Terlahir sebagai anak dari CEO yang kaya raya, tidak menjamin kehidupan Bisma bahagia. Dia justru memilih jalan lain untuk memperoleh kebahagiaan, seperti mabuk-mabukan, mengkonsumsi obat terlarang, dan memainkan perasaan wanita. Hingga ... pada suatu ketika dia hidapkan dengan situasi yang sulit. Rasa cinta, dan obsesinya kepada Melati--Perempuan yang dicintai dan mencintai sahabatnya sendiri-- justru membuat sang gadis menderita. Bisma kembali teringat dengan perkataan seseorang, "Bahwa kamu dan perempuan yang kamu cintai, tidak akan pernah bahagia." Apakah ini adalah sebuah kutukan dari Dosa yang telah Bisma lakukan dimasa lalu. Lalu bagaimana dengan Cintanya? Setelah sekian lama Bisma mencari gadis yang benar-benar bisa merubahnya kearah yang lebih baik. Apa dia harus melepas gadis itu begitu saja?
"Bis ... aku ha-mil!" Raya menatap kekasihnya yang sedang menyantap makan siang mereka.
Bisma terlihat acuh, dia menatap Raya sekilas. "Ya, itu gampang."
"Jadi, kamu mau tanggungjawab, kan?"
"Tanggungjawab? Ngaco. Kita masih sekolah, gugurkan saja!" Bisma kembali malahap makanannya, tanpa memperdulikan Raya yang sudah menangis.
'Aku Bodoh. Aku sudah tahu kalau dia itu suka mainin wanita. Tapi ... kenapa aku bisa menerima dia waktu itu?' Raya mengulas perutnya yang masih rata. Ini merupakan kesalahan terbesar yang pernah dia ambil. Desas desus itu memang sudah terdengar di telinga nya, bahwa seorang Bisma Adi Prasetyo merupakan seorang playboy ulung. Suka memainkan perasaan wanita, dan memutuskan hubungan dengan seenaknya.
Tapi, kenapa dia bisa terjebak dengan perasaannya sendiri? Dia malah menyerahkan sesuatu yang paling berharga miliknya, kepada lelaki sampah dihadapannya. Kepopuleranya di sekolah telah menutup desas desus itu. Sehingga masih banyak gadis yang sukarela dan memohon untuk menjadi kekasih dari seorang Bintang Sekolah.
"Kenapa nangis? Dari awal aku gak minta itu sama kamu. Bukannya kamu yang sukarela menyerahkan semua itu kepadaku?" Bisma menghentikan makannya. Dia mengambil sebuah rokok dan korek di saku celana, lalu menghidupkannya.
Ya, Raya bodoh. Semua perhatian yang diberikan Bisma membuat dia takut kehilangan lelaki itu. Awalnya dia berpikir dengan menyerahkan keperawanannya, Bisma tidak akan meninggalkannya. Namun dia salah, Bisma mengacuhkan dirinya. Bahkan benih yang dia tanam diperut Raya, sama sekali tidak berharga.
"A-ku, gak mau gugurin kandungan ini, Bis. Aku mau rawat dia." Raya menatap Bisma tajam, "kamu gak bisa giniin aku. Aku akan kasih tahu semua orang. Agar gak ada lagi yang jadi korban kamu kedepannya."
Bisma memandang remeh kearah Raya, dia menghisap kembali rokok ditangannya. "Kamu pikir semudah itu menghancurkan aku? Kamu lupa siapa aku? Aku bisa kapan saja menghancurkan keluarga kamu. Dan membuat semuanya menderita!"
Raya menggeleng, dia sadar tidak semudah itu bisa membalas perbuatan Bisma. "Baik! Aku gak bakal lakukan itu semua. Tapi, aku jamin Bisma. Kamu akan menyesal. Selama ini kamu menganggap wanita sebagai mainan kamu, dan mereka gak ada harganya dimata kamu.
Dan aku yakin, suatu hari nanti kamu akan menemukan orang yang berharga di hidup kamu. Aku bersumpah, kamu gak akan bahagia bersama dia. Kamu gak akan pernah bisa milikin dia! Dan kamu gak akan bisa menghapus air matanya, walaupun kamu berada didekatnya. Itu sumpah aku Bisma, kamu yang akan membuat perempuan yang kamu cintai merasakan penderitaan yang aku rasakan." Raya pergi meninggalkan Bisma dengan segala luka di dadanya. 'Walau aku berharap, aku adalah perempuan terakhir yang kamu sakiti," batin Raya.
Bisma menatap perempuan itu dengan tatapan tidak suka, sudah banyak orang menyumpahinya. Biasanya mereka menyumpahi Bisma. Namun, Raya malah menyumpahi orang yang dia cintai. 'Persetan dengan cinta. Kamu fikir jadi aku enak? Dituntut harus perfect dan harus menjaga nama baik keluarga. Padahal mereka saja tidak merawatku. Aku sangat menunggu ada orang yang bisa menceritakan keburukanku kepada daddy, dan membuat reputasinya buruk.' Bisma bergumam dalam hati, dia lalu mengambil sesuatu berbentuk pil obat dari saku celananya. 'Setidaknya dengan meminum ini, aku bisa sedikit menghilangkan stres.'
Raya berlari tanpa tujuan, dia tidak tahu kemana harus pergi. Saat ini, pasti kedua orangtuanya sangat khawatir. Beberapa kenangan indah dengan Bisma kembali muncul. Bila diingat sikap dan perhatian Bisma kepadanya sangat tulus. Bahkan lelaki itu kerap memanjakan dirinya, semua apa yang dia mau kalau itu selalu terwujud. Tapi, siapa yang tahu. Mungkin saja lelaki itu sedang tertawa sekarang, karena telah berhasil memainkan perasaannya.
"Ibu, maafin Raya. Raya bodoh ibu ... ayah, hiks!" Raya menghapus air matanya. Dibawah langit sore Raya berjalan kaki ke arah sekolah, dia menuliskan suatu surat yang telah dia siapkan. Lalu menyimpannya di sebuah loker.
"A-ku, gak bakal melupakan kamu Bisma. Semua rasa sakit ini, kamu akan merasakannya. Aku harap, hanya aku yang jadi korban kamu. Dan tidak ada perempuan yang bernasib seperti Raya. Kecuali perempuan itu orang yang kamu cintai. Ya, dia harus merasakan penderitaan itu.
Bukankah ikatan seseorang itu akan semakin kuat. Ketika mereka saling merasakan rasa sakit bersamaan. Dan mereka yang mampu merasakan itu, adalah orang yang telah menganggapmu berharga dalam hidupnya."
Setelah dari sekolah, Raya pergi menyusuri jalanan. Suara khas dari kereta api membuatkan lamunannya. Diapun mempercepat langkahnya.
"Aku sangat menyedihkan."
***
Keesokan harinya, saat pertandingan basket antar sekolah hendak dilangsungkan. Tiba-tiba sebuah berita menggemparkan satu sekolah. Semua siswa berhamburan keluar, takala mereka mendengar kabar duka dari salah satu siswa SMA Bintang.
"Ya, aku gak nyangka banget." Ucap salah satu siswa.
"Sama, aku juga gak nyangka. Kok dia bisa berpikir pendek kaya gitu ya."
Bisma yang memang tidak suka dengan keramaian, memilih menghindari semua orang. Dan bergegas masuk ke ruang ganti untuk segera memakai kostum basket. Terlihat para anggota yang lain juga sedang membicarakan sesuatu yang serius. Namun, dia memilih acuh dan segera berjalan menuju loker miliknya.
"Ini .... " Bisma mengambil secarik kertas yang berada dalam loker. Dia berpikir itu adalah surat dari salah satu siswi yang mengagumi dirinya, diapun membukanya.
Bisma mengatur nafasnya, dan segera meremas kertas tersebut setelah membaca isinya.
AKU HARAP KAMU AKAN MENDENGAR BERITA HARI INI BISMA.
KONON KATA ORANG, SESEORANG AKAN LEBIH MERASAKAN SAKIT. SAAT MELIHAT ORANG YANG DIA SAYANGI MENDERITA.
ITU SUMPAH AKU BISMA. AKU TIDAK AKAN MELUPAKANNYA, BAHKAN SAMPAI AKHIR HIDUPKU
Bisma menghampiri anggota timnya yang sedang berkumpul. "Guys, ada apa sih kok orang-orang pada serius amat dari tadi?"
"Lo gak tau berita hari ini, Bis? Parah banget," tanya Alex, salah satu anggota tim basket.
"Nggak, emangnya ada apa?"
Doni menghampiri Bisma. "Raya Bis, dia bunuh diri di rel kereta api. Tubuhnya katanya hancur."
Deg.
Bagaimana ini bisa terjadi. Bisma menganggap bahwa Raya berniat membalas semua perbuatannya dengan menemui kedua orangtuanya. Tapi, gadis itu memilih mengakhiri hidupnya.
'Nggak ... ini pasti salah.' Bisma menggelengkan kepalanya. Ia menelan saliva nya, berusaha bersikap setenang mungkin. "Kok bisa gitu?"
"Itu dia yang buat kita bingung, setau gue dia itu orangnya baik-baik saja. Makanya tadi ada pihak kepolisian datang ke sekolah," jawab Doni.
"Ya sudahlah, mending kita siap-siap aja. Tadi gue liat orang-orang dari SMA Angkasa sudah datang kesini. Kita harus bisa bikin mereka malu. Karena sudah datang kesini." Bisma mengalihkan perhatian mereka, agar dia fokus. Bisma tidak membunuhnya, ingat itu. Raya sendiri yang memilih mengakhiri hidupnya.
"Tapi, gue kekamar mandi dulu sebentar yah guys." Bisma pergi dengan perasaan gelisah. Dia memasuki kamar mandi dan mencoba membasuh mukanya.
"Nih!" Seseorang memberikan sebotol minuman kemasan kepada Bisma.
"Thank Di." Bisma menerimanya dan tersenyum sebaik mungkin kepada sahabatnya.
"Lo pasti udah denger kabar tentang Raya. Gue harap semua ini gak ada hubungannya dengan ambisi gila Lo."
'Uhuk' Bisma yang sedang minum tersedak. Bagaimana Maudi bisa membaca isi pikirannya. Haruskah dia jujur?
"Kau harus membayar utangmu sekarang juga," desis Lucas, matanya dingin seperti es. Flora terpaku, tak bergeming, dadanya sesak. Hutang? Hutang apa? Sebuah perjanjian hutang antara mendiang orang tua Flora dengan Lucas, yang kini berakhir mengikat Flora dengan pria yang baru dikenalnya malam ini di pesta lajang sahabatnya. Menjerumuskannya dalam lingkaran neraka. Flora tak pernah tahu orang tuanya berhutang pada seorang pria kejam, berusia lima belas tahun lebih tua darinya, pemilik Perusahaan Blackwood tempatnya magang sebagai staf marketing. Lucas, pria yang tak kenal ampun, menuntut pembayaran detik itu juga. "Jika kau tidak bisa bayar nominal utangnya, tubuhmu untukku malam ini!" tegas Lucas, menarik tangan Flora masuk ke kamar hotel.
Keseruan tiada banding. Banyak kejutan yang bisa jadi belum pernah ditemukan dalam cerita lain sebelumnya.
Untuk memenuhi keinginan terakhir kakeknya, Sabrina mengadakan pernikahan tergesa-gesa dengan pria yang belum pernah dia temui sebelumnya. Namun, bahkan setelah menjadi suami dan istri di atas kertas, mereka masing-masing menjalani kehidupan yang terpisah, dan tidak pernah bertemu. Setahun kemudian, Sabrina kembali ke Kota Sema, berharap akhirnya bertemu dengan suaminya yang misterius. Yang mengejutkannya, pria itu mengiriminya pesan teks, tiba-tiba meminta cerai tanpa pernah bertemu dengannya secara langsung. Sambil menggertakkan giginya, Sabrina menjawab, "Baiklah. Ayo bercerai!" Setelah itu, Sabrina membuat langkah berani dan bergabung dengan Grup Seja, di mana dia menjadi staf humas yang bekerja langsung untuk CEO perusahaan, Mario. CEO tampan dan penuh teka-teki itu sudah terikat dalam pernikahan, dan dikenal tak tergoyahkan setia pada istrinya. Tanpa sepengetahuan Sabrina, suaminya yang misterius sebenarnya adalah bosnya, dalam identitas alternatifnya! Bertekad untuk fokus pada karirnya, Sabrina sengaja menjaga jarak dari sang CEO, meskipun dia tidak bisa tidak memperhatikan upayanya yang disengaja untuk dekat dengannya. Seiring berjalannya waktu, suaminya yang sulit dipahami berubah pikiran. Pria itu tiba-tiba menolak untuk melanjutkan perceraian. Kapan identitas alternatifnya akan terungkap? Di tengah perpaduan antara penipuan dan cinta yang mendalam, takdir apa yang menanti mereka?
Marsha terkejut saat mengetahui bahwa dia bukanlah anak kandung orang tuanya. Karena rencana putri asli, dia diusir dan menjadi bahan tertawaan. Dikira terlahir dari keluarga petani, Marsha terkejut saat mengetahui bahwa ayah kandungnya adalah orang terkaya di kota, dan saudara laki-lakinya adalah tokoh terkenal di bidangnya masing-masing. Mereka menghujaninya dengan cinta, hanya untuk mengetahui bahwa Marsha memiliki bisnis yang berkembang pesat. “Berhentilah menggangguku!” kata mantan pacarnya. “Hatiku hanya milik Jenni.” “Beraninya kamu berpikir bahwa wanitaku memiliki perasaan padamu?” kata seorang tokoh besar misterius.
Kiara tidak pernah berpikir bahwa ia akan menjadi seorang istri dari Keith Wilson, gurunya sendiri di usianya yang masih 17 tahun. Ia dan Keith menikah bukan karena saling cinta, melainkan perjodohan yang sudah diatur oleh kedua orangtua mereka. Meski Kiara menentang keras, tapi tidak dengan Keith yang justru menerimanya dengan ikhlas. Kiara tak sadar bahwa ada niat tersembunyi dari perjodohan yang terkesan mendadak dan terburu-buru itu. Belum lagi, Kiara sendiri dibuat tak percaya pada sikap Keith setelah menjadi suaminya yang bersikap sangat posesif serta mengekang ruang geraknya karena larangan-larangan aneh yang pria itu beri. Permasalahan perlahan kian datang mengguncang kehidupan baru Kiara, dimulai dari kekecewaan teman-temannya tentang berita pernikahannya yang ia sembunyikan, lalu hubungan Keith dengan wanita yang jelas mencintai suaminya itu, serta kenyataan dan fakta pahit tentang hidupnya juga masalalunya yang selama ini disembunyikan oleh kedua orangtuanya. Akankah Kiara berhasil melalui dan menyembuhkan luka hatinya itu? Memaafkan masalalu dan menerima Keith kembali yang jelas sudah menyakiti hatinya, yang sayangnya sudah terjatuh dalam pada suaminya tersebut?
Dua tahun setelah pernikahannya, Selina kehilangan kesadaran dalam genangan darahnya sendiri selama persalinan yang sulit. Dia lupa bahwa mantan suaminya sebenarnya akan menikahi orang lain hari itu. "Ayo kita bercerai, tapi bayinya tetap bersamaku." Kata-katanya sebelum perceraian mereka diselesaikan masih melekat di kepalanya. Pria itu tidak ada untuknya, tetapi menginginkan hak asuh penuh atas anak mereka. Selina lebih baik mati daripada melihat anaknya memanggil orang lain ibu. Akibatnya, dia menyerah di meja operasi dengan dua bayi tersisa di perutnya. Namun, itu bukan akhir baginya .... Bertahun-tahun kemudian, takdir menyebabkan mereka bertemu lagi. Raditia adalah pria yang berubah kali ini. Dia ingin mendapatkannya untuk dirinya sendiri meskipun Selina sudah menjadi ibu dari dua anak. Ketika Raditia tahu tentang pernikahan Selina, dia menyerbu ke tempat tersebut dan membuat keributan. "Raditia, aku sudah mati sekali sebelumnya, jadi aku tidak keberatan mati lagi. Tapi kali ini, aku ingin kita mati bersama," teriaknya, memelototinya dengan tatapan terluka di matanya. Selina mengira pria itu tidak mencintainya dan senang bahwa dia akhirnya keluar dari hidupnya. Akan tetapi, yang tidak dia ketahui adalah bahwa berita kematiannya yang tak terduga telah menghancurkan hati Raditia. Untuk waktu yang lama, pria itu menangis sendirian karena rasa sakit dan penderitaan dan selalu berharap bisa membalikkan waktu atau melihat wajah cantiknya sekali lagi. Drama yang datang kemudian menjadi terlalu berat bagi Selina. Hidupnya dipenuhi dengan liku-liku. Segera, dia terpecah antara kembali dengan mantan suaminya atau melanjutkan hidupnya. Apa yang akan dia pilih?