 'Tunggu waktunya' serangai jahat saat memperhatikan Arin membersihkan tingkap (jendela).
Arin sudah mulai menguasai semua pekerjaannya tanpa menunggu perintah dari majikan. Sudah hampir dua minggu ia tinggal di rumah itu.
"Maaf nyonya semua bahan dapur dah habis. Besok sudah tak ada lagi bahan nak di masak." Terang Arin saat Kamila selesai sarapan.
"Nanti belanja sama tuan besar." Jawab singkat, lalu pergi meninggalkan rumah. Kini hanya ada Arin dan Anwar.
"Kamu cepat siap siap, sebentar lagi kita belanja." Titah Anwar agak ketus.
"Baik tuan." Dengan segera Arin membersihkan meja makan dan bergegas siap siap. Tidak lupa ia makan satu keping roti tanpa selai. Agar perutnya tidak lapar.
"Kamu duduk depan, jangan duduk belakang. Saya bukan supir kamu." Titah Anwar.
Arin langsung masuk ke jok penumpang dekat dengan kemudi. Ada rasa canggung yang di rasa Arin. Dalam perjalanan hanya keheningan. Arin memalingkan wajahnya ke jendela... Dia mulai gak nyaman karena semenjak naik mobil Anwar beberapa kali melirik Arin. Itu benar benar membuat Arin takut. 'Ya Allah lindungilah hambamu ini' doa di dalam hati.
"Kamu kenapa saya perhatikan dari tadi kok kamu kayak ketakutan?" Tanya Anwar basa basi saat di lift.
"Tidak apa apa tuan." Jawab Arin tanpa melihat Anwar.
"Kamu cantik juga." Tangan Anwar dengan sengaja membelai lengan Arin. Dengan refleks Arin sedikit menjauh. Tragisnya selama di lift tidak ada orang lain lagi hingga itu berhasil membuat Arin semakin takut.
"Maaf tuan, bisakah tuan jangan berbuat seperti itu." Permintaan Arin lirih.
"Maaf..... Oh ya kamu tau gak apa nama alat kelamin laki laki dalam bahasa Jawa." Tanpa rasa bersalah dengan gamblangnya Anwar menanyakan hal itu di saat Arin mulai ketakutan.
"Maaf saya gak tau." Bohong Arin.
Pintu lift kebuka, Tika dengan tergesa gesa keluar dari dalam. Ia merasa aneh dengan majikan laki lakinya itu.
Pernikahan yang di lakukan karena sebuah tradisi dan permintaan, berakhir dengan kematian. Maria yang kehilangan calon suami terpuruk hingga 2 tahun, akhirnya Maria di jodohkan dengan seorang ustadz gaul oleh Hendra Papanya.
Arsyla adalah seorang wanita berumur 23 tahun, dan dia sudah memiliki suami yang bernama Edi. Usia Edi terpaut 3 tahun lebih tua dari Arsyla. Meski pernikahan mreka sudah beranjak 2 tahun, tetapi mereka belum di karuniai seorang anak. Edi maupun Arsyla tidak memusingkan akan hal itu, karna menurut mereka ekonomi keluarga harus bagus terlebih dahulu. Edi yang hanya bekerja sebagai OB di salah satu supermarket, dengan gajih pas-pasan masih harus menanggung kebutuhan sekolah adik adik-nya yang yatim, dan Arsyla pun tidak keberatan dengan keputusan itu. Sore itu Edi baru pulang dari kerja, iya pulang ke kontrakan yang dia tinggali bersama arsyla. Walaupun kontrakannya
Karin jatuh cinta pada Arya pada pandangan pertama, tetapi gagal menangkap hatinya bahkan setelah tiga tahun menikah. Ketika nyawanya dipertaruhkan, dia menangis di kuburan orang terkasihnya. Itu adalah pukulan terakhir. "Ayo bercerai, Arya." Karin berkembang pesat dalam kebebasan barunya, mendapatkan pengakuan internasional sebagai desainer. Ingatannya kembali, dan dia merebut kembali identitasnya yang sah sebagai pewaris kerajaan perhiasan, sambil merangkul peran barunya sebagai ibu dari bayi kembar yang cantik. Arya panik ketika pelamar yang bersemangat berduyun-duyun ke arah Karin. "Aku salah. Tolong biarkan aku melihat anak-anak kita!"
Alicia adalah istri yang menyedihkan selama tiga tahun. Yang dia dapatkan dari apa yang disebut suaminya hanyalah ketidakpedulian, rasa jijik, dan lebih banyak ketidakpedulian. Sebuah kesempatan bersatu memicu harapan dalam dirinya bahwa Erick akhirnya berubah pikiran. Sayangnya, dia menemukan bahwa niat pria itu yang sebenarnya adalah untuk berdamai dengan cintanya yang hilang. Baik cinta dan kesabaran memiliki tanggal kedaluwarsa. Alicia tidak tahan lagi. Dia melemparkan surat cerai ke wajahnya. Alih-alih segera menandatanganinya, Erick menekannya ke dinding dan meludahi wajahnya, "Kamu ingin menceraikanku? Tidak akan terjadi!" Terlepas dari keengganannya, Alicia memutuskan untuk mengubah hidupnya. Dia mulai menaiki tangga kesuksesan dan segera menarik banyak pengagum. Erick tidak senang dengan ini. Ketika mereka bertemu satu sama lain suatu hari, Alicia ditemani beberapa anak. Sesuatu yang mendorong Erick untuk bertindak di luar karakter. "Biarkan aku menjadi ayah mereka," tawarnya. Alicia memutar mata ke atas padanya. "Aku tidak butuh bantuanmu, Tuan Ellis. Aku bisa mengurus anak-anakku sendiri." Namun, Erick tidak menerima jawaban tidak ....
Warning!!!!! 21++ Dark Adult Novel Ketika istrinya tak lagi mampu mengimbangi hasratnya yang membara, Valdi terjerumus dalam kehampaan dan kesendirian yang menyiksa. Setelah perceraian merenggut segalanya, hidupnya terasa kosong-hingga Mayang, gadis muda yang polos dan lugu, hadir dalam kehidupannya. Mayang, yang baru kehilangan ibunya-pembantu setia yang telah lama bekerja di rumah Valdi-tak pernah menduga bahwa kepolosannya akan menjadi alat bagi Valdi untuk memenuhi keinginan terpendamnya. Gadis yang masih hijau dalam dunia dewasa ini tanpa sadar masuk ke dalam permainan Valdi yang penuh tipu daya. Bisakah Mayang, dengan keluguannya, bertahan dari manipulasi pria yang jauh lebih berpengalaman? Ataukah ia akan terjerat dalam permainan berbahaya yang berada di luar kendalinya?
"Tanda tangani surat cerai dan keluar!" Leanna menikah untuk membayar utang, tetapi dia dikhianati oleh suaminya dan dikucilkan oleh mertuanya. Melihat usahanya sia-sia, dia setuju untuk bercerai dan mengklaim harta gono-gini yang menjadi haknya. Dengan banyak uang dari penyelesaian perceraian, Leanna menikmati kebebasan barunya. Gangguan terus-menerus dari simpanan mantan suaminya tidak pernah membuatnya takut. Dia mengambil kembali identitasnya sebagai peretas top, pembalap juara, profesor medis, dan desainer perhiasan terkenal. Kemudian seseorang menemukan rahasianya. Matthew tersenyum. "Maukah kamu memilikiku sebagai suamimu berikutnya?"
Raina terlibat dengan seorang tokoh besar ketika dia mabuk suatu malam. Dia membutuhkan bantuan Felix sementara pria itu tertarik pada kecantikan mudanya. Dengan demikian, apa yang seharusnya menjadi hubungan satu malam berkembang menjadi sesuatu yang serius. Semuanya baik-baik saja sampai Raina menemukan bahwa hati Felix adalah milik wanita lain. Ketika cinta pertama Felix kembali, pria itu berhenti pulang, meninggalkan Raina sendirian selama beberapa malam. Dia bertahan dengan itu sampai dia menerima cek dan catatan perpisahan suatu hari. Bertentangan dengan bagaimana Felix mengharapkan dia bereaksi, Raina memiliki senyum di wajahnya saat dia mengucapkan selamat tinggal padanya. "Hubungan kita menyenangkan selama berlangsung, Felix. Semoga kita tidak pernah bertemu lagi. Semoga hidupmu menyenangkan." Namun, seperti sudah ditakdirkan, mereka bertemu lagi. Kali ini, Raina memiliki pria lain di sisinya. Mata Felix terbakar cemburu. Dia berkata, "Bagaimana kamu bisa melanjutkan? Kukira kamu hanya mencintaiku!" "Kata kunci, kukira!" Rena mengibaskan rambut ke belakang dan membalas, "Ada banyak pria di dunia ini, Felix. Selain itu, kamulah yang meminta putus. Sekarang, jika kamu ingin berkencan denganku, kamu harus mengantri." Keesokan harinya, Raina menerima peringatan dana masuk dalam jumlah yang besar dan sebuah cincin berlian. Felix muncul lagi, berlutut dengan satu kaki, dan berkata, "Bolehkah aku memotong antrean, Raina? Aku masih menginginkanmu."