Unduh Aplikasi panas
Beranda / Romantis / Bukan Mauku Menjomlo
Bukan Mauku Menjomlo

Bukan Mauku Menjomlo

5.0
105 Bab
2.2K Penayangan
Baca Sekarang

Tentang

Konten

Kenapa, sih, wanita kalau sudah diatas 30 tahun dan belum menikah, disebut perawan tua? Tidak laku? Dan berbagai titel lainnya. Apalagi kalau hidup di kampung seperti aku? Pokoknya harus tebal kuping dengerin nyinyiran tetangga. Untung aku santuy, yee kan? Meski kadang pengen juga melepas kejombloan yang haqiqi ini. Namun apa daya, jodohnya masih otw. Jadi selain menunggu, apalagi yang bisa aku lakukan. Aku gak mungkin asal tunjuk, dan asal pilih mumpung ada yang mau, iya kan? Karena nikah itu perkara panjang yang punya banyak poin untuk dipikirkan dan dipertimbangkan.  Jadi ... tolong dimengerti, ya? Jomblo itu bukan aib, kok. Meski aku gak tahu sampai kapan harus menjomblo seperti ini. Aku Hasmi Azzahra. Suster cantik dan masih single di usia yang terbilang tak muda lagi. Membuatku mau tak mau harus menebalkan telinga dari nyinyiran orang-orang sekitarku.  Yuk! Temani aku nyari jodoh.

Bab 1 Jomlo 1

Jomlo 1

"Pagi Pak Sarif," Aku menyapa riang Pak Sarif, satpam yang sudah paruh baya di rumah sakit ini.

"Eh, Neng Hasmi. Masuk pagi, ya?" balasnya ramah.

"Masuk malam, Pak. Hehehe ... ya, iyalah, Pak. Kalau jam segini udah di sini, pasti masuknya pagi. Gimana sih, Pak."

Pak Sarif tergelak renyah menanggapi selorohanku yang sebenarnya garing.

"Kirain masuk angin, Neng."

"Kembung, dong."

Kembali Pak Sarif pun tergelak, lalu mempersilahkan aku pergi setelahnya. Kalau tetap di sana, aku yakin pembicaraan kami akan memanjang dan akan menimbulkan keterlambatan masuk kerja.

Bukan apa-apa, Surat peringatan sama potongan gaji bukan Author yang menanggungnya. Jadi, sebelum dompetku meringis gara-gara potongan gaji, lebih baik aku sadar diri dan .... mundur, Kapten!

Aku melangkah riang ke kawasan rumah sakit, yang sudah hampir lima tahun ini menjadi tempatku mengais rezeki. Diiringi lagu Jaran Goyang, yang mengalir lancar jaya dari headset yang menempel di telinga. Sesekali aku pun menggoyangkan pantat teposku, mengikuti musik yang terdengar..

Jurus yang sangat ampuh.

Teruji terpercaya.

Tanpa anjuran dokter.

Tanpa harus muter-muter.

Cukup siji solusinya.

Pergi ke mbah dukun saja.

Langsung tembak.

Mbah saya putus cinta ....

Hihiy ... mantap ... tarik mang!

"Memang mantul, nih, lagu. Bagus buat bangun mood." Aku bermonolog di sela-sela langkahku.

Sesekali, mulutku pun juga ikut bersenandung riang mengikuti lagunya. Namun. Aku melakukannya dengan cara berbisik. Takutnya aku mendadak viral, gara-gara meng-cover lagu dari Via Vallen. Sedangkan suaraku sendiri tak beda jauh dengan sang penyanyi asli. Ya ... kalau diibaratkan. Via Vallen itu nilai suaranya sepuluh. Kalau aku jelas kebalikannya, alias nol satu. Kan, beda tipis doang. Hehehehe ....

Apa salah dan dosaku sayang.

Cinta suciku kau buang-buang.

Lihat jurus yang kan kuberikan.

Jarang goyang ... jaran goy ....

Jedug!

Bruk!

"Wadaw! Pantat gue!" seruku refleks. Aku baru saja hendak berbelok ke arah koridor menuju loker, tapi justru tak sengaja menabrak sesuatu akibat terlalu asik manggut-manggut menikmati musik dari headseat.

Mungkin saja tembok, terasa keras. Eh, tapi ... sejak kapan ada tambahan tembok di koridor begini? Kok, aku baru tahu.

"Are u okay?"

Temboknya bisa ngomong! Ih, serem, ya? Jangan-jangan itu tembok jadi-jadian lagi. Atau .... Hiiyyy. Pemikiranku justru membuat bulu kuduk bergidik sendiri, bayangan yang terlintas di kepala membayangkan kemungkinan makhluk astral yang baru saja kutabrak.

"Hei, Kamu tidak apa-apa, kan? Ada yang terluka?" tembok jadi-jadian itu bersuara lagi

Aku mengerjap beberapa kali meyakinkan diri, sebelum memberanikan diri mendongak untuk melihat tembok apa yang bisa berbicara itu.

"Kamu?!"

"Bapak?!"

Refleks aku dan tembok ... eh, orang itu pun berseru dengan kompak.

Ladalah! Ternyata temboknya Pak Pengacara! Ya, cocoklah kalau begitu. Karena memang orang ini terlihat seperti tembok yang bisa ngomong. Kenapa aku bisa mengatakan hal seperti itu? Tentu saja karena Pengacara si Daddy, alias suaminya Dokter Karina memang mirip dengan tembok, baik wajah dan kelakuannya. Datar, lempeng, dan kaku.

Kurang mirip bagaimana lagi? Dia memang seperti batu diberi nyawa.

Mengetahui apa yang sudah kutabrak, aku berusaha bangun dengan susah payah. Karena tembok yang bisa 'bicara' ini, bener-bener tidak ada kepekaan sama sekali. Seperti mengulurkan tangan atau membantuku bangun atau yang lainnya. Paling tidak agar dia terlihat seperti pria pada umumnya.

Namun, sayangnya si pengacara itu malah diam saja dan membiarkanku ngedeprok di lantai mirip suster ngesot.

Menyebalkan sekali, kan?

Pada akhirnya aku memilih berdiri sendiri dengan tangan kanan mengusap kening, yang masih terasa agak pening. Sementara tangan kiriku mengelus-elus pantat tepos, yang baru saja berciuman dengan lantai.

Please, jangan pernah kalian praktekan. Bukannya terlihat kasihan, yang ada nanti kalian malah dikasih pisang sama yang lihat. Hehehehe ....

Oke skip! Aku hanya becanda saja. Ojo baper, okeh!

"Ngapain liat-liat? Naksir? Ngomong, Bos!" sindirku sinis ketika sudah berdiri tegak. Namun, pria itu masih tetap tak bereaksi apa pun.

"Mimpi!" balasnya singkat, padat, dan menyakitkan.

Tanpa minta maaf, minta nomor telpon, minta makan, apa lagi minta nomor rekening. Pria itu justru pergi begitu saja, sangat menyebalkan, kan?

"Huh, dasar tembok! Gak pernah sekolah! Bukannya minta maaf abis nabrak orang. Malah maen kabur aja. cowok apaan itu?" gerutuku kesal.

Bukan gerutuan lagi yang terlontar, karena aku sengaja meninggikan suara, berharap manusia tembok itu mendengar keluhanku barusan. Hanya ingin tahu saja, apa telinganya masih berfungsi dengan baik atau tidak?

Pria itu berhenti melangkah. Namun, tetap terdiam dalam posisi yang sama. Tidak berbalik ke arahku sama sekali.

Alhamdulilah ....

Itu brarti telinganya masih berfungsi normal. Semoga saja setelah ini dia pasti akan minta maaf.

"Sepertinya ada yang bersuara, tapi ... dari mana, ya?"

What the ....

Dia mendadak buta atau bagaimana? Bisa-bisanya dia bicara seperti itu, setelah apa yang sudah terjadi antara kami. Haish! Kenapa bahasanya jadi begitu, ya?

Ralat! Maksudnya setelah apa yang terjadi barusan dan ... Hello! Aku bukan makhluk tak kasat mata! Meski tubuhku kecil dan imut, tetap saja aku bisa terlihat.

Ah, Dasar Pengacara sialan!

Kekesalanku semakin meningkat drastis. Apa lagi setelahnya, si manusia tembok itu kembali melanjutkan langkah tanpa dosa tanpa menoleh. Aku pun hanya bisa mengeram kesal di tempatku.

"Dasar kampret! Kirim ajian semar mesem juga dah, nih. Biar jadi bucinnya Hasmi sekalian!" gerutuku yang juga memilih melanjutkan langkah pada tujuan awalku.

Alansyah Hermawan namanya. Pengacara kepercayaan Pak Arjuna, suaminya Dokter Karina, yang sering aku panggil si daddy.

Jangan salah paham! Panggilan itu tidak ada maksud apa pun. Aku hanya suka memanggilnya seperti itu, karena menjadi saksi hidup dalam perjalanan kisah cinta Dokter Karina dan Pak Arjuna. Untuk cerita lebih detailnya, baca saja di novel mereka, ya?

Karena hal itulah yang membuatku sering bersinggungan dengan Alan. Di mana saat itu, dia adalah orang yang dipercaya menyelesaikan kasus yang menimpa Dokter Karina.

Berawal dari keisenganku yang terus menggodanya karena gemas dengan wajah datarnya. Kami pun jadi seperti Tom and Jerry sekarang tiap kali bertemu. Melihat tampilan Alan yang dingin sekaligus kaku, kupikir sifatnya juga akan seperti karakter tokoh di dalam novel yang sering kalian baca. Sayangnya prediksiku salah besar, karena dia akan selalu dengan senang hati membalas semua keisenganku padanya.

Lidah pria itu lebih tajam dan pedas mengalahkan bubuk cabe merk Bon Cabe. Membuatku ingin ambil mie rebus dan telor untuk melengkapinya sekaligus.

"Tumben tuh muka pagi-pagi udah butek? Abis di putusin pacar atau abis ketemu penagih hutang?" Salah satu teman sejawatku menyindir saat bertemu di loker.

"Gimana gak butek, kalau pagi-pagi udah ketemu tembok dikasih nyawa. Nyebelin!"

"Siapa? Pak Alan maksud lo?"

"Bukan."

"Lalu?"

"Calon Bucinnya Hasmi!"

Lanjutkan Membaca
img Lihat Lebih Banyak Komentar di Aplikasi
Rilis Terbaru: Bab 105 Jomlo Last Part   05-17 18:34
img
1 Bab 1 Jomlo 1
06/01/2022
2 Bab 2 Jomlo 2
06/01/2022
3 Bab 3 Jomlo 3
06/01/2022
4 Bab 4 Jomlo 4
06/01/2022
5 Bab 5 Jomlo 5
06/01/2022
6 Bab 6 Jomlo 6
06/01/2022
7 Bab 7 Jomlo 7
06/01/2022
8 Bab 8 Jomlo 8
06/01/2022
9 Bab 9 Jomlo 9
06/01/2022
10 Bab 10 Jomlo 10
06/01/2022
11 Bab 11 Jomlo 11
22/01/2022
12 Bab 12 Jomlo 12
22/01/2022
13 Bab 13 Jomlo 13
22/01/2022
14 Bab 14 Jomlo 14
22/01/2022
15 Bab 15 Jomlo 15
22/01/2022
16 Bab 16 Jomlo 16
22/01/2022
17 Bab 17 Jomlo 17
22/01/2022
18 Bab 18 Jomlo 18
22/01/2022
19 Bab 19 Jomlo 19
22/01/2022
20 Bab 20 Jomlo 20
22/01/2022
21 Bab 21 Jomlo 21
22/01/2022
22 Bab 22 Jomlo 22
22/01/2022
23 Bab 23 Jomlo 23
22/01/2022
24 Bab 24 Jomlo 24
22/01/2022
25 Bab 25 Jomlo 25
22/01/2022
26 Bab 26 Jomlo 26
22/01/2022
27 Bab 27 Jomlo 27
22/01/2022
28 Bab 28 Jomlo 28
22/01/2022
29 Bab 29 Jomlo 29
22/01/2022
30 Bab 30 Jomlo 30
22/01/2022
31 Bab 31 Jomlo 31
22/01/2022
32 Bab 32 Jomlo 32
22/01/2022
33 Bab 33 Jomlo 33
22/01/2022
34 Bab 34 Jomlo 34
22/01/2022
35 Bab 35 Jomlo 35
22/01/2022
36 Bab 36 Jomlo 36
22/01/2022
37 Bab 37 Jomlo 37
22/01/2022
38 Bab 38 Jomlo 38
22/01/2022
39 Bab 39 Jomlo 39
22/01/2022
40 Bab 40 Jomlo 40
22/01/2022
Unduh aplikasi
icon APP STORE
icon GOOGLE PLAY