/0/5257/coverbig.jpg?v=fdaccc291738b6af2e47931b945de740)
Fitri adalah anak yang ceria, orang tuanya seorang guru di sekolah negeri. Fitri berusia tiga tahun dan dia selalu membantu. Bahkan Astina saja sampai dibuat pusing. Astina adalah ibu kandung Fitri, dia selalu mengantar Fitri ke sekolah ketika akan pergi ke kantor.
"Fitri kenapa menangis?" tanya Bu Sita yang usianya dua puluh tahun. Fitri yang usia tiga tahun sedang menangis di kelas.
"Dino nakal, dia mengambil mainan ku," ucap Fitri. Bu Sita kemudian pergi ke Dino dan menegurnya.
"Dino, kenapa kamu mengambil uang punya Fitri. Ibu tidak mengajarkan kamu merampas hak milik orang lain kan," ucap Bu Sita. Ia mengelus kepala Dino. Ibu kandung Fitri datang ke sekolah kemudian ia masuk.
"Sebentar ya Dino. Ibu ada tamu. Kamu harus minta maaf sama Fitri."
Bu Sita kemudian menghampiri Ibu kandung Fitri. Ibu Kandung Fitri bertanya
"Ada apa Bu Sita? Apakah anak saya nakal?" tanya Bu Astina dengan cemas. Ya, karena setiap hari di rumah Fitri tidak bersikap aneh-aneh.
"Fitri dari tadi diam saja. Tidak ada beraktivitas dengan teman-temanya ketika istirahat."
"Saya tidak tahu, coba saya ingat-ingat."
Saat ini Bu Astina mengingat hal-hal yang dilakukan oleh Fitri di rumah. Bahkan saat pergi ke sekolah.
Apakah Fitri menyembunyikan sesuatu? Tetapi dia tidak seperti ini. Kalau ada masalah selalu mengadu bahkan selalu menangis kalau ada masalah.
"Bu Sita, saya coba tanya anak saya dulu."
Bu Astina berjalan menemui Fitri. Ia penasaran dengan anak semata wayangnya yang terlihat murung.
"Fitri, kamu kenapa sedih? Apakah ada yang menjaili kamu?" tanya mama kandungnya.
"Teman-teman bilang. Aku rambutnya pirang. Dan aku bukan anak mama."
"Sayang. Ibu adalah orang Belanda dan sudah jadi istri ayahmu." Astina mengelus rambut Fitri. "Kamu adalah anakku yang berharga. Jangan sedih," lanjut Astina berbicara.
"Dino tadi yang bilang ma. Kalau aku bukan anak mama. Soalnya rambut mama warnanya hitam dan ayah hitam."
"Rambut mama warnanya pirang seperti Fitri. Ini mamah cat, supaya menyesuaikan di sini sayang."
Fitri biasanya di sekolah tidak pernah seperti ini. Apakah karena dia beda sendiri rambutnya? Bu Astina selalu cemas jika Fitri tidak mau sekolah. Saat ini Fitri masih di taman bermain dan masa-masanya pertumbuhan. Fitri juga anak pintar dia sudah berbicara dengan jelas. Apa lagi di usia yang masih anak emas atau masih harus bermain, Fitri seperti orang yang dewasa karena selalu menyendiri saat ada kesulitan.
"Fitri, besok ayah sudah mau pulang kamu belajar ya. Mama sudah izin sama kepala sekolah di Sekolah dasar. Hari ini mama mau menemani kamu," ucap Astina.
"Benar, mama mau menemani Fitri?" tanya Fitri.
"Iya, sayang. Mama mau menemani kamu."
Astina teringat dua hari yang lalu, Fitri pulang sekolah sangat senang dan selalu becerita.
"Ma, kita kalau libur jalan-jalan ke kebun binatang ya. Fitri di suruh ibu guru melukis hewan-hewan yang ada di dunia."
"Baiklah sayang sekarang kamu makan siang. Dari tadi kamu belum makan. Makanan kamu ke mana?" tanya mama.
"Fitri kasih ke Bagas ma. Bagas tidak ada uang dan orang tuanya serba kesusahan."
"Kamu anak mama yang baik dan pintar. Mama bangga punya kamu sayang."
Fitri selalu bercerita jika dia dalam kesusahan atau bahagia pasti mengadu atau bilang ke mama. Sementara itu Ayah kandung Fitri yang bernama Satria pergi ke luar kota ada acara bisnis jadi jarang datang dan berkemas.
Ibu Astina melihat Fitri sedang bermain boneka di ruang main. Fitri juga bilang dia mau jadi dokter anak ketika usia dua tahun. Ayah dan Ibu nya tertawa saat itu, melihat Fitri rajin belajar membaca dan mengeja.
"Mama, ini ada Sisi. Sisi adalah keponakan Fitri," ucap Fitri. Fitri memakai baju seragam tk dan dikucir rambutnya. Dia memegang boneka bayi sambil memberikan botol mainan sebagai makanan buat bonek.
"Fitri, mama pergi dulu ya. Kamu main sama bu Guru ya."
Bu Astina pergi. Fitri bermain bersama teman kelasnya. Kemudian ia masuk saat bel sudah berbunyi. Ruangan kelasnya penuh dengan beraneka ragam hiasan.
Anak-anak berdiri, termasuk Fitri. Guru musik masuk dan bernyanyi.
Ayo anak-anak kita menyanyikan lagu sekolah kita.
Makan, makan yang bergisi
Besok, kita akan bersama lagi
Belajar di taman kanak-kanak berseri
Dengan teman dan saling menghargai
Semua kembali duduk dan bermain bersama-sama. Mereka kemudian membuat tulisan dan belajar menggambar. Beberapa anak saling bertanya ke guru taman kanak-kanak untuk bertanya mengenai bacaan dan cara mengeja sementara Fitri sendiri sedang merangkai kata-kata yang terputus di beberapa huruf.
"Fitri, kamu pintar sekali menulis."
"Makasih bu guru. Fitri tidak mau menyusahkan ibu. Fitri hanya ingin menolong."
Saat kemarin, Fitri tidak seperti ini? Kenapa Fitri jadi pendiam? Dia sudah saling bermaafan. Apakah Fitri masih trauma? Bu guru yang memperhatikan Fitri tampak cemas. Bu Sita salah satunya, Fitri yang selalu tersenyum sekarang tidak mau tersenyum dan setiap kali dia selalu bersama teman-temannya.
"Fitri kenapa tidak bertanya sama bu guru? Apakah Fitri masih takut dengan teman-teman?" tanya Bu Sita yang duduk di dekat Fitri. Ia menenami Fitri yang masih menggambar.
"Fitri kangen ayah. Ayah sudah lima hari belum pulang kerja."
Wajar, anak usia tiga tahun cemas dan selama ini Fitri selalu bersama ibu kandungnya. Karena saat masuk ke taman bermain untuk anak tiga tahun Fitri diantar oleh ayahnya dan sekarang ayah kandung Fitri belum pulang dari urusan bisnis. Fitri yang di sekolah saat ini memegang pensil dan menggambar perlahan-lahan, ia menulis huruf-huruf satu demi satu sesuai petunjuk arah.
Ayah kandung Fitri adala seorang pengusaha di bidang makanan. Sedangkan ibu kandungnya adalah seorang guru. Fitri yang berkecukupan, namun hidupnya sangat sederhana. Demi mendidik Fitri, orang tuanya mengajari bagaimana cara menabung. Bahkan di sekolah Fitri selalu bekal makanan yang sehat dan tidak pernah jajan. Fitri juga dibawakan susu formula kesukaannya.
Fitri Si Gadis Imut ini selalu saja membuat gurunya tertawa dan bersemangat mengajar. Namun, hari ini Fitri jadi pendiam.
"Ayah kan kerja. Fitri jangan menangis. Kan ada bu guru. Jadi kalau Fitri sedih, Fitri ke kantor ibu. Nanti ibu belikan makanan kesukaan Fitri bagaimana?"
Bu Sita mengelap air mata Fitri. Ia juga tidak tega melihat anak berusia tiga tahun ini selalu kurang perhatian dari orang tua. Bahkan, tadi Bu Sita melihat ibu kandung Fitri di sekolah tidak begitu peduli sama Fitri.
"Ibu selama di rumah tidak perduli. Sibuk saja melihat ponsel dan ayah lama sekali tidak menghubungi Fitri," ucap Fitri.
Seharusnya anak seusia Fitri harus mendapat kasih sayang. Orang tuanya harus selalu bertanya, di sekolah tadi sedang apa? Bukannya dua orang saling sibuk. Bu Sita jadi cemas, takut gadis mungil yang masih tiga tahun ini dewasa terlalu cepat.
"Jangan sedih, nanti Ibu Guru akan bertanya ke orang tua kandungmu," ucap Bu Sita.
Stevi yang berada di taksi, memikirkan kata-kata yang dibicarakan ibu kandungnya. "Stevi, kamu harus rajin bekerja ya. Ingat, ibu sebentar lagi tidak akan ada." Wanita paruh baya yang tidur di kasur memegang kerah, keringatnya membasahi pakaian. Tak lama setelah beberapa jam, Stevi yang menggengam tangan ibu kandungnya berlinang Air mata. "Non, sudah sampai di Keraton Pontianak. Silahkan turun." "Makasih banyak pak." Ibu, aku sudah kerja dan menikah. Tolong ibu jangan jemput Stevi, karena Aria sendirian butuh Stevi. Sementara itu Aria ada di fakultas. Banyak mahasiswa dan mahasiswi lalu lalang. Ada satu mahasiswi yang di kantor Aria sedang menghadap untuk konsultasi makalah yang akan diseminarkan. "Jadi, makalahnya jika diambil dari buku harus ada nama pengarang supaya tidak ada plagiat. Dan harus 10 persen dari plagiat," ucap Aria. Cover by Pexels Edit by Canva
Selama sepuluh tahun, Delia menghujani mantan suaminya dengan pengabdian yang tak tergoyahkan, hanya untuk mengetahui bahwa dia hanyalah lelucon terbesarnya. Merasa terhina tetapi bertekad, dia akhirnya menceraikan pria itu. Tiga bulan kemudian, Delia kembali dengan gaya megah. Dia sekarang adalah CEO tersembunyi dari sebuah merek terkemuka, seorang desainer yang banyak dicari, dan seorang bos pertambangan yang kaya raya, kesuksesannya terungkap saat kembalinya dia dengan penuh kemenangan. Seluruh keluarga mantan suaminya bergegas datang, sangat ingin memohon pengampunan dan kesempatan lagi. Namun Delia, yang sekarang disayangi oleh Caius yang terkenal, memandang mereka dengan sangat meremehkan. "Aku di luar jangkauanmu."
Pelan tapi pasti Wiwik pun segera kupeluk dengan lembut dan ternyata hanya diam saja. "Di mana Om.. ?" Kembali dia bertanya "Di sini.." jawabku sambil terus mempererat pelukanku kepadanya. "Ahh.. Om.. nakal..!" Perlahan-lahan dia menikmati juga kehangatan pelukanku.. bahkan membalas dengan pelukan yang tak kalah erat. Peluk dan terus peluk.. kehangatan pun terus mengalir dan kuberanikan diri untuk mencium pipinya.. lalu mencium bibirnya. Dia ternyata menerima dan membalas ciumanku dengan hangat. "Oh.. Om.." desahnya pelan.
21+ Bijaklah dalam membaca! Mengandung bayak Konten Dewasa. Nama ku Laras, Aku seorang Anak Yatim Piatu dan sudah putus sekolah, tinggal sendiri di rumah reyot peninggalan alm Ibu dan Ayah ku. Aku tinggal di sebuah dusun terpencil, yang berada si sekitar perkebunan Sawit. Terpaksa Aku harus menjadi Buruh harian di Kebun Sawit Milik Juragan Johan, demi kelangsungan hidup ku. Singkat perkenalan, Juragan Johan ini lah Ayah ku dan Ayah dari Anak ku, dan juga jadi mertua ku Ikuti kisahnya biar ga bingung. Bagaimana semua itu bisa terjadi
21++ Bocil dilarang mampir Kumpululan Kisah Panas Nan Nakal, dengan berbagai Cerita yang membuat pembaca panas dingin
"Jang, kamu sudah gak sabar ya?." tanya Mbak Wati setelah mantra selesai kami ucapkan dan melihat mataku yang tidak berkedip. Mbak Wati tiba tiba mendorongku jatuh terlentang. Jantungku berdegup sangat kencang, inilah saat yang aku tunggu, detik detik keperjakaanku menjadi tumbal Ritual di Gunung Keramat. Tumbal yang tidak akan pernah kusesali. Tumbal kenikmatan yang akan membuka pintu surga dunia. Mbak Wati tersenyum menggodaku yang sangat tegang menanti apa yang akan dilakukannya. Seperti seorang wanita nakal, Mbak Wati merangkak di atas tubuhku...
Kesalahan satu malam, membuat semuanya menjadi hancur lebur. Miranda berawal hanya bersenang-senang saja, tapi sialnya malah dia terjebak malam panas dengan Athes Russel. Hal yang membuatnya semakin kacau adalah pria itu merupakan teman bisnis ayahnya sendiri. “Kita bertemu lagi, Miranda,” bisik Athes serak seraya memeluk pinggang Miranda. Miranda mendorong tubuh Athes keras. “Shit! Menjauh dariku, Jerk!” Athes terkekeh sambil membelai rahang wanita itu. “Bagaimana bisa aku melupakanmu? You’re so fucking hot.” *** Follow me on IG: abigail_kusuma95 (Informasi seputar novel ada di IG)