/0/4764/coverbig.jpg?v=d0fdbad6fe63ef9fecc623cfdc1df557)
warning! Zona 21+, anak kecil jangan mendekat! "Dia bukan Tuan Muda, melainkan Bayi Besar yang manja dan menyusahkan!" Mona Latea, harus menggantikan Kakaknya, karena ELisa tidak menyetujui untuk dijodohkan. Bekerja tanpa digaji? nasib sial itu harus ia terima.
Pria berkumis jambang itu terlihat sangat was-was, ia berjalan mondar mandir di depan kursi di ruang tamu. Sesekali ia melirik ke arah jam dinding yang menempel tak jauh di depannya.
"Ada apa sih, Pak?" tanya seorang wanita yang berdandan modis itu dan membawa majalah. Lalu ia duduk di salah satu sofa di ruang tamu.
"Pak Darwin, nagih lagi."
"Hutang kita pada dia berapa sih sebenarnya, Pak?" tanya wanita itu. Ia mengurungkan niatnya untuk membuka majalah di tangannya.
Pria itu menoleh ke arah istrinya. Lalu ia duduk di kursi yang bersebrangan. "Banyak, modal untuk membuka resort di distrik dua itu tidak cukup dengan serratus pound."
"Lalu bagaimana? Bukannya kita sudah menyicil?"
"Dia minta pelunasan saja, tapi ...."
"Bagus itu, Pak."
"Masalahnya, Pak Darwin ingin kita menjadi besan."
"Apa? Jadi?"
"Iya, Elisa harus menikah dengan Jian. Aku sedang menunggu anak itu pulang dari kampus."
Wanita itu menghela napas kasar. Ia tahu anak pertamanya sangat sulit untuk diajak bicara. "Kenapa Elisa?" tanya Rina pada suaminya.
Johan mengusap wajahnya dengan kasar. "Anaknya yang memilih."
"Tapi, Pak. Anak kita yang satu itu agak ... keras kepala."
"Itu dia masalahnya."
"Apa tidak bisa diganti dengan Mona?"
Johan menoleh ke arah istrinya. Rina menatap meminta kepastian. "Tidak bisa, Jian juga merupakan anak yang sama keras kepalanya."
Pintu rumah dibuka seorang, keduanya menoleh serentak ke arah pintu. Dari balik pintu, gadis cantik dengan rambut ikal panjang sepinggang itu muncul. Ia adalah Elisa, bidadari yang mereka miliki.
"Tumben Pak, ada di rumah?" Elisa menatap kedua orang tuanya yang menatapnya balik. Merasa canggung, Elisa berjalan menuju tangga.
"Elisa tunggu sebentar, bergabunglah ke sini. Bentar aja." Johan memohon pada anak pertamanya itu.
Elisa menoleh, ia pun berjalan menghampiri kembali kedua orang tuanya. Lalu duduk di samping ibunya.
"Begini ...." Johan menarik napas panjang. Elisa menatapnya penuh harap sekaligus cemas. Sementara Rina menunduk karena bingung.
"Kamu tahu kan, Papa masih punya hutang pada Pak Darwin."
"Ya?" Elisa menatap serius pada Ayahnya.
"Er .... Beliau meminta kamu untuk menjadi menantunya ...."
"Apa?" Elisa begitu terkejut. "Nggak, aku nggak mau. Bilang aja kalau pernikahan ini adalah modus bayar hutang, kan?" tanya Elisa. Lalu ia berdiri. "Aku nggak bisa, aku punya orang yang aku sukai. Papa, aku nggak mau diatur soal jodoh." Elisa beranjak pergi dari hadapan kedua orang tuanya.
Johan dan Rina menghela napas berat. "Kan, Pak. Gimana, dong?" tanya Rina pada suaminya.
"Akan kutanyakan dulu pada Pak Darwin." Johan meraih kembali ponsel yang sudah ia simpan di saku celana. Lalu mencari kontak nama teman lamanya itu. Setelah menemukannya di panggilan masuk, Johan menelpon balik temannya itu.
Sementara itu, di universitas Y. seorang gadis berambut bob berjalan keluar dari kelasnnya. Ia mengenakan pakaian formal karena hari ini merupakan ujian tes masuk. Lalu, seorang gadis sebayanya berlari menghampirinya.
"Bagaimana soal ujiannya?"
"Sedikit agak sulit."
"Mona, apa kamu akan langsung pulang?" tanya gadis itu pada temannya.
"Tentu saja, aku harus cepat pulang karena hari ini aku harus ke toko peminjaman buku. Katanya komik terbaru dari Author Summer Breez sudah rilis." Gadis itu terlihat semringah. Sesampainya di halte bus, keduanya berpisah karena arah rumah mereka berbeda.
Mona Latea, gadis manis pecinta komik romance, menyukai musik calm. Anak kedua dari keluarga Johan dan Rina. Bagaimana nasibnya saat ini yang menjadi harapan terakhir orang tuanya. Apakah ia bisa menolak atau tetap menjadi orang yang susah menolak permintaan orang tuanya?
Setelah bus yang akan membawanya pulang, Mona naik ke dalam bus, ia duduk di kursi kedua barisan kanan. Lalu, memasang earphone untuk mendengarkan music dan menatap fokus ponselnya sambil membaca komik online. Hatinya tidak tenang saat ini, menanti pengumuman kelulusannya yang akan keluar seminggu lagi.
"Semoga lolos," gumamnya sambil memejamkan mata.
Setengah jam perjalanan, bus yang membawa Mona telah tiba di halte dekat perumahannya. Lalu, ia turun dan segera membayar ongkos menggunakan Card bis. Mona berjalan cepat menyurusi gang besar menuju rumahnya. Dari jalan raya menuju rumahnya, hanya terhalang tiga rumah. Sesampainya di depan rumah, Mona segera membuka pintu pagar yang menjulang tinggi.
Mona berjalan cepat menuju pintu utama. Saat ia membuka pintu, Ia mendapati kedua orang tua dan kakaknya duduk di ruang tamu seolah sedang menanti kedatangannya.
Mona menatap keheranan ketiga orang yang kini menatap ke arahnya juga. "Aku ... pulang ...." Mona kebingungan, suasana begitu hening dan canggung. Mona pun memilih untuk segera menuju kamarnya yang ada di lantai dua.
Johan berdehem saat Mona pergi. "Mona, bisa kemari sebentar?" tanya Johan pada anak bungsunya.
Mona yang sudah berjalan menuju tangga itu seketika menoleh. Ia memutar langkah lalu duduk di dekat kakaknya. Ia menatap ibu dan kakaknya keheranan, lalu menatap ke arah ayahnya yang terlihat ragu untuk membuka pembicaraan.
"Mona, maafkan Papa dan Momii, ya!" ucap Johan. Lalu, pria itu menghela napas panjang. Ia tahu, anak bungsunya ini tidak akan menolak permintaannya. Bedanya, permintaannya kali ini bukan soal pernikahan.
"Kok minta maaf, ada apa sih, Pa, Mii?" Mona menoleh ke arah Ayah dan ibunya bergantian.
Elisa berdehem. "Gini Mona, Kakak belum siap menikah, jadi ... kamu yang menggantikan kakak." Elisa berkata ragu.
"Hah. Aku ... gantiin Kak Elis? Serius?" Mona menatap penuh pertanyaan ke arah ayah dan ibunya bergantian. "Kok Mona, sih. Aku kan masih kecil. Sama siapa pula? Jangan bilang sama om-om. Aku nggak mau!"
"Mona, tunggu dulu!" Rina kini angkat bicara. "Kamu gantiin kakak kamu bukan untuk menikah, tapi, jadi asisten rumah tangga tanpa di bayar."
Johan pun berdehem. "Kamu tahu, kan, Papa punya hutang sama Pak Darwin?" tanya Johan sambil menatap Mona yang masih terkejut. Anak itu mengangguk, sepertinya ia mulai faham arah pembicaraan orang tuanya. "Mereka meminta Kakak kamu untuk dijodohkan dengan anak pertamanya. Tapi, kakak kamu menolak. Jadi, Papa meminta syarat lain sebagai jaminannya."
"Bukannya Papa sudah menyicil hutangnya? Tapi kenapa?" Mona masih kebingungan dengan permintaan Ayahnya.
Johan memejamkan matanya, ia juga kebingungan untuk merangkai kata supaya anak bungsunya sedikit mengerti.
"Gini loh, Mona. Pak Darwin tetap meminta aku untuk menikah dengan anaknya. Tapi aku nggak mau, kamu ngerti, kan? Aku nggak mau dijodohkan. Tapi Pak Darwin memaksa. Terus, Papa mengajukan kamu sebagai jaminan."
"Jaminan?" tanya Mona mengeja kata tersebut. Mona menatap ibu dan kakaknya bergantian. Lalu menatap ke arah Johan. "Pah?" ia meminta penjelasan.
"Aku belum siap, Mon. Aku akan menikah, tapi nanti setelah lulus. Dan kamu jadi jaminannya. Kamu kerja di sana tanpa digaji, faham nggak sih?" Elisa menjelaskan dengan geram. "Aku sedang menunggu Zoey pulang dari Luar Negeri."
"Iya, begitulah." Johan mengusap keningnya karena pusing dengan permintaan Darwin.
"Jadi, aku gantiin kakak sebagai asisten rumah tangganya di rumah Pak Darwin?" tanya Mona pada kakaknya. Gadis itu mengangguk sebagai jawaban pada adiknya. "Galak nggak sih, Pah?" tanya Mona pada ayahnya.
Johan mendongak, menatap tidak percaya atas pertanyaan anaknya. "Nggak, mereka keluarga baik. Kamu tenang saja."
"Ya sudah. Kapan aku mulai kerja?" tanya Mona dengan serius.
Rina, Elisa dan Johan menatap terkejut ke arahh Mona. Benar, Mona tidak pernah menolak permintaan mereka. Lalu ketiga orang itu menghela napas lega bersamaan. Meski Elisa menggerutu tentang kebodohan Mona, tetapi ia merasa sangat beruntung memiliki seorang adik seperti Mona.
"Besok, kalau kamu mau. Iya, kan, Pa?" tanya Elisa sambil menoleh ke arah ayahnya. Johan mengangguk dan tersenyum.
"Tunggu sebentar, rumah Pak Darwin itu di mana?" tanya Mona. Ia takut jika rumah tempat ia akan bekerja sangat jauh dari rentalan buku langganannya.
"Perumahan 32, nggak jauh dari sini?"
"Serius, Pah?" Mona bertanya dengan wajah antusias. Ketiga orang sama terkejutnya saat melihat reaksi Mona.
"Iya, kenapa Mona?" tanya Rina penasaran.
"Nggak ...." Mona berdiri. Lalu, beranjak pergi meninggalkan mereka yang masih penasaran kenapa Mona begitu antusias sekali.
Mona meniti tangga sambil bersenandung. Ia sangat senang kerena perumahan itu tak jauh dari tempat ia berlangganan meminjam buku.
Elisa pun berdiri, lalu pamit untuk bergegas ke kamarnya. Ia menatap adiknya yang berjalan tak jauh darinya. Sampai Mona memasuki kamar pun, Elisa menatap penuh tanya. "Dia itu kenapa sih? Argh. Punya adik, kok, absurd banget!" Elisa menggerutu lalu memasuki kamarnya juga.
"Dua hal kebahagiaan yang kupunya, telah kamu ambil. Apa itu belum cukup jika aku adalah selanjutnya?" tanya anak itu sambil duduk menengadah, seulas senyum terbit dengan tatapan mengejek. Ia sudah tak sanggup berdiri, tubuhnya penuh memar, kekuatan yang tersisa masih disimpannya untuk hari esok. Akankah ada hari esok? Entahlah .... Hari esok yang penuh misteri selalu diharapkan oleh mereka yang menginginkan masa depan. "Jika, ya? Apa yang akan kamu lakukan?" "Apa kamu akan kabur?" "Atau menangis seperti hari ini?" "Bocah tau apa? Harusnya kau bersyukur masih bisa hidup enak!"
Cerita ini 18++ Tidak untuk anak kecil. Mohon bijak dalam memilih bacaan. Sheril, Gadis cantik berusia 25 tahun. Berstatus jomblo sejak lahir. Kehidupan di dunia kerjanya yang mengharuskan ia pulang malam, pun menjadi bahan gosip ibu-ibu di komplek 14. Di luar dugaan, dia adalah wanita yang dikelilingi pria tampan. Rey teman kerjanya, Vero pekerja baru dan Tedi yang merupakan tetangganya. Namun, Sheril memilih Anon sebagai pacarnya. Padahal Anon hanya sebuah nama akun di aplikasi Minsta. Seseorang yang belum ditemuinya. Apa alasan Sheril memilih Anon? Siapakah seseorang pemilik akun Alnonim itu?
Cerita ini hanya fiksi belaka. Karanga author Semata. Dan yang paling penting, BUKAN UNTUK ANAK2. HANYA UNTUK DEWASA. Cinta memang tak pandang tempat. Itulah yang sedang Clara rasakan. Ia jatuh cinta dengan ayah tirinya sendiri bernama Mark. Mark adalah bule yang ibunya kenal saat ibunya sedang dinas ke Amerika. Dan sekarang, ia justru ingin merebut Mark dari ibunya. Gila? Tentu saja. Anak mana yang mau merebut suami ibunya sendiri. Tapi itulah yang sekarang ia lakukan. Seperti gayung bersambut, Niat Clara yang ingin mendekati Mark diterima baik oleh pria tersebut, apalagi Clara juga bisa memuaskan urusan ranjang Mark. Akankah Clara berhasil menjadikan Mark kekasihnya? Atau lebih dari itu?
Binar Mentari menikah dengan Barra Atmadja,pria yang sangat berkuasa, namun hidupnya tidak bahagia karena suaminya selalu memandang rendah dirinya. Tiga tahun bersama membuat Binar meninggalkan suaminya dan bercerai darinya karena keberadaannya tak pernah dianggap dan dihina dihadapan semua orang. Binar memilih diam dan pergi. Enam tahun kemudian, Binar kembali ke tanah air dengan dua anak kembar yang cerdas dan menggemaskan, sekarang dia telah menjadi dokter yang berbakat dan terkenal dan banyak pria hebat yang jatuh cinta padanya! Mantan suaminya, Barra, sekarang menyesal dan ingin kembali pada pelukannya. Akankah Binar memaafkan sang mantan? "Mami, Papi memintamu kembali? Apakah Mami masih mencintainya?"
Chelsea mengabdikan tiga tahun hidupnya untuk pacarnya, tetapi semuanya sia-sia. Dia melihatnya hanya sebagai gadis desa dan meninggalkannya di altar untuk bersama cinta sejatinya. Setelah ditinggalkan, Chelsea mendapatkan kembali identitasnya sebagai cucu dari orang terkaya di kota itu, mewarisi kekayaan triliunan rupiah, dan akhirnya naik ke puncak. Namun kesuksesannya mengundang rasa iri orang lain, dan orang-orang terus-menerus berusaha menjatuhkannya. Saat dia menangani pembuat onar ini satu per satu, Nicholas, yang terkenal karena kekejamannya, berdiri dan menyemangati dia. "Bagus sekali, Sayang!"
Usia terkadang tidak menjadi patokan buat seseorang bisa berbuat lebih dewasa. Banyak faktor yang memperngaruhinya, termasuk salah pergaulan. Khusus pembaca yang pernah mengalami gejolak hasrat cinta dan birahi masa remajanya, tentu kisahku ini akan sedikit memberikan kesan dan nostalgia terindah masa-masa remajanya. Sengaja disajikan utuh memotret masa beberapa tahun yang lalu, agar siapapun yang pernah merasakan bangku SMA dan dunia perkuliahan, bisa lebih menghayatinya. Namun demikian pada beberpa bab kisah ini hanya cocok buat dewasa karena mengandung adegan dewasa, mohon bijak dalam memilih bab-bab tertentu
Setelah dua tahun menikah, Sophia akhirnya hamil. Dipenuhi harapan dan kegembiraan, dia terkejut ketika Nathan meminta cerai. Selama upaya pembunuhan yang gagal, Sophia mendapati dirinya terbaring di genangan darah, dengan putus asa menelepon Nathan untuk meminta suaminya itu menyelamatkannya dan bayinya. Namun, panggilannya tidak dijawab. Hancur oleh pengkhianatan Nathan, dia pergi ke luar negeri. Waktu berlalu, dan Sophia akan menikah untuk kedua kalinya. Nathan muncul dengan panik dan berlutut. "Beraninya kamu menikah dengan orang lain setelah melahirkan anakku?"
Sayup-sayup terdengar suara bu ustadzah, aku terkaget bu ustazah langsung membuka gamisnya terlihat beha dan cd hitam yang ia kenakan.. Aku benar-benar terpana seorang ustazah membuka gamisnya dihadapanku, aku tak bisa berkata-kata, kemudian beliau membuka kaitan behanya lepas lah gundukan gunung kemabr yang kira-kira ku taksir berukuran 36B nan indah.. Meski sudah menyusui anak tetap saja kencang dan tidak kendur gunung kemabar ustazah. Ketika ustadzah ingin membuka celana dalam yg ia gunakan….. Hari smakin hari aku semakin mengagumi sosok ustadzah ika.. Entah apa yang merasuki jiwaku, ustadzah ika semakin terlihat cantik dan menarik. Sering aku berhayal membayangkan tubuh molek dibalik gamis panjang hijab syar'i nan lebar ustadzah ika. Terkadang itu slalu mengganggu tidur malamku. Disaat aku tertidur…..