Menikah dengan orang Kota bukanlah keinginan Hanna. Semua berjalan begitu saja dan sangat cepat. Hanna terjebak dengan Sultan yang sedang berlibur ke desanya, bermalam di sebuah kemah. Atas desakan sang paman Hanna terpaksa menikah dengan Sultan, dan rela dibawa olehnya ke mana pun dia pergi. Masa depan Hanna hancur saat Sultan mengurungnya di rumah, bahkan tidak memperlakukannya sebagai istri. Sosok Sultan yang baik hati dan lemah lembut hilang. Hanna sangat tertekan harus mengikuti aturan Sultan, termasuk keinginannya yang menganggap Hanna cinta pertamanya yang tidak tergantikan. Arimbi. Istrinya yang mengalami sakit jiwa.
Dengan langkah berat Hanna masuk ke dalam rumah megah yang suram. Bangunannya kokoh dan kuat, cantik, dan terawat. Akan tetapi Hanna bisa merasakan kengerian yang tersembunyi di balik mewahnya istana Sultan Bhayangkari. Seorang lelaki dewasa yang telah menjadi suaminya akibat terjebak hujan di pondok. Hanna menyusuri ruangan dengan kedua mata cokelatnya, dari sudut ke sudut. Hingga pandangannya terhenti pada sebuah foto sepasang pengantin yang tersenyum bahagia. Deg! Aliran darah Hanna berdesir saat mengetahui jika Sultan telah memiliki istri, bukan seorang lajang seperti dugaannya.
"Ayo! Akan aku tunjukkan kamarmu." Sultan berjalan di depannya dengan gagah, melewati beberapa ruangan.
Tidak ada yang bisa Hanna lakukan selain mengikutinya, meskipun rasanya dia ingin sekali melarikan diri. Namun, Hanna tidak memiliki kemampuan. Di saat Sultan berhenti tiba-tiba wanita berkerudung putih itu menabrak dadanya, Hanna langsung menunduk. Dengan perasaan takut Hanna berjengit ketika Sultan memegang kedua pundaknya yang bergetar.
"Kenapa kamu seperti orang ketakutan?" tanya Sultan, mata gelapnya menyala.
Hanna menggeleng lambat. Dia tidak kuasa menahan tangisnya di hadapan Sultan yang tampak mengerikan. Melihat Hanna menangis Sultan jadi naik darah, tanpa berkata apapun ditariknya wanita itu dengan kasar. Lalu, mengempaskannya di sebuah kamar yang bernuansa gelap. Tidak ada cahaya matahari yang masuk, karena semua jendela tertutup rapat.
"Mulai hari ini nama kamu Arimbi." Sultan berkata tegas. Sama sekali tidak ada rasa kasihan terhadap Hanna.
"Arimbi?" tanya Hanna bergetar.
"Ya, Arimbi, istriku satu-satunya. Bukankah sekarang kamu istriku?
"Tapi namaku Hanna, bukan Arimbi."
"Jangan membantah!" bentaknya.
Spontan Hanna terdiam. Sekarang Sultan Bhayangkari adalah suaminya yang wajib dia patuhi. Sekalipun itu permintaan yang di luar nalarnya, Hanna tetap tidak bisa menolak. Di sini Hanna hanya mengikuti apapun yang Sultan inginkan, termasuk mengganti namanya menjadi Arimbi.
"Kita baru saja sampai dari perjalanan yang cukup melelahkan. Tidurlah, aku akan kembali begitu kamu bangun."
Sepeninggal Sultan dengan cepat Hanna bangkit dan berjalan ke arah jendela. Hanna dapat melihat bangunan-bangunan tinggi yang tersusun. Biasanya setiap pagi Hanna sudah berada di sawah, menanam sayur mayur, umbi-umbian, dan padi. Akan tetapi kini Hanna berdiri di suatu kamar asing yang akan menjadi tempat tinggalnya sampai menua nanti.
"Paman ..." lirihnya sedih. Hanna menyeka sudut matanya, saat teringat sang paman yang tinggal di desa.
Tap! Tap! Ketukan sepatu terdengar nyaring. Untuk mendengarkan lebih Hanna pun menempel pada jendela, dan melihat seorang perempuan berambut panjang dengan gaun bewarna merah. Wanita itu berjalan sambil menunduk sehingga Hanna tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas. Ketika Hanna mulai menebak-nebak siapa wanita itu seseorang muncul mengejarnya dengan napas tersenggal. Mungkin pelayan.
"Nyonya Arimbi, tunggu!"
Arimbi? Batin Hanna berteriak. Sultan mengganti namanya dengan nama itu. Sudah Hanna pastikan wanita bergaun merah itu pemilik nama Arimbi. Lalu, kenapa Sultan memberi namanya pada Hanna? Masih bertanya-tanya Hanna berusaha membuka jendela kamarnya yang sepertinya telah terkunci mati.
***
Setelah membersihkan dirinya Sultan membuka kamar ibunda tercinta. Sudah seminggu lebih Sultan tidak mengunjunginya, tentu saja dia rindu. Keadaan Ningsih masih sama seperti kemarin, saat Sultan berpamitan dengannya. Lemah dan tidak berdaya. Peluang untuk sembuh memang tidak ada lagi, tapi Sultan ingin sang bunda hidup lebih lama. Sambil membelai rambut putihnya Sultan bercerita, meski ibunda masih tertidur nyenyak.
"Sultan, apa itu kamu?" tanyanya saat tersentak. Matanya mengerjap cepat.
"Iya, Bunda, ini Sultan."
"Oh, Sayang. Bunda sangat merindukan dirimu. Apa kamu juga membawa Arimbi pulang?" Ningsih bertanya lagi.
Sultan tersenyum miris. Sejak Arimbi kehilangan akalnya, Sultan memang tidak mempertemukan mereka lagi. Ningsih yang sakit-sakitan, lumpuh dan tidak dapat melihat membuat Sultan enggan menghadapi masalah baru. Cukup sudah melihat Arimbi yang gila, dan Sultan tidak ingin kehilangan bundanya. Memberitahu keadaan Arimbi yang sebenarnya tentu akan membuat Ningsih serangan jantung.
"Iya, Bunda, Sultan juga membawa Arimbi pulang," jawabnya mantap.
Sultan membayangkan wajah Hanna. Menikahi wanita itu bukan tanpa tujuan yang jelas. Dialah yang akan menjadi Arimbi. Istri satu-satunya dan menantu kesayangan bundanya.
"Syukurlah! Akhirnya Arimbi kembali. Bunda juga sangat merindukannya. Di mana Arimbi? Kenapa dia tidak datang menjenguk, Bunda?" Ningsih tampak heran. Wajahnya juga berubah sedih.
Sultan pun memakluminya. Istrinya itu memang sangat dekat dengan sang bunda. Bahkan, mereka tidak seperti mertua dan menantu, tetapi bagaikan ibu dan anak kandung. Maka dari itu hingga sekarang Arimbi mempunyai tempat di hati Sultan. Istrinya Arimbi paling bisa membuat bunda bahagia.
"Dia sedang tidur, Bun. Kita baru saja sampai, jadi Arimbi sangat lelah."
"Katakan pada Arimbi setelah bangun nanti Bunda ingin bertemu. Bunda tidak mau makan jika bukan Arimbi yang menyuapi Bunda," katanya tegas.
Untuk jawaban dari permintaan yang terakhir Sultan menahannya, karena mereka belum berbicara. Sultan tidak akan mengiyakan permintaan bunda sekarang. Sultan perlu membuat kesepakatan terlebih dulu pada Arimbi yang baru, walau kemungkinan ada penolakan dia akan tetap memaksa. Tentu saja butuh waktu yang tidak sebentar, dan Sultan berharap Hanna bukan termasuk wanita pembangkang.
"Sultan tinggal dulu ya, Bun." Sultan pun mengecup kening ibundanya. Dia ingin menemui Arimbi yang pertama.
Senyum Sultan mengembang begitu melihat Arimbi di taman belakang. Wanita cantik itu sedang menikmati senja dan langit yang mendung. Mata indahnya menengadah ke atas, dengan senyuman yang selalu tampak mempesona bagi Sultan. Melihat kedatangannya Ratih bangkit, dan sedikit membungkuk. Selama ini Sultan mempercayakan Ratih yang merawat dan mengurus Arimbi.
"Sore, Tuan." Dia menyapa ramah.
Sultan mengangguk, lalu bertanya. "Bagaimana keadaan Arimbi?"
"Seperti yang Tuan lihat, nyonya Arimbi tampak baik-baik saja, bahkan sekarang dia bertambah aktif."
Seakan mengerti Ratih menyingkir, mempersilakan Sultan duduk di sebelah Arimbi. Cukup lama Sultan tidak mendapat respons apapun. Arimbi hanya fokus memandang ke atas, tidak memedulikannya sama sekali. Dengan lembut Sultan menggenggam tangannya, mengambil perhatian Arimbi seutuhnya. Seperti biasa wanita itu tidak pernah menolak saat Sultan menyentuhnya, bahkan dia malah menatapnya dalam.
"Kamu sudah makan?" tanya Sultan sambil mengusap rambut Arimbi.
Tidak ada jawaban. Semenjak sakit jiwa Arimbi memang jadi banyak diam. Bahkan, Sultan pikir Arimbi tidak mengerti dengan pertanyaannya, tapi sebagai suami dia selalu berusaha mengajak berbicara. Sebenarnya Sultan bisa saja membawa Arimbi ke RSJ untuk perawatan ekstra, yang menjadi masalah dia tidak bisa jauh dari cintanya itu, apalagi harus bolak balik menjenguk. Itu sangat merepotkan.
"Sayang, kamu terlihat sangat cantik hari ini." Masih dengan kata-kata yang sama Sultan menangguhkannya, kemudian mengecup pipi Arimbi mesra.
Marlon (37) Pria dewasa yang seharusnya sudah menikah, mempunyai istri, dan anak. Bukan malah mengejar gadis kecil, berhasrat ingin menikahinya dengan alasan sudah siap berbagi ranjang. Belle (17) Gadis pemalu yang belum pernah berpacaran, bukan karena tidak cantik, hanya saja dia terlalu takut berdekatan dengan lawan jenis. Apa yang akan Belle lakukan? Ketika ada lelaki tua berjenggot yang berselisih 20 tahun dengan usianya, datang menghadap kedua orang tuanya, dan melamar Belle.
Istriku yang nampak lelah namun tetap menggairahkan segera meraih penisku. Mengocok- penisku pelan namun pasti. Penis itu nampak tak cukup dalam genggaman tangan Revi istriku. Sambil rebahan di ranjang ku biarkan istriku berbuat sesukanya. Ku rasakan kepala penisku hangat serasa lembab dan basah. Rupanya kulihat istriku sedang berusaha memasukkan penisku ke dalam mulutnya. Namun jelas dia kesulitan karena mulut istriku terlalu mungil untuk menerima penis besarku. Tapi dapat tetap ku rasakan sensasinya. Ah.... Ma lebih dalam lagi ma... ah.... desahku menikmati blowjob istriku.
Kisah asmara para guru di sekolah tempat ia mengajar, keceriaan dan kekocakan para murid sekolah yang membuat para guru selalu ceria. Dibalik itu semua ternyata para gurunya masih muda dan asmara diantara guru pun makin seru dan hot.
Karin jatuh cinta pada Arya pada pandangan pertama, tetapi gagal menangkap hatinya bahkan setelah tiga tahun menikah. Ketika nyawanya dipertaruhkan, dia menangis di kuburan orang terkasihnya. Itu adalah pukulan terakhir. "Ayo bercerai, Arya." Karin berkembang pesat dalam kebebasan barunya, mendapatkan pengakuan internasional sebagai desainer. Ingatannya kembali, dan dia merebut kembali identitasnya yang sah sebagai pewaris kerajaan perhiasan, sambil merangkul peran barunya sebagai ibu dari bayi kembar yang cantik. Arya panik ketika pelamar yang bersemangat berduyun-duyun ke arah Karin. "Aku salah. Tolong biarkan aku melihat anak-anak kita!"
Kulihat ada sebuah kamera dengan tripod yang lumayan tinggi di samping meja tulis Mamih. Ada satu set sofa putih di sebelah kananku. Ada pula pintu lain yang tertutup, entah ruangan apa di belakang pintu itu. "Umurmu berapa ?" tanya Mamih "Sembilanbelas, " sahutku. "Sudah punya pengalaman dalam sex ?" tanyanya dengan tatapan menyelidik. "Punya tapi belum banyak Bu, eh Mam ... " "Dengan perempuan nakal ?" "Bukan. Saya belum pernah menyentuh pelacur Mam. " "Lalu pengalamanmu yang belum banyak itu dengan siapa ?" "Dengan ... dengan saudara sepupu, " sahutku jujur. Mamih mengangguk - angguk sambil tersenyum. "Kamu benar - benar berniat untuk menjadi pemuas ?" "Iya, saya berminat. " "Apa yang mendorongmu ingin menjadi pemuas ?" "Pertama karena saya butuh uang. " "Kedua ?" "Kedua, karena ingin mencari pengalaman sebanyak mungkin dalam soal sex. " "Sebenarnya kamu lebih tampan daripada Danke. Kurasa kamu bakal banyak penggemar nanti. Tapi kamu harus terlatih untuk memuaskan birahi perempuan yang rata - rata di atas tigapuluh tahun sampai limapuluh tahunan. " "Saya siap Mam. " "Coba kamu berdiri dan perlihatkan punyamu seperti apa. " Sesuai dengan petunjuk Danke, aku tak boleh menolak pada apa pun yang Mamih perintahkan. Kuturunkan ritsleting celana jeansku. Lalu kuturunkan celana jeans dan celana dalamku sampai paha.
Pada hari Livia mengetahui bahwa dia hamil, dia memergoki tunangannya berselingkuh. Tunangannya yang tanpa belas kasihan dan simpanannya itu hampir membunuhnya. Livia melarikan diri demi nyawanya. Ketika dia kembali ke kampung halamannya lima tahun kemudian, dia kebetulan menyelamatkan nyawa seorang anak laki-laki. Ayah anak laki-laki itu ternyata adalah orang terkaya di dunia. Semuanya berubah untuk Livia sejak saat itu. Pria itu tidak membiarkannya mengalami ketidaknyamanan. Ketika mantan tunangannya menindasnya, pria tersebut menghancurkan keluarga bajingan itu dan juga menyewa seluruh pulau hanya untuk memberi Livia istirahat dari semua drama. Sang pria juga memberi pelajaran pada ayah Livia yang penuh kebencian. Pria itu menghancurkan semua musuhnya bahkan sebelum dia bertanya. Ketika saudari Livia yang keji melemparkan dirinya ke arahnya, pria itu menunjukkan buku nikah dan berkata, "Aku sudah menikah dengan bahagia dan istriku jauh lebih cantik daripada kamu!" Livia kaget. "Kapan kita pernah menikah? Setahuku, aku masih lajang." Dengan senyum jahat, dia berkata, "Sayang, kita sudah menikah selama lima tahun. Bukankah sudah waktunya kita punya anak lagi bersama?" Livia menganga. Apa sih yang pria ini bicarakan?
Selama tiga tahun pernikahannya dengan Reza, Kirana selalu rendah dan remeh seperti sebuah debu. Namun, yang dia dapatkan bukannya cinta dan kasih sayang, melainkan ketidakpedulian dan penghinaan yang tak berkesudahan. Lebih buruk lagi, sejak wanita yang ada dalam hati Reza tiba-tiba muncul, Reza menjadi semakin jauh. Akhirnya, Kirana tidak tahan lagi dan meminta cerai. Lagi pula, mengapa dia harus tinggal dengan pria yang dingin dan jauh seperti itu? Pria berikutnya pasti akan lebih baik. Reza menyaksikan mantan istrinya pergi dengan membawa barang bawaannya. Tiba-tiba, sebuah pemikiran muncul dalam benaknya dan dia bertaruh dengan teman-temannya. "Dia pasti akan menyesal meninggalkanku dan akan segera kembali padaku." Setelah mendengar tentang taruhan ini, Kirana mencibir, "Bermimpilah!" Beberapa hari kemudian, Reza bertemu dengan mantan istrinya di sebuah bar. Ternyata dia sedang merayakan perceraiannya. Tidak lama setelah itu, dia menyadari bahwa wanita itu sepertinya memiliki pelamar baru. Reza mulai panik. Wanita yang telah mencintainya selama tiga tahun tiba-tiba tidak peduli padanya lagi. Apa yang harus dia lakukan?