/0/22533/coverbig.jpg?v=ac42a10c716b1b3cb93cf42b843fe60b)
Setelah Ayahnya meninggal dunia. Anindya Putri. Seorang gadis yang berasal dari keluarga sederhana. Harus rela di usir dari rumah, oleh Ibu tirinya yang kejam. Tetapi takdir mempertemukan dirinya pada sebuah kertas selebaran, yang berisikan lowongan pekerjaan. Selebaran tersebut, membawa hidupnya masuk pada sebuah keluarga yang kaya raya yaitu keluarga Nenek Zylvana. Nenek Zylvana kala itu, tengah sakit keras. Ia ingin di usia senjanya, menyaksikan Reivan cucu satu - satunya sudah menikah. Hal itu membuat Nyonya Nadia, putri dari Nenek Zylvana berencana mencari seorang gadis untuk dinikahkan dengan putranya Reivan. Agar ia bisa memenuhi keinginan terakhir Ibunya. Masa lalu Reivan yang kelam. Membuat Reivan menjadi selektif dan sensitif terhadap seorang wanita. Hingga ia sulit untuk menemukan pasangan hidup. Anindya terpilih sebagai 'Menantu Kontrak' Nyonya Nadia. Ia memiliki kualitas yang di inginkan Nenek Zylvana. Karena himpitan hidup, Anindya terpaksa menerimanya. Begitu pun Reivan yang terpaksa menikahinya. Setelah pernikahan kontraknya dengan Reivan. Anindya menjalani biduk rumah tangganya, selalu atas kehendak Nenek Zyl. Apapun itu! Nenek Zyl yang memiliki sikap rewel dan kekanak - kanakan. Membuat keduanya menjadi dekat. Meski begitu sering terjadi kesalah pahaman antara Anin dan Reivan, karena sikap Reivan yang egois. Seiring berjalannya waktu, hingga masa lalu Reivan terkuak. Anin benar - benar jatuh cinta dengan Reivan. Demi memperjuangkan cintanya pada Reivan, Anin hampir saja kehilangan nyawanya. Bahkan hidupnya menjadi semakin rumit. Bagaimana kisahnya? Selengkapnya baca saja, Menantu Kontrak.
"Pergi Kamu!" bentak wanita yang berdandan cukup menor tersebut. Alisnya yang cekung, serta warna lipstik semerah darah. Semakin membuat kesan gahar dan kejam dari raut wajahnya yang sudah tak muda lagi. Ia terlihat berdiri, di depan sebuah pintu rumah yang memang nampak tidak terlalu besar. Satu tangannya melemparkan sebuah tas keluar dari halaman rumah. Sedangkan tangan yang lainnya menyeret paksa dengan kasar. Tangan seorang gadis manis yang terlihat lebih muda darinya.
Gadis itu, menangis sembari terisak -isak. Tubuhnya terseok - seok, karena perlakuan wanita itu. Ia jatuh tersungkur di kaki wanita jahat, yang di kenal dengan sebutan Ibu tirinya.
"Cepat, pergi dari sini!" teriaknya kembali.
Dengan mata melotot dan berkacak pinggang.
Gadis malang itu menangis semakin keras. Dan berlutut memohon kepada Ibu tirinya itu, agar ia tidak di usir dari rumah. Dengan mengatupkan kedua tangannya, dan menundukkan wajahnya ia memelas.
"Hikss ... hiks ... Ibu! Jangan u_sir Anin dari si_ni," rintihnya lirih sembari tergagap.
"Kalau Anin tidak tinggal di sini, Anin harus kemana Bu? Anin sudah tidak punya tempat tinggal ..." ucapnya sedih dengan air mata yang terus mengalir deras.
Ibu tiri yang angkuh ini, seolah tak menggubris perkataan Anin. Ia malah semakin menjadi - jadi untuk segera menyingkirkan Anin dari rumah.
Dengan mata yang berapi - api, ia kembali berteriak keras dengan nada marah.
"Terserah! Kamu mau tinggal dimana. Itu bukan urusan Saya, Saya tidak peduli denganmu! Karena rumah ini sekarang milik saya, dan kamu tidak berhak untuk terus menetap di sini ..."
Dengan segala harapan dan kekuatan yang tersisa. Anin pasrah meratapi nasibnya. Mau tak mau ia harus pergi meninggalkan rumah peninggalan Ayahnya tersebut. Dengan perasaan tegar ia meraih tas besar yang sedari tadi terletak di samping, tubuhnya yang mungil. Ia mencoba berdiri dan berusaha untuk tetap kuat. Sambil menyapu air mata yang ada di pipinya. Ia ingat pesan dari Ayahnya, apapun yang terjadi nanti ketika Ayah telah tiada Anin harus tetap semangat untuk melanjutkan hidup.
Dengan mata yang berkaca - kaca, ia menatap Ibu tirinya. Dan berdiri di hadapannya.
"Baiklah Bu, Anin akan pergi dari sini. Anin yakin Tuhan tidak tidur dan Tuhan pasti akan menolong Anin."
Ia berhenti menangis. Anin mencoba mengumpulkan semangatnya kembali. Ia berusaha membuktikan kepada Ibu tirinya itu, kalau ia bukanlah gadis yang lemah.
Melihat tingkah Anin tersebut, Ibu tirinya menjadi semakin geram. Ia memajukan kedua bibirnya.
"Ah sudahlah! Kamu tidak usah sok tegar begitu. Saya tahu kamu hanya pura -pura, sudah pergi sana saya muak melihat mukamu ..." celotehnya bengis.
Tanpa satu patah kata pun, akhirnya Anin pergi meninggalkan rumahnya tersebut. Meski dengan langkah berat, karena terlalu banyak kenangan yang ia miliki. Saat ia masih bersama Ayahnya dulu.
Ia pun melangkah dengan gontai. Entah kemana ia akan menuju, semuanya hanya bisa ia pasrahkan kepada Tuhan. Jauh dalam lubuk hatinya seberkas cahaya itu akan muncul meski saat ini hidupnya terasa gelap gulita.
Tanpa terasa ia telah jauh meninggalkan rumah. Anin kini berada di pinggir jalan raya besar meniti langkah demi langkah seraya melawan teriknya matahari. Lelah dan letih sudah pasti ia rasakan.
Bunyi hiruk pikuk dan suara bising mesin kendaraan di jalan raya. Menemani langkah demi langkah kaki Anin, yang beralaskan sepatu sendal tipis berwarna coklat muda. Dengan penuh asa, sembari menenteng tas besar ia terus berjalan di pinggiran trotoar jalan tersebut.
Terik matahari menerpa kulitnya yang putih ranum. Membuat tetesan peluh mengucur dari kening hingga lehernya. Sesekali ia kembali meneteskan air mata. Dengan wajah lesu, ia terus berjalan.
"Oh Tuhan, kemana aku harus pergi? Aku sudah tidak punya siapa - siapa lagi di dunia ini selain Ayah, yang sudah meninggalkanku," keluh batinnya pilu.
Rasa putus asa dan kebingungan, kini menyergap dirinya. Anin tak tahu harus apa. Hanya do'a yang bisa terus ia panjatkan di dalam hatinya. Sudah hampir satu jam ia berjalan. Di tengah kegundahan hatinya, hanya ada satu nama yang kini terbesit dalam benaknya. Yaitu Laras, teman waktu ia SMP dahulu. Anin pun mencoba menghubunginya melalui handphone jadulnya. Yang ia beli dari uang yang selalu ia kumpulkan, dari hasil berjualan kue untuk membantu penghasilan almarhum Ayahnya dulu. Semenjak lulus SMP, Anin memang tidak melanjutkan sekolahnya lagi. Karena ia tidak mau membebani almarhum Ayahnya. Yang hanya bekerja sebagai montir di sebuah bengkel motor kecil.
Anin pun memutuskan untuk menghentikan perjalanannya sejenak. Ia merehatkan dirinya di sebuah kursi halte bus yang terletak di pinggir jalan tersebut. Sambil mengusap keringat yang ada di dahinya, ia mencoba menelpon sahabat lamanya itu. Beruntung ia masih menyimpan nomornya.
Nihil, sekali lagi ia harus menelan kenyataan pahit. Nomor yang ia tuju sudah tidak aktif. Karena sudah terlalu lama. Terakhir ia bertemu Laras dua tahun yang lalu, itu pun hanya sebentar saat Anin akan mengantar kue - kuenya kepada para pedagang di pasar. Laras mengaku kalau ia akan pindah keluar kota untuk mengikuti kedua orang tuanya. Yang berpindah tugas dalam bekerja.
"Huuff ..." hembusnya kecil sembari mendongakkan wajahnya ke atas langit -langit bangunan itu.
Keputusan asaan kembali menghantui pikirannya. Sembari mengigit bibir bawahnya, Anin berusaha untuk tetap berpikiran jernih. Ia yakin akan ada solusi dan jalan keluar dari masalah yang tengah ia hadapi saat ini. Dan Anin pun memutuskan untuk kembali melanjutkan perjalanannya. Di tengah - tengah perjalanan, dan dalam keadaan pikirannya yang kacau.
Tiba-tiba, kakinya tak sengaja menginjak sebuah kertas berupa selebaran. Selebaran tersebut berisi kalimat dengan semua huruf kapital.
Yang bertuliskan, LOWONGAN PEKERJAAN. DI CARI WANITA USIA SEKITAR 21 TAHUN. DI UTAMAKAN PINTAR MASAK, MEMBERESKAN RUMAH, DAN MENGERJAKAN PEKERJAAN RUMAH TANGGA LAINNYA. MINAT HUBUNGI NOMOR YANG TERTERA. ATAU BISA LANGSUNG BERKUNJUNG KE ALAMAT YANG TERSEDIA. Bak pucuk di nanti ulam pun tiba. Anin langsung meraih kertas tersebut.
Wajahnya berbinar, setelah ia membaca selebaran tersebut. Dengan percaya diri, ia yakin kalau ia memenuhi syarat - syarat yang di ajukan.
Karena selama ini, memang dirinyalah yang mengerjakan semua tugas rumah. Atas perintah Ibu tirinya yang kejam. Anin berpikir kalau orang yang menyebarkan selebaran tersebut, kini tengah mencari seorang asisten rumah tangga. Tanpa pikir panjang dan dengan tekad yang bulat, Anin pun segera menuju ke alamat tersebut.
"Aku yakin, aku pasti bisa ..." ucapnya sumringah dengan senyum yang mengembang di bibirnya sembari menggenggam erat selebaran tersebut.
Susah payah Anin berjalan, karena tas besar yang sedari tadi ia tenteng. Akhirnya, ia sampai pada alamat yang ingin ia tuju.Terlihat, ada kemungkinan 15 orang gadis yang seusia dengannya.
Mereka nampak berdiri di depan pintu gerbang, berupa pagar besi besar menjulang tinggi ke atas. Yang di dalamnya terdapat sebuah rumah, bak istana di film kerajaan. Anin terkesima melihat rumah tersebut. Harapannya begitu menggebu agar bisa di terima bekerja di dalam rumah semegah itu.
Nampak dua orang penjaga atau satpam yang sedang membukakan pintu pagar, untuk menyuruh para gadis - gadis itu segera masuk. Karena hari itu juga seleksi akan di adakan. Tak mau ketinggalan, Anin pun juga bergegas ikut masuk. Meski dengan jalan yang sedikit lambat karena sesuatu yang membebani lengannya. Anin berusaha berjuang, karena menurutnya ini salah satu kesempatan yang harus ia dapatkan demi menyambung hidupnya.
Di dalam rumah.
Belasan para gadis itu dipanggil satu per satu, oleh seorang perempuan yang berusia sekitar 45 tahun. Tampilan perempuan itu menyatakan kalau ia adalah salah satu asisten rumah mewah itu. Pakaiannya rapi, dan ia mengenakan seragam khusus untuk pelayan. Perempuan itu nampak sangat berwibawa.
Dengan santun, ia menuntun para gadis - gadis itu, untuk satu persatu di wawancara. Ke satu ruang yang telah di ditentukan oleh sang majikan.
Pemandangan tersebut membuat Anin, menjadi sedikit khawatir dan curiga. Dalam hati ia bertanya - tanya. Siapakah perempuan itu? Apakah dia pelayan di rumah semegah itu? Kalau ia, kenapa sang majikan ingin mencari seorang gadis yang harus pandai memasak dan telaten mengerjakan pekerjaan tugas rumah tangga lainnya.
Pertanyaan beruntun itu, kini tengah merasuk di pikiran Anin. Hingga membuatnya tak sadar kalau ia kini tengah di panggil. Dan sekarang adalah gilirannya.
"Nona!" sapa perempuan itu ramah.
Anin masih diam mematung. Raut wajahnya terlihat cemas. Anin jadi berpikir yang bukan - bukan.
"Nona, Non ..." panggil perempuan itu lagi sembari mendekat ke samping Anin hingga menepuk pundaknya.
Merasa ada yang menepuk bahunya. Seketika Anin kaget dan dia menjadi tersadar.
"I_iya saya, ada apa? Kenapa?" sahut Anin tergagap.
Perempuan itu tertawa kecil melihat tingkah Anin. Wajah Anin yang polos membuat perempuan itu memaklumi apa yang sedang Anin pikirkan. Karena dirinya memang cukup berpengalaman.
"Sekarang giliran kamu," jelas perempuan itu kembali mengulas senyum.
Anin nampak menjadi canggung. Hatinya terasa gugup dan dag dig dug. Aneh memang mencari seorang pembantu saja harus di adakan wawancara. Perempuan itu pun meraih tangan Anin dan menuntunnya lembut, untuk segera berjalan ke ruangan yang akan di tuju. Anin kembali menenteng tas besarnya.
Perempuan itu melirik ke arah tas besar yang di bawa Anin. Raut wajahnya berubah, matanya menyipit dan ia terlihat berpikir.
"Sudah, tinggal saja tas Nona di sini! Nanti kita juga akan kembali ke ruang ini kok, kalau Nona sudah selesai diwawancara," tegas perempuan itu.
Anin hanya mengangguk. Ia menurut, dan mereka berdua pun segera berjalan ke arah ruangan yang dimaksud.
Sesampainya di depan pintu ruangan itu.
Tok ...tok ...
Perempuan itu mengetuk pelan pintu tersebut. "Nyonya, ini saya bawa gadis yang terakhir."
Panggilnya dengan nada sopan.
"Bawa dia kesini!" sahut suara dari dalam.
"Ayo," ajak perempuan itu pada Anin.
Dan mereka berdua pun masuk, kedalam sebuah kamar yang lumayan besar. Dengan desain interior khas dari luar negeri. Bernuansa estetik, lengkap dengan perabotan mewah yang pastinya bernilai fantastis. Anin mengedarkan pandangannya ke seluruh sudut ruangan itu. Ia begitu takjub. Belum pernah ia lihat kamar semewah, dan semegah itu.
Nampak dari salah satu sudut ruangan tersebut, ada seorang wanita yang berpenampilan cukup anggun. Dari gurat di wajahnya ia terlihat seusia dengan Ibu tirinya Anin. Rambutnya yang di sanggul begitu rapi, serta berpakaian mewah dengan gaya elegan. Ia duduk di samping pinggiran ranjang di atas kursi yang terbuat dari kayu jati dengan ukiran yang memukau.
Tidak bisa memiliki meski sudah bisa menggapainya. Lamaran sama kakak kampusnya. Nikahnya malah sama sahabat, calon suaminya. Sengaja jauh - jauh datang menemui sahabatnya. Albar mengutarakan permintaan sakralnya pada Rayyen. "Nikahi dia demi aku Rayy!" Rayyen terhenyak mendengar keinginan Albar padanya. Bagaimana mungkin, telah lama mereka tidak berjumpa. Dan sekalinya bertemu Albar malah meminta hal aneh pada dirinya. Rayyen meragukan permohonan Albar padanya. Rayyen takut kalau Albar hanya melimpahkan kesalahannya. Karena ia tahu Albar kerap mempermainkan hati wanita. "Jangan bercanda kamu Al! Aku tahu ini hanya lelucon konyolmu ..." sanggah Rayyen tak percaya. "Ak - ku, akku serius Ray. Aku tidak bercanda. Lihatlah aku sekarang! Bukankah aku berbeda dari yang dulu." Albar meminta Rayyen untuk mengamati dirinya. Rayyen sebenarnya tahu Albar sedang tidak baik - baik saja. Tapi dalam hati ia menolak, dan pikiran buruk itu segera ia tepis jauh - jauh. "Apa yang terjadi padamu, bukankah kamu selama ini baik - baik saja. Albar tersenyum pilu, "aku sedang tidak baik saja Ray. Lihatlah! Tubuhku semakin kurus dan wajahku semakin tirus. Warna kulitku pucat pasi. Dan rambut di kepalaku, semakin hari semakin rontok ..." Bagaimana bisa Rayyen menikahi Aliffa, wanita yang tidak pernah di kenalnya. Bahkan sebaliknya? Bagaimana bisa ia memutuskan dan melupakan pertunangannya dengan Zeanna wanita pilihan ibunya? Albar Mattew mantan Casanova. Aliffa Khanza wanita bersahaja anggun dan shalihah. Muhammad Rayyen Azzam pemuda sukses dan bijak. Santun serta berhati lembut. Zeanna Luwita seorang modeling yang berada di puncak karir. Happy reading all ... selamat datang di novel ku dengan genre roman religi.
Ketika Obsesi seorang wanita dalam mengejar impiannya. Malah membuatnya terjebak, menjadi Sekretaris CEO dingin dan menyebalkan. CEO itu mantan Kaka kelasnya. Yang pernah menyatakan cinta padanya. Wanita ini menolaknya karena dia cupu. Sinopsis "Apakah waktu selama 5 tahun lebih. Belum cukup membuktikan betapa aku mencintaimu?! Aku terlalu bodoh dan kamu adalah gadis beruntung. Di luar sana masih banyak wanita yang ingin mengantri jadi istriku." Dion Prakasa seorang CEO muda. Pewaris tunggal perusahaan ternama di kotanya. Menolak keras berhubungan dengan mahluk yang di sebut wanita. Tetapi hal itu terpatahkan, saat takdir mempertemukan dirinya lagi. Dengan mantan adik kelasnya, Keyla Aliffa. Dia cinta pertamanya, sekaligus wanita yang membuatnya muak akan cinta.
Kedua orang yang memegangi ku tak mau tinggal diam saja. Mereka ingin ikut pula mencicipi kemolekan dan kehangatan tubuhku. Pak Karmin berpindah posisi, tadinya hendak menjamah leher namun ia sedikit turun ke bawah menuju bagian dadaku. Pak Darmaji sambil memegangi kedua tanganku. Mendekatkan wajahnya tepat di depan hidungku. Tanpa rasa jijik mencium bibir yang telah basah oleh liur temannya. Melakukan aksi yang hampir sama di lakukan oleh pak Karmin yaitu melumat bibir, namun ia tak sekedar menciumi saja. Mulutnya memaksaku untuk menjulurkan lidah, lalu ia memagut dan menghisapnya kuat-kuat. "Hhss aahh." Hisapannya begitu kuat, membuat lidah ku kelu. Wajahnya semakin terbenam menciumi leher jenjangku. Beberapa kecupan dan sesekali menghisap sampai menggigit kecil permukaan leher. Hingga berbekas meninggalkan beberapa tanda merah di leher. Tanganku telentang di atas kepala memamerkan bagian ketiak putih mulus tanpa sehelai bulu. Aku sering merawat dan mencukur habis bulu ketiak ku seminggu sekali. Ia menempelkan bibirnya di permukaan ketiak, mencium aroma wangi tubuhku yang berasal dari sana. Bulu kudukku sampai berdiri menerima perlakuannya. Lidahnya sudah menjulur di bagian paling putih dan terdapat garis-garis di permukaan ketiak. Lidah itu terasa sangat licin dan hangat. Tanpa ragu ia menjilatinya bergantian di kiri dan kanan. Sesekali kembali menciumi leher, dan balik lagi ke bagian paling putih tersebut. Aku sangat tak tahan merasakan kegelian yang teramat sangat. Teriakan keras yang tadi selalu aku lakukan, kini berganti dengan erangan-erangan kecil yang membuat mereka semakin bergairah mengundang birahiku untuk cepat naik. Pak Karmin yang berpindah posisi, nampak asyik memijat dua gundukan di depannya. Dua gundukan indah itu masih terhalang oleh kaos yang aku kenakan. Tangannya perlahan menyusup ke balik kaos putih. Meraih dua buah bukit kembarnya yang terhimpit oleh bh sempit yang masih ku kenakan. .. Sementara itu pak Arga yang merupakan bos ku, sudah beres dengan kegiatan meeting nya. Ia nampak duduk termenung sembari memainkan bolpoin di tangannya. Pikirannya menerawang pada paras ku. Lebih tepatnya kemolekan dan kehangatan tubuhku. Belum pernah ia mendapati kenikmatan yang sesungguhnya dari istrinya sendiri. Kenikmatan itu justru datang dari orang yang tidak di duga-duga, namun sayangnya orang tersebut hanyalah seorang pembantu di rumahnya. Di pikirannya terlintas bagaimana ia bisa lebih leluasa untuk menggauli pembantunya. Tanpa ada rasa khawatir dan membuat curiga istrinya. "Ah bagaimana kalau aku ambil cuti, terus pergi ke suatu tempat dengan dirinya." Otaknya terus berputar mencari cara agar bisa membawaku pergi bersamanya. Hingga ia terpikirkan suatu cara sebagai solusi dari permasalahannya. "Ha ha, masuk akal juga. Dan pasti istriku takkan menyadarinya." Bergumam dalam hati sembari tersenyum jahat. ... Pak Karmin meremas buah kembar dari balik baju. "Ja.. jangan.. ja. Ngan pak.!" Ucapan terbata-bata keluar dari mulut, sembari merasakan geli di ketiakku. "Ha ha, tenang dek bapak gak bakalan ragu buat ngemut punyamu" tangan sembari memelintir dua ujung mungil di puncak keindahan atas dadaku. "Aaahh, " geli dan sakit yang terasa di ujung buah kembarku di pelintir lalu di tarik oleh jemarinya. Pak Karmin menyingkap baju yang ku kenakan dan melorotkan bh sedikit kebawah. Sayangnya ia tidak bisa melihat bentuk keindahan yang ada di genggaman. Kondisi disini masih gelap, hanya terdengar suara suara yang mereka bicarakan. Tangan kanan meremas dan memelintir bagian kanan, sedang tangan kiri asyik menekan kuat buah ranum dan kenyal lalu memainkan ujungnya dengan lidah lembut yang liar. Mulutnya silih berganti ke bagian kanan kiri memagut dan mengemut ujung kecil mungil berwarna merah muda jika di tempat yang terang. "Aahh aahh ahh," nafasku mulai tersengal memburu. Detak jantungku berdebar kencang. Kenikmatan menjalar ke seluruh tubuh, mendapatkan rangsangan yang mereka lakukan. Tapi itu belum cukup, Pak Doyo lebih beruntung daripada mereka. Ia memegangi kakiku, lidahnya sudah bergerak liar menjelajahi setiap inci paha mulus hingga ke ujung selangkangan putih. Beberapa kali ia mengecup bagian paha dalamku. Juga sesekali menghisapnya kadang menggigit. Lidahnya sangat bersemangat menelisik menjilati organ kewanitaanku yang masih tertutup celana pendek yang ia naikkan ke atas hingga selangkangan. Ujung lidahnya terasa licin dan basah begitu mengenai permukaan kulit dan bulu halusku, yang tumbuhnya masih jarang di atas bibir kewanitaan. Lidahnya tak terasa terganggu oleh bulu-bulu hitam halus yang sebagian mengintip dari celah cd yang ku kenakan. "Aahh,, eemmhh.. " aku sampai bergidik memejam keenakan merasakan sensasi sentuhan lidah di berbagai area sensitif. Terutama lidah pak Doyo yang mulai berani melorotkan celana pendek, beserta dalaman nya. Kini lidah itu menari-nari di ujung kacang kecil yang menguntit dari dalam. "Eemmhh,, aahh" aku meracau kecil. Tubuhku men
Novel ini berisi kumpulan beberapa kisah dewasa terdiri dari berbagai pengalaman percintaan panas dari beberapa tokoh dan karakter yang memiliki latar belakang keluarga dan lingkungan rumah, tempat kerja, profesi yang berbeda-beda serta berbagai kejadian yang diaalami oleh masing-masing tokoh utama dimana para tokoh utama tersebut memiliki pengalaman bercinta dan bergaul dengan cara yang unik dan berbeda satu sama lainnya. Suka dan duka dari tokoh-tokoh yang ada dalam cerita ini baik yang protagonis maupun antagonis diharapkan mampu menghibur para pembaca sekalian. Semua cerita dewasa yang ada pada novel kumpulan kisah dewasa ini sangat menarik untuk disimak dan diikuti jalan ceritanya sehingga menambah wawasan kehidupan percintaan diantara insan pecinta dan mungkin saja bisa diambil manfaatnya agar para pembaca bisa mengambil hikmah dari setiap kisah yan ada di dalam novel ini. Selamat membaca dan selamat menikmati!
Dua tahun setelah pernikahannya, Selina kehilangan kesadaran dalam genangan darahnya sendiri selama persalinan yang sulit. Dia lupa bahwa mantan suaminya sebenarnya akan menikahi orang lain hari itu. "Ayo kita bercerai, tapi bayinya tetap bersamaku." Kata-katanya sebelum perceraian mereka diselesaikan masih melekat di kepalanya. Pria itu tidak ada untuknya, tetapi menginginkan hak asuh penuh atas anak mereka. Selina lebih baik mati daripada melihat anaknya memanggil orang lain ibu. Akibatnya, dia menyerah di meja operasi dengan dua bayi tersisa di perutnya. Namun, itu bukan akhir baginya .... Bertahun-tahun kemudian, takdir menyebabkan mereka bertemu lagi. Raditia adalah pria yang berubah kali ini. Dia ingin mendapatkannya untuk dirinya sendiri meskipun Selina sudah menjadi ibu dari dua anak. Ketika Raditia tahu tentang pernikahan Selina, dia menyerbu ke tempat tersebut dan membuat keributan. "Raditia, aku sudah mati sekali sebelumnya, jadi aku tidak keberatan mati lagi. Tapi kali ini, aku ingin kita mati bersama," teriaknya, memelototinya dengan tatapan terluka di matanya. Selina mengira pria itu tidak mencintainya dan senang bahwa dia akhirnya keluar dari hidupnya. Akan tetapi, yang tidak dia ketahui adalah bahwa berita kematiannya yang tak terduga telah menghancurkan hati Raditia. Untuk waktu yang lama, pria itu menangis sendirian karena rasa sakit dan penderitaan dan selalu berharap bisa membalikkan waktu atau melihat wajah cantiknya sekali lagi. Drama yang datang kemudian menjadi terlalu berat bagi Selina. Hidupnya dipenuhi dengan liku-liku. Segera, dia terpecah antara kembali dengan mantan suaminya atau melanjutkan hidupnya. Apa yang akan dia pilih?
Yolanda mengetahui bahwa dia bukanlah anak kandung orang tuanya. Setelah mengetahui taktik mereka untuk memperdagangkannya sebagai pion dalam kesepakatan bisnis, dia dikirim ke tempat kelahirannya yang tandus. Di sana, dia menemukan asal usulnya yang sebenarnya, seorang keturunan keluarga kaya yang bersejarah. Keluarga aslinya menghujaninya dengan cinta dan kekaguman. Dalam menghadapi rasa iri adik perempuannya, Yolanda menaklukkan setiap kesulitan dan membalas dendam, sambil menunjukkan bakatnya. Dia segera menarik perhatian bujangan paling memenuhi syarat di kota itu. Sang pria menyudutkan Yolanda dan menjepitnya ke dinding. "Sudah waktunya untuk mengungkapkan identitas aslimu, Sayang."
Menikahi single mom yang memiliki satu anak perempuan, membuat Steiner Limson harus bisa menyayangi dan mencintai bukan hanya wanita yang dia nikahi melainkan anak tirinya juga. Tetapi pernikahan itu rupanya tidak berjalan mulus, membuat Steiner justru jatuh cinta terhadap anak tirinya.
Selama sepuluh tahun, Delia menghujani mantan suaminya dengan pengabdian yang tak tergoyahkan, hanya untuk mengetahui bahwa dia hanyalah lelucon terbesarnya. Merasa terhina tetapi bertekad, dia akhirnya menceraikan pria itu. Tiga bulan kemudian, Delia kembali dengan gaya megah. Dia sekarang adalah CEO tersembunyi dari sebuah merek terkemuka, seorang desainer yang banyak dicari, dan seorang bos pertambangan yang kaya raya, kesuksesannya terungkap saat kembalinya dia dengan penuh kemenangan. Seluruh keluarga mantan suaminya bergegas datang, sangat ingin memohon pengampunan dan kesempatan lagi. Namun Delia, yang sekarang disayangi oleh Caius yang terkenal, memandang mereka dengan sangat meremehkan. "Aku di luar jangkauanmu."