Unduh Aplikasi panas
Beranda / Romantis / Terjerat Obsesi Gila Duda Anak Dua
Terjerat Obsesi Gila Duda Anak Dua

Terjerat Obsesi Gila Duda Anak Dua

5.0
110 Bab
15K Penayangan
Baca Sekarang

Tentang

Konten

Sebelumnya hidupku baik-baik saja. Aman, tentram, damai dan terkendali. Meskipun aku bekerja sebagai publik figur di dunia entertainment. Tetapi aku tidak pernah mencari sensasi agar viral, atau pun terkena gosip miring hingga menjadi headline di akun lambe-lambean. Hingga akhirnya aku bertemu dengan Thalita Eugenie Alexander. Seorang gadis cilik yang tiba-tiba menarikku ke meja kasir dan ingin membeliku. Lah, dia kira aku ciki atau permen kapas? Seenaknya saja mau dibeli. Namun, berawal dari kejadian itu, hidupku pun mulai kacau setelahnya. Kehadiran Tita dan ayahnya, Aksa Malvino Alexander, si duren sawit berbuntut dua. Perlahan membuat aku mendadak virall. Apalagi, dengan status si duda yang ternyata bukan orang biasa. Makin menjadi saja gosip yang menimpaku setiap harinya. Membuat aku muak, dan ingin sekali resign dari dunia entertainment yang kugeluti. Masalah lainnya adalah, si duda selain narsis parah, juga sangat pemaksa sekali. Aku harus ekstra keras memutar otak dalam menolak lamaran gilanya. "Saya heran, kok ada wanita bodoh seperti kamu?" Heh? Maksudnya? "Padahal ada berlian di depan mata. Bukannya diambil dan disimpan, malah di tolak. Waras kamu?" What the hell! "Saya juga heran sama Bapak. Sudah tahu ditolak, masih aja gigih maksa. Kayak gak ada cewek lain aja diluaran sana. Kenapa? Situ kurang laku, ya?" Nah, emang enak dibalikin? Lo jual, gue borong, Bang!

Bab 1 Ditawar

*Happy Reading*

"Tita mau beli Tante ini sekalian ya, Pah. Boleh, kan?"

Hah?!

Seketika, aku pun hanya bisa melongo di tempatku, mendengar permintaan seorang bocah perempuan yang tadi tiba-tiba saja menarik lenganku ke arah kasir, saat aku sedang melihat-lihat deretan jam di toko ini.

Aku tidak mengenal anak itu sama sekali. Melihatnya pun, baru hari ini. Lalu kenapa tiba-tiba dia ingin membeliku? Dia yang tidak bisa membedakan antara manusia dan benda bernama jam, atau ... memang aku ini yang mirip jam?

Yang benar saja. Aku ini model, loh! Masa disamakan dengan benda bulat berdetak begitu?

"Boleh kan, Pah? Yah?"

Aku hanya bisa menggaruk belakang leher yang sebenarnya tidak gatal. Saat lagi-lagi anak kecil itu menatap bapaknya dengan tatapan memelas, dan menanyakan hal aneh itu.

'Eh, bener kan dia bapaknya. 'Pah' itu berarti Papah, kan? Bukan Opah apalagi sampah. Ck, gak mungkin banget. Orang ganteng gitu kok bentukannya. Beneran jadi sampah juga pasti banyak yang mungut itu, mah. Gak perlu didaur ulang dan bisa langsung di pajang. Udah cocok banget pokoknya.'

Kini aku malah membatin tentang pria yang dipanggil 'Papa' oleh anak itu. Tanpa sadar terpesona pada wajahnya yang maskulin, dan tatapannya yang sangat meneduhkan.

Mendengar tanya anaknya, si Papa pun--Duh, maksud aku si papanya anak-anak--Eh, kok jadi papanya anak-anak, sih? Papanya tuh bocah! Astaga!

'Gusti ... kenapa jadi belibet gini omonganku? Tuh cowok hot banget, sih. Kan, aku jadi gak Fokus. Aduh ... aduh, bisa jongkok dikit gak sih, Pa? Gantengnya Papa kelewatan tinggi, tahu. Kan, jadi gak bisa fokus!'

Okeh, lupakan! Sepertinya aku mulai error gara-gara pria ganteng itu. Pokoknya, pria itu lalu berdehem sejenak sebelum melirik aku dan anaknya bergantian.

"Sayang, jangan gitu, dong. Tantenya bukan mainan. Mana bisa dibeli?"

'Ya ampun ... suaranya! Seksi banget! Kupingku Auto istighfar jadinya. Pokoknya jangan sampai aku khilaf dan malah lumer di dadanya minta beneran di bawa pulang. Aduh! Jaga image, Nur! Jual mahal dikitlah biar dikata elegant!'

Aku pun sekuat tenaga menahan diri agar tetap tenang di tempatku. Meski sudah sangat tidak fokus dengan keberadaan pria yang sangat menggoda iman itu.

Bukan aku murahan. Tetapi, bagaimana lagi? Meski aku terkesan cuek selama ini. Aku tetaplah wanita normal. Dan tentu saja, sebagai seorang wanita, aku juga suka melihat pria-pria tampan seperti bapaknya bocah itu. Aku tidak mau munafik.

"Tapi Tita suka, Pa. Tantenya cantik. Tita mau Tante ini aja yang gantiin mama, Pa. Dede bayi juga pasti suka punya mama baru kayak Tante."

Tunggu!

Mama baru? Dede bayi?

Mengerjap pelan, aku pun memaksa otakku mencerna ucapan bocah yang bernama Tita itu, secepat yang aku bisa.

'Gusti ... ini maksudnya apa? Si Papa maksudnya Duda, gitu? Udah Punya anak dua dan ... Ya ampun, jangan bilang nasibku akan seperti Intan.'

Nggak! Nggak! Nggak! Aku gak mau Nikah sama Duda! Buy one get three lagi, ya kan? Astaga! Kayak gak ada cowok single nganggur aja. Tuhan, jangan iseng, dong.

"Tapi--"

"Ekhem!" Tak ingin hanya berpangku tangan melihat si papa membujuk anaknya. Aku pun sengaja berdeham cukup keras, agar mendapat sedikit atensi mereka. Bagaimana pun, Ini juga menyangkut masa depanku, ya kan? Aku harus buka suara.

Tentu saja, keinginanku terkabul. Sedetik setelah aku berdehem. Anak dan bapak itu pun menoleh ke arahku. Membuat mataku pun tak sengaja bersirobok dengan mata si Papa dan ... 'Gantengnya ....'

'Fokus, Nur! Ingat buy one get three!' batinku pun berseru mengingatkan.

Benar. Aku gak boleh jatuh ke pesona si Papa, yang sialnya memang hot-nya minta di ajak bikin anak. Menyebalkan! Kenapa sih, cowok ganteng seperti ini selalu bekas orang?

"Sayang, Maaf, ya? Kayaknya Tante gak bisa memenuhi keinginan kamu barusan, buat jadi mama baru kamu dan dede bayi." Akhirnya aku ingat tujuanku berdehem tadi.

"Kenapa?" Bocah itu pun kembali bertanya dengan penasaran.

"Karena ...." Aku menggantung kalimatku, mencari alasan logis secepatnya sebagai jawaban. Sebab aku tidak mungkin jujur untuk alasan yang sebenarnya.

"Karena Tante udah punya tunangan," jawabku asal, mengikuti ide random yang melintas begitu saja di otak.

Tidak tanggung-tanggung. Demi meyakinkan bocah itu, aku pun mengangkat tangan kiriku, dan menunjukan sebuah cincin polos yang tersemat di jari manisku.

Sebenarnya, tidak ada yang istimewa dengan cincin itu. Hanya sebuah cincin mainan, hadiah dari ciki lima ribu yang dibawa si Nur (Nyonya Ammar) ke toko tempo hari. Karena lucu, dan seperti cincin emas putih sungguhan. Aku pakai aja. Siapa sangka, ternyata tuh cincin lumayan berguna hari ini?

Tolong ingatkan aku untuk membelikan hadiah buat kembaran aku itu, ya?

"Tante punya tunangan?" Bocah itu meminta konfirmasi lagi, yang langsung aku sambut dengan anggukan riang.

"Udah mau nikah?"

"Iya."

"Kapan?"

Eh? Kapan, ya? Kapan aku nikah? Maunya sih besok, tapi ... gebetan aja aku gak punya, gimana bisa menikah, coba? Haduh ....

"Minggu depan." Terlanjur berbohong. Maka sekalian aja tenggelam, ya kan? Toh, aku yakin. Setelah ini juga kami gak akan ketemu lagi. Jadi ya ... santai saja.

Mendengar jawabanku barusan, bocah itu pun mengerjap perlahan, sebelum kemudian menunduk sedih. Membuat aku sebenarnya tidak tega. Tapi ... mau bagaimana lagi?

Aku gak jelek-jelek amat sampai harus dapetin duda. Duda buntut satu sih, gak masalah. Nah ini, buntutnya sudah dua. Yang satu masih bayi lagi. Aku yakin gak bakal sanggup. Jadi, aku terpaksa harus kejam.

"Gitu ya? Ya udah deh. Tita cari mama lain aja."

Untungnya lagi bocah itu tidak sama seperti Si Bella. Karena kalau tuh bocah setipe dengan anak tirinya Intan. Yakin aku dia gak akan menerima begitu aja situasi ini, dan ... jawabannya pasti menyebalkan. Tahu sendiri bagaimana Bella. 'Bikin emosi' sudah jadi sifat permanennya.

Bocah itu akhirnya melepaskan tanganku, dan beringsut ke arah si Papa. 'Aduh, ini lidah gak bisa di kondisikan. Keenakan manggil Papa. Kayak pas aja gitu buat dijadiin panggilan sayang.'

Pria itu lalu merendahkan diri demi bisa menyambut putrinya. Menggendongnya segera dan membelai rambut indah Tita dengan tangannya yang bebas. Kok, aku iri, ya?

"Maaf kalau Tita sudah mengganggu waktu kamu," ucap pria itu lagi, menatapku teduh.

"Gak papa. Gak ganggu, kok. Cuma kaget aja tiba-tiba ada yang narik." Aku pun berusaha menjawab seramah mungkin.

Aku harus jaga image sebagai publik figur, kan?

"Iya, Tita memang--"

"Ekhem! Maaf ganggu. Tapi ... Dev, udah waktunya pergi."

Aku pun mendesah kecewa diam-diam. Saat Lika, asistenku tiba-tiba muncul dan menyela omongan si Papa begitu saja. Lebih dari itu, dia juga mengingatkan jadwal pekerjaan yang tidak bisa aku abaikan. Jadinya, mau tidak mau kami harus berpisah.

"Tante?" Belum sempat aku mencapai pintu toko, Tita memanggilku kembali.

"Ya?" sahutku refleks, menghentikan langkah dan menoleh ke arahnya kembali.

"Kalau Nikahnya batal, bilang, ya? Tita masih mengharapkan Tante sampai bulan depan."

Lanjutkan Membaca
img Lihat Lebih Banyak Komentar di Aplikasi
Rilis Terbaru: Bab 110 Extra part 4   03-06 14:08
img
1 Bab 1 Ditawar
19/01/2024
2 Bab 2 Kejutan
19/01/2024
3 Bab 3 Lamaran paksa
19/01/2024
4 Bab 4 Menolak
19/01/2024
6 Bab 6 Pemotretan
19/01/2024
7 Bab 7 Makin Viral
19/01/2024
8 Bab 8 Titisan Bella
19/01/2024
9 Bab 9 Membuat Rencana
19/01/2024
11 Bab 11 Sok perhatian
19/01/2024
12 Bab 12 Saingan Bella
19/01/2024
13 Bab 13 Bella vs Tita
19/01/2024
17 Bab 17 Duda kang maksa
19/01/2024
18 Bab 18 Tetap modus
19/01/2024
19 Bab 19 Diluar nulur
19/01/2024
21 Bab 21 Bagian 21
12/02/2024
22 Bab 22 Bagian 22
12/02/2024
23 Bab 23 Bagian 23
12/02/2024
24 Bab 24 Bagian 24
12/02/2024
25 Bab 25 Bagian 25
12/02/2024
26 Bab 26 Bagian 26
12/02/2024
27 Bab 27 Bagian 27
12/02/2024
28 Bab 28 Bagian 28
12/02/2024
29 Bab 29 Bagian 29
12/02/2024
30 Bab 30 Bagian 30
12/02/2024
31 Bab 31 Bagian 31
23/02/2024
32 Bab 32 Bagian 32
23/02/2024
33 Bab 33 Bagian 33
23/02/2024
34 Bab 34 Bagian 34
23/02/2024
35 Bab 35 Bagian 35
23/02/2024
36 Bab 36 Bagian 36
23/02/2024
37 Bab 37 Bagian 37
23/02/2024
38 Bab 38 Bagian 38
23/02/2024
39 Bab 39 Bagian 39
23/02/2024
40 Bab 40 Bagian 40
23/02/2024
Unduh aplikasi
icon APP STORE
icon GOOGLE PLAY