/0/22533/coverbig.jpg?v=ac42a10c716b1b3cb93cf42b843fe60b)
Setelah Ayahnya meninggal dunia. Anindya Putri. Seorang gadis yang berasal dari keluarga sederhana. Harus rela di usir dari rumah, oleh Ibu tirinya yang kejam. Tetapi takdir mempertemukan dirinya pada sebuah kertas selebaran, yang berisikan lowongan pekerjaan. Selebaran tersebut, membawa hidupnya masuk pada sebuah keluarga yang kaya raya yaitu keluarga Nenek Zylvana. Nenek Zylvana kala itu, tengah sakit keras. Ia ingin di usia senjanya, menyaksikan Reivan cucu satu - satunya sudah menikah. Hal itu membuat Nyonya Nadia, putri dari Nenek Zylvana berencana mencari seorang gadis untuk dinikahkan dengan putranya Reivan. Agar ia bisa memenuhi keinginan terakhir Ibunya. Masa lalu Reivan yang kelam. Membuat Reivan menjadi selektif dan sensitif terhadap seorang wanita. Hingga ia sulit untuk menemukan pasangan hidup. Anindya terpilih sebagai 'Menantu Kontrak' Nyonya Nadia. Ia memiliki kualitas yang di inginkan Nenek Zylvana. Karena himpitan hidup, Anindya terpaksa menerimanya. Begitu pun Reivan yang terpaksa menikahinya. Setelah pernikahan kontraknya dengan Reivan. Anindya menjalani biduk rumah tangganya, selalu atas kehendak Nenek Zyl. Apapun itu! Nenek Zyl yang memiliki sikap rewel dan kekanak - kanakan. Membuat keduanya menjadi dekat. Meski begitu sering terjadi kesalah pahaman antara Anin dan Reivan, karena sikap Reivan yang egois. Seiring berjalannya waktu, hingga masa lalu Reivan terkuak. Anin benar - benar jatuh cinta dengan Reivan. Demi memperjuangkan cintanya pada Reivan, Anin hampir saja kehilangan nyawanya. Bahkan hidupnya menjadi semakin rumit. Bagaimana kisahnya? Selengkapnya baca saja, Menantu Kontrak.
"Pergi Kamu!" bentak wanita yang berdandan cukup menor tersebut. Alisnya yang cekung, serta warna lipstik semerah darah. Semakin membuat kesan gahar dan kejam dari raut wajahnya yang sudah tak muda lagi. Ia terlihat berdiri, di depan sebuah pintu rumah yang memang nampak tidak terlalu besar. Satu tangannya melemparkan sebuah tas keluar dari halaman rumah. Sedangkan tangan yang lainnya menyeret paksa dengan kasar. Tangan seorang gadis manis yang terlihat lebih muda darinya.
Gadis itu, menangis sembari terisak -isak. Tubuhnya terseok - seok, karena perlakuan wanita itu. Ia jatuh tersungkur di kaki wanita jahat, yang di kenal dengan sebutan Ibu tirinya.
"Cepat, pergi dari sini!" teriaknya kembali.
Dengan mata melotot dan berkacak pinggang.
Gadis malang itu menangis semakin keras. Dan berlutut memohon kepada Ibu tirinya itu, agar ia tidak di usir dari rumah. Dengan mengatupkan kedua tangannya, dan menundukkan wajahnya ia memelas.
"Hikss ... hiks ... Ibu! Jangan u_sir Anin dari si_ni," rintihnya lirih sembari tergagap.
"Kalau Anin tidak tinggal di sini, Anin harus kemana Bu? Anin sudah tidak punya tempat tinggal ..." ucapnya sedih dengan air mata yang terus mengalir deras.
Ibu tiri yang angkuh ini, seolah tak menggubris perkataan Anin. Ia malah semakin menjadi - jadi untuk segera menyingkirkan Anin dari rumah.
Dengan mata yang berapi - api, ia kembali berteriak keras dengan nada marah.
"Terserah! Kamu mau tinggal dimana. Itu bukan urusan Saya, Saya tidak peduli denganmu! Karena rumah ini sekarang milik saya, dan kamu tidak berhak untuk terus menetap di sini ..."
Dengan segala harapan dan kekuatan yang tersisa. Anin pasrah meratapi nasibnya. Mau tak mau ia harus pergi meninggalkan rumah peninggalan Ayahnya tersebut. Dengan perasaan tegar ia meraih tas besar yang sedari tadi terletak di samping, tubuhnya yang mungil. Ia mencoba berdiri dan berusaha untuk tetap kuat. Sambil menyapu air mata yang ada di pipinya. Ia ingat pesan dari Ayahnya, apapun yang terjadi nanti ketika Ayah telah tiada Anin harus tetap semangat untuk melanjutkan hidup.
Dengan mata yang berkaca - kaca, ia menatap Ibu tirinya. Dan berdiri di hadapannya.
"Baiklah Bu, Anin akan pergi dari sini. Anin yakin Tuhan tidak tidur dan Tuhan pasti akan menolong Anin."
Ia berhenti menangis. Anin mencoba mengumpulkan semangatnya kembali. Ia berusaha membuktikan kepada Ibu tirinya itu, kalau ia bukanlah gadis yang lemah.
Melihat tingkah Anin tersebut, Ibu tirinya menjadi semakin geram. Ia memajukan kedua bibirnya.
"Ah sudahlah! Kamu tidak usah sok tegar begitu. Saya tahu kamu hanya pura -pura, sudah pergi sana saya muak melihat mukamu ..." celotehnya bengis.
Tanpa satu patah kata pun, akhirnya Anin pergi meninggalkan rumahnya tersebut. Meski dengan langkah berat, karena terlalu banyak kenangan yang ia miliki. Saat ia masih bersama Ayahnya dulu.
Ia pun melangkah dengan gontai. Entah kemana ia akan menuju, semuanya hanya bisa ia pasrahkan kepada Tuhan. Jauh dalam lubuk hatinya seberkas cahaya itu akan muncul meski saat ini hidupnya terasa gelap gulita.
Tanpa terasa ia telah jauh meninggalkan rumah. Anin kini berada di pinggir jalan raya besar meniti langkah demi langkah seraya melawan teriknya matahari. Lelah dan letih sudah pasti ia rasakan.
Bunyi hiruk pikuk dan suara bising mesin kendaraan di jalan raya. Menemani langkah demi langkah kaki Anin, yang beralaskan sepatu sendal tipis berwarna coklat muda. Dengan penuh asa, sembari menenteng tas besar ia terus berjalan di pinggiran trotoar jalan tersebut.
Terik matahari menerpa kulitnya yang putih ranum. Membuat tetesan peluh mengucur dari kening hingga lehernya. Sesekali ia kembali meneteskan air mata. Dengan wajah lesu, ia terus berjalan.
"Oh Tuhan, kemana aku harus pergi? Aku sudah tidak punya siapa - siapa lagi di dunia ini selain Ayah, yang sudah meninggalkanku," keluh batinnya pilu.
Rasa putus asa dan kebingungan, kini menyergap dirinya. Anin tak tahu harus apa. Hanya do'a yang bisa terus ia panjatkan di dalam hatinya. Sudah hampir satu jam ia berjalan. Di tengah kegundahan hatinya, hanya ada satu nama yang kini terbesit dalam benaknya. Yaitu Laras, teman waktu ia SMP dahulu. Anin pun mencoba menghubunginya melalui handphone jadulnya. Yang ia beli dari uang yang selalu ia kumpulkan, dari hasil berjualan kue untuk membantu penghasilan almarhum Ayahnya dulu. Semenjak lulus SMP, Anin memang tidak melanjutkan sekolahnya lagi. Karena ia tidak mau membebani almarhum Ayahnya. Yang hanya bekerja sebagai montir di sebuah bengkel motor kecil.
Anin pun memutuskan untuk menghentikan perjalanannya sejenak. Ia merehatkan dirinya di sebuah kursi halte bus yang terletak di pinggir jalan tersebut. Sambil mengusap keringat yang ada di dahinya, ia mencoba menelpon sahabat lamanya itu. Beruntung ia masih menyimpan nomornya.
Nihil, sekali lagi ia harus menelan kenyataan pahit. Nomor yang ia tuju sudah tidak aktif. Karena sudah terlalu lama. Terakhir ia bertemu Laras dua tahun yang lalu, itu pun hanya sebentar saat Anin akan mengantar kue - kuenya kepada para pedagang di pasar. Laras mengaku kalau ia akan pindah keluar kota untuk mengikuti kedua orang tuanya. Yang berpindah tugas dalam bekerja.
"Huuff ..." hembusnya kecil sembari mendongakkan wajahnya ke atas langit -langit bangunan itu.
Keputusan asaan kembali menghantui pikirannya. Sembari mengigit bibir bawahnya, Anin berusaha untuk tetap berpikiran jernih. Ia yakin akan ada solusi dan jalan keluar dari masalah yang tengah ia hadapi saat ini. Dan Anin pun memutuskan untuk kembali melanjutkan perjalanannya. Di tengah - tengah perjalanan, dan dalam keadaan pikirannya yang kacau.
Tiba-tiba, kakinya tak sengaja menginjak sebuah kertas berupa selebaran. Selebaran tersebut berisi kalimat dengan semua huruf kapital.
Yang bertuliskan, LOWONGAN PEKERJAAN. DI CARI WANITA USIA SEKITAR 21 TAHUN. DI UTAMAKAN PINTAR MASAK, MEMBERESKAN RUMAH, DAN MENGERJAKAN PEKERJAAN RUMAH TANGGA LAINNYA. MINAT HUBUNGI NOMOR YANG TERTERA. ATAU BISA LANGSUNG BERKUNJUNG KE ALAMAT YANG TERSEDIA. Bak pucuk di nanti ulam pun tiba. Anin langsung meraih kertas tersebut.
Wajahnya berbinar, setelah ia membaca selebaran tersebut. Dengan percaya diri, ia yakin kalau ia memenuhi syarat - syarat yang di ajukan.
Karena selama ini, memang dirinyalah yang mengerjakan semua tugas rumah. Atas perintah Ibu tirinya yang kejam. Anin berpikir kalau orang yang menyebarkan selebaran tersebut, kini tengah mencari seorang asisten rumah tangga. Tanpa pikir panjang dan dengan tekad yang bulat, Anin pun segera menuju ke alamat tersebut.
"Aku yakin, aku pasti bisa ..." ucapnya sumringah dengan senyum yang mengembang di bibirnya sembari menggenggam erat selebaran tersebut.
Susah payah Anin berjalan, karena tas besar yang sedari tadi ia tenteng. Akhirnya, ia sampai pada alamat yang ingin ia tuju.Terlihat, ada kemungkinan 15 orang gadis yang seusia dengannya.
Mereka nampak berdiri di depan pintu gerbang, berupa pagar besi besar menjulang tinggi ke atas. Yang di dalamnya terdapat sebuah rumah, bak istana di film kerajaan. Anin terkesima melihat rumah tersebut. Harapannya begitu menggebu agar bisa di terima bekerja di dalam rumah semegah itu.
Nampak dua orang penjaga atau satpam yang sedang membukakan pintu pagar, untuk menyuruh para gadis - gadis itu segera masuk. Karena hari itu juga seleksi akan di adakan. Tak mau ketinggalan, Anin pun juga bergegas ikut masuk. Meski dengan jalan yang sedikit lambat karena sesuatu yang membebani lengannya. Anin berusaha berjuang, karena menurutnya ini salah satu kesempatan yang harus ia dapatkan demi menyambung hidupnya.
Di dalam rumah.
Belasan para gadis itu dipanggil satu per satu, oleh seorang perempuan yang berusia sekitar 45 tahun. Tampilan perempuan itu menyatakan kalau ia adalah salah satu asisten rumah mewah itu. Pakaiannya rapi, dan ia mengenakan seragam khusus untuk pelayan. Perempuan itu nampak sangat berwibawa.
Dengan santun, ia menuntun para gadis - gadis itu, untuk satu persatu di wawancara. Ke satu ruang yang telah di ditentukan oleh sang majikan.
Pemandangan tersebut membuat Anin, menjadi sedikit khawatir dan curiga. Dalam hati ia bertanya - tanya. Siapakah perempuan itu? Apakah dia pelayan di rumah semegah itu? Kalau ia, kenapa sang majikan ingin mencari seorang gadis yang harus pandai memasak dan telaten mengerjakan pekerjaan tugas rumah tangga lainnya.
Pertanyaan beruntun itu, kini tengah merasuk di pikiran Anin. Hingga membuatnya tak sadar kalau ia kini tengah di panggil. Dan sekarang adalah gilirannya.
"Nona!" sapa perempuan itu ramah.
Anin masih diam mematung. Raut wajahnya terlihat cemas. Anin jadi berpikir yang bukan - bukan.
"Nona, Non ..." panggil perempuan itu lagi sembari mendekat ke samping Anin hingga menepuk pundaknya.
Merasa ada yang menepuk bahunya. Seketika Anin kaget dan dia menjadi tersadar.
"I_iya saya, ada apa? Kenapa?" sahut Anin tergagap.
Perempuan itu tertawa kecil melihat tingkah Anin. Wajah Anin yang polos membuat perempuan itu memaklumi apa yang sedang Anin pikirkan. Karena dirinya memang cukup berpengalaman.
"Sekarang giliran kamu," jelas perempuan itu kembali mengulas senyum.
Anin nampak menjadi canggung. Hatinya terasa gugup dan dag dig dug. Aneh memang mencari seorang pembantu saja harus di adakan wawancara. Perempuan itu pun meraih tangan Anin dan menuntunnya lembut, untuk segera berjalan ke ruangan yang akan di tuju. Anin kembali menenteng tas besarnya.
Perempuan itu melirik ke arah tas besar yang di bawa Anin. Raut wajahnya berubah, matanya menyipit dan ia terlihat berpikir.
"Sudah, tinggal saja tas Nona di sini! Nanti kita juga akan kembali ke ruang ini kok, kalau Nona sudah selesai diwawancara," tegas perempuan itu.
Anin hanya mengangguk. Ia menurut, dan mereka berdua pun segera berjalan ke arah ruangan yang dimaksud.
Sesampainya di depan pintu ruangan itu.
Tok ...tok ...
Perempuan itu mengetuk pelan pintu tersebut. "Nyonya, ini saya bawa gadis yang terakhir."
Panggilnya dengan nada sopan.
"Bawa dia kesini!" sahut suara dari dalam.
"Ayo," ajak perempuan itu pada Anin.
Dan mereka berdua pun masuk, kedalam sebuah kamar yang lumayan besar. Dengan desain interior khas dari luar negeri. Bernuansa estetik, lengkap dengan perabotan mewah yang pastinya bernilai fantastis. Anin mengedarkan pandangannya ke seluruh sudut ruangan itu. Ia begitu takjub. Belum pernah ia lihat kamar semewah, dan semegah itu.
Nampak dari salah satu sudut ruangan tersebut, ada seorang wanita yang berpenampilan cukup anggun. Dari gurat di wajahnya ia terlihat seusia dengan Ibu tirinya Anin. Rambutnya yang di sanggul begitu rapi, serta berpakaian mewah dengan gaya elegan. Ia duduk di samping pinggiran ranjang di atas kursi yang terbuat dari kayu jati dengan ukiran yang memukau.
Tidak bisa memiliki meski sudah bisa menggapainya. Lamaran sama kakak kampusnya. Nikahnya malah sama sahabat, calon suaminya. Sengaja jauh - jauh datang menemui sahabatnya. Albar mengutarakan permintaan sakralnya pada Rayyen. "Nikahi dia demi aku Rayy!" Rayyen terhenyak mendengar keinginan Albar padanya. Bagaimana mungkin, telah lama mereka tidak berjumpa. Dan sekalinya bertemu Albar malah meminta hal aneh pada dirinya. Rayyen meragukan permohonan Albar padanya. Rayyen takut kalau Albar hanya melimpahkan kesalahannya. Karena ia tahu Albar kerap mempermainkan hati wanita. "Jangan bercanda kamu Al! Aku tahu ini hanya lelucon konyolmu ..." sanggah Rayyen tak percaya. "Ak - ku, akku serius Ray. Aku tidak bercanda. Lihatlah aku sekarang! Bukankah aku berbeda dari yang dulu." Albar meminta Rayyen untuk mengamati dirinya. Rayyen sebenarnya tahu Albar sedang tidak baik - baik saja. Tapi dalam hati ia menolak, dan pikiran buruk itu segera ia tepis jauh - jauh. "Apa yang terjadi padamu, bukankah kamu selama ini baik - baik saja. Albar tersenyum pilu, "aku sedang tidak baik saja Ray. Lihatlah! Tubuhku semakin kurus dan wajahku semakin tirus. Warna kulitku pucat pasi. Dan rambut di kepalaku, semakin hari semakin rontok ..." Bagaimana bisa Rayyen menikahi Aliffa, wanita yang tidak pernah di kenalnya. Bahkan sebaliknya? Bagaimana bisa ia memutuskan dan melupakan pertunangannya dengan Zeanna wanita pilihan ibunya? Albar Mattew mantan Casanova. Aliffa Khanza wanita bersahaja anggun dan shalihah. Muhammad Rayyen Azzam pemuda sukses dan bijak. Santun serta berhati lembut. Zeanna Luwita seorang modeling yang berada di puncak karir. Happy reading all ... selamat datang di novel ku dengan genre roman religi.
Ketika Obsesi seorang wanita dalam mengejar impiannya. Malah membuatnya terjebak, menjadi Sekretaris CEO dingin dan menyebalkan. CEO itu mantan Kaka kelasnya. Yang pernah menyatakan cinta padanya. Wanita ini menolaknya karena dia cupu. Sinopsis "Apakah waktu selama 5 tahun lebih. Belum cukup membuktikan betapa aku mencintaimu?! Aku terlalu bodoh dan kamu adalah gadis beruntung. Di luar sana masih banyak wanita yang ingin mengantri jadi istriku." Dion Prakasa seorang CEO muda. Pewaris tunggal perusahaan ternama di kotanya. Menolak keras berhubungan dengan mahluk yang di sebut wanita. Tetapi hal itu terpatahkan, saat takdir mempertemukan dirinya lagi. Dengan mantan adik kelasnya, Keyla Aliffa. Dia cinta pertamanya, sekaligus wanita yang membuatnya muak akan cinta.
Adult Novel 21+ Arion Harold, pria tampan sang cassanova yang sebenarnya memiliki cintanya sendiri kepada seorang wanita cantik yang selama ini berada begitu dekat dengannya. Seorang wanita cantik bernama Emily yang saat ini bekerja sebagai sekretaris pribadinya. Ia selalu menjadi sosok pria yang dingin dan ketus di depan wanita cantik ini, namun di suatu malam mereka terjebak melewati malam yang panas dan saling meluapkan perasaan mereka selama ini. Namun di saat cinta malam itu menghampiri mereka, sebuah keadaan tak terduga membuat hubungan mereka harus retak hanya dalam hitungan jam. Emily merasa sakit dan memilih untuk menjaga jarak dari atasan sekaligus sahabatnya masa kecilnya itu, satu-satunya pria yang ia cintai. Bisakah Arion mendapatkan kembali cinta Emily? Bisakah Emily bertahan dari pesona sang cassanova? Baca kisah mereka dalam novel Gairah Panas Tuan Arion
Kumpulan cerita seru yang akan membuat siapapun terbibur dan ikut terhanyut sekaligus merenung tanpa harus repot-repot memikirkan konfliks yang terlalu jelimet. Cerita ini murni untuk hiburan, teman istrirahat dan pengantar lelah disela-sela kesibukan berkativitas sehari-hari. Jadi cerita ini sangat cocok dengan para dewasa yang memang ingin refrehsing dan bersenang-senang terhindar dari stres dan gangguan mental lainnya, kecuali ketagihan membacanya.
WARNING 21+‼️ (Mengandung adegan dewasa) Di balik seragam sekolah menengah dan hobinya bermain basket, Julian menyimpan gejolak hasrat yang tak terduga. Ketertarikannya pada Tante Namira, pemilik rental PlayStation yang menjadi tempat pelariannya, bukan lagi sekadar kekaguman. Aura menggoda Tante Namira, dengan lekuk tubuh yang menantang dan tatapan yang menyimpan misteri, selalu berhasil membuat jantung Julian berdebar kencang. Sebuah siang yang sepi di rental PS menjadi titik balik. Permintaan sederhana dari Tante Namira untuk memijat punggung yang pegal membuka gerbang menuju dunia yang selama ini hanya berani dibayangkannya. Sentuhan pertama yang canggung, desahan pelan yang menggelitik, dan aroma tubuh Tante Namira yang memabukkan, semuanya berpadu menjadi ledakan hasrat yang tak tertahankan. Malam itu, batas usia dan norma sosial runtuh dalam sebuah pertemuan intim yang membakar. Namun, petualangan Julian tidak berhenti di sana. Pengalaman pertamanya dengan Tante Namira bagaikan api yang menyulut dahaga akan sensasi terlarang. Seolah alam semesta berkonspirasi, Julian menemukan dirinya terjerat dalam jaring-jaring kenikmatan terlarang dengan sosok-sosok wanita yang jauh lebih dewasa dan memiliki daya pikatnya masing-masing. Mulai dari sentuhan penuh dominasi di ruang kelas, bisikan menggoda di tengah malam, hingga kehangatan ranjang seorang perawat yang merawatnya, Julian menjelajahi setiap tikungan hasrat dengan keberanian yang mencengangkan. Setiap pertemuan adalah babak baru, menguji batas moral dan membuka tabir rahasia tersembunyi di balik sosok-sosok yang selama ini dianggapnya biasa. Ia terombang-ambing antara rasa bersalah dan kenikmatan yang memabukkan, terperangkap dalam pusaran gairah terlarang yang semakin menghanyutkannya. Lalu, bagaimana Julian akan menghadapi konsekuensi dari pilihan-pilihan beraninya? Akankah ia terus menari di tepi jurang, mempermainkan api hasrat yang bisa membakarnya kapan saja? Dan rahasia apa saja yang akan terungkap seiring berjalannya petualangan cintanya yang penuh dosa ini?
Untuk memenuhi keinginan terakhir kakeknya, Sabrina mengadakan pernikahan tergesa-gesa dengan pria yang belum pernah dia temui sebelumnya. Namun, bahkan setelah menjadi suami dan istri di atas kertas, mereka masing-masing menjalani kehidupan yang terpisah, dan tidak pernah bertemu. Setahun kemudian, Sabrina kembali ke Kota Sema, berharap akhirnya bertemu dengan suaminya yang misterius. Yang mengejutkannya, pria itu mengiriminya pesan teks, tiba-tiba meminta cerai tanpa pernah bertemu dengannya secara langsung. Sambil menggertakkan giginya, Sabrina menjawab, "Baiklah. Ayo bercerai!" Setelah itu, Sabrina membuat langkah berani dan bergabung dengan Grup Seja, di mana dia menjadi staf humas yang bekerja langsung untuk CEO perusahaan, Mario. CEO tampan dan penuh teka-teki itu sudah terikat dalam pernikahan, dan dikenal tak tergoyahkan setia pada istrinya. Tanpa sepengetahuan Sabrina, suaminya yang misterius sebenarnya adalah bosnya, dalam identitas alternatifnya! Bertekad untuk fokus pada karirnya, Sabrina sengaja menjaga jarak dari sang CEO, meskipun dia tidak bisa tidak memperhatikan upayanya yang disengaja untuk dekat dengannya. Seiring berjalannya waktu, suaminya yang sulit dipahami berubah pikiran. Pria itu tiba-tiba menolak untuk melanjutkan perceraian. Kapan identitas alternatifnya akan terungkap? Di tengah perpaduan antara penipuan dan cinta yang mendalam, takdir apa yang menanti mereka?
Pernikahan itu seharusnya dilakukan demi kenyamanan, tapi Carrie melakukan kesalahan dengan jatuh cinta pada Kristopher. Ketika tiba saatnya dia sangat membutuhkannya, suaminya itu menemani wanita lain. Cukup sudah. Carrie memilih menceraikan Kristopher dan melanjutkan hidupnya. Hanya ketika dia pergi barulah Kristopher menyadari betapa pentingnya wanita itu baginya. Di hadapan para pengagum mantan istrinya yang tak terhitung jumlahnya, Kristopher menawarinya 40 miliar rupiah dan mengusulkan kesepakatan baru. "Ayo menikah lagi."
Istriku yang nampak lelah namun tetap menggairahkan segera meraih penisku. Mengocok- penisku pelan namun pasti. Penis itu nampak tak cukup dalam genggaman tangan Revi istriku. Sambil rebahan di ranjang ku biarkan istriku berbuat sesukanya. Ku rasakan kepala penisku hangat serasa lembab dan basah. Rupanya kulihat istriku sedang berusaha memasukkan penisku ke dalam mulutnya. Namun jelas dia kesulitan karena mulut istriku terlalu mungil untuk menerima penis besarku. Tapi dapat tetap ku rasakan sensasinya. Ah.... Ma lebih dalam lagi ma... ah.... desahku menikmati blowjob istriku.