"Kau adalah milikku, Nadira! Kau akan selalu menjadi milikku! Camkan itu!" Nadira Angelista dijual oleh Om Sam pada seorang CEO kaya untuk melunasi hutang-hutang ayahnya sekaligus membayar biaya rumah sakit ibunya. Dia pun segera mencari cara agar bisa lepas dari pengaruh Om Sam dengan mencari pekerjaan lain. Namun, ternyata dia bekerja pada perusahaan milik CEO yang sama yaitu Jovian Hadinata. Lelaki yang dulu pernah ia campakkan setelah menjalani pesta pertunangan dan sekarang datang untuk melakukan balas dendam. Bagaimanakah kisah cinta Nadira selanjutnya? Mungkin kebencian mereka akan berlangsung lama?
Dengan langkah tegap, lelaki bersepatu pantofel itu pun berjalan menuju ruangan paling ditakuti oleh semua karyawan kantor ini. Bukan karena penghuni dari ruangan itu adalah makhluk astral ataupun monster penghisap darah segar. Justru, sang pemilik ruangan ialah seorang lelaki tampan dengan badan atletis yang digilai banyak wanita di berbagai tempat ia berada. Tak terkecuali pun para wanita di kantor ini. Hanya saja sikapnya yang angkuh, tegas dan tidak suka dibantah membuat aura negatif memancar dari dalam badannya yang selalu tampil elegan dengan balutan jas branded itu. Lelaki itu mengetuk pintu ruangan dengan mantap.
"Masuk!" ucap sang big boss dari dalam ruang itu. Lelaki tadi pun segera membuka pintu dan masuk ke dalam ruangan penuh aura kegelapan itu.
"Siang, Boss," sapa lelaki tadi pada seorang pria yang tengah duduk di kursi kerja dengan posisi yang membelakanginya.
"Bagaimana? Ketemu?" balasnya tak menghiraukan sapaan ramah si lelaki.
"Sudah Boss. Dan dia ready malam ini. Aku sudah mengaturnya untuk bertemu di Paradise hotel. Seperti yang Boss inginkan," jawabnya yang langsung membuat senyum penuh kemenangan terukir di bibir lelaki yang ia panggil Boss itu.
"Bagus. Saya suka kerja kamu yang tidak pernah mengecewakan," ucapnya tanpa mengubah posisi duduknya. Mata elangnya pun masih fokus menatap ke arah dinding kaca yang menampilkan pemandangan kota Jakarta beserta hiruk pikuk di dalamnya. Bibirnya sensual mendadak menyunggingkan senyuman penuh arti.
Di tempat lain....
Seorang waitress sedang melayani para pengunjung restoran tempatnya bekerja. Wanita itu tampak paling cantik diantara waitress lainnya. Bahkan, tak satu dua pelanggan pria memperhatikan gerak-geriknya. Sampai di meja tujuannya. Gadis itu meletakkan piring yang ada di atas nampan ke meja di depannya. Namun, tiba-tiba tangan lelaki yang memesan hidangan itu mengelusnya sambil tersenyum mesum. Reflek gadis itu menarik tangannya dengan wajah waspada.
"Cantik. Nanti malem kita jalan yuk!" ajak lelaki itu.
"Maaf. Saya tidak bisa," balas gadis itu sambil cepat-cepat meletakkan piring-piring itu ke meja.
"Alah. Sombong banget sih. Palingan nanti kamu juga mau kalau dibayar," sahut temen cowok itu.
"Iya. Kamu nggak tau aja kalau uangku itu banyak."
"Maaf. Saya bukan gadis seperti itu." Gadis itu balik badan hendak kembali ke dapur. Tetapi, kedua lelaki itu langsung menahan tangannya.
"Alah. Jangan sok jual mahal deh! Cewek kayak kamu pasti butuh uang, kan?"
"Mending temani kita jalan malam ini. Kamu pasti dapat uang banyak. Daripada harus kerja capek-capek di restoran kayak gini."
"Maaf. Saya tidak mau." Dengan sedikit ketus gadis itu menepis tangan kedua cowok tadi.
"Jangan seperti itulah! Nanti kita kasih uang yang banyak lho!" Salah satu dari mereka kembali menahan tangan gadis itu.
"Maaf saya tidak mau."
"Ayolah. Coba malam ini saja! Kamu pasti ketagihan."
"Saya tidak mau. Tolong jangan paksa saya!" kata gadis itu sambil mendorong lelaki itu hingga tersungkur ke belakang. Seketika lelaki itu jatuh dan menarik meja di sebelahnya. Meja pun terbalik dan menumpahkan semua makanan di atasnya.
"Kurang ajar! Dasar pelayan bodoh! Mana managermu! Gadis payah sepertimu tak pantas bekerja di restoran ini!" bentak lelaki itu.
"Benar. Gara-gara kamu teman saya jadi seperti ini."
"Tapi... tapi saya tidak sengaja."
"Alah banyak omong! Mana manager mu! Mana!" teriak lelaki yang jatuh itu setelah bangkit.
"Ada apa ini?" tanya sang manager yang baru saja datang.
"Dia! Perempuan ini sudah membuat saya malu disini. Lihat apa yang sudah dia lakukan!" Lelaki itu menunjukkan bajunya yang sudah kotor dengan semua noda makanan yang menguburnya tadi.
"Nadira! Apa yang sudah kamu lakukan pada pelanggan kita?" hardik sang manager.
"Saya.... Saya tidak melakukannya dengan sengaja. Mereka... Mereka yang sudah menggoda saya lebih dulu!"
"Hei, wanita jalang! Kamu mau memutar balikkan fakta? Kau mau menuduh dan memfitnah kami? Kami bisa menuntut mu dengan tuduhan pencemaran nama baik. Mau saya viral kan tempat ini agar tidak ada yang Sudi datang ke restoran ini!" ancam teman lelaki itu sambil mengeluarkan ponselnya.
"Jangan-jangan! Tolong jangan videokan kejadian ini. Maafkan pelayan saya yang sudah membuatmu tidak nyaman. Sebagai gantinya. Kita akan memberikan hidangan spesial restoran ini untuk kalian berdua."
"Kau pikir? Kami tidak punya uang untuk membayarnya?"
"Iya. Kami tak butuh semua ini. Tapi, kami akan mempertimbangkan lagi. Jika gadis itu mau berlutut pada kami dan mengganti rugi kemeja saya yang mahal ini."
"Apa? Tapi, saya tidak bersalah. Saya hanya ingin membela diri." Nadira memberanikan diri untuk berkata.
"Diam kamu Nadira! Kamu ini anak baru disini. Sudah berani bikin ulah. Cepat lakukan apa yang mereka inginkan! Sekarang!"
"Tapi... tapi, Pak!"
"Sudah cepat lakukan!" Si manager mendorong tubuh Nadira hingga bersimpuh di depan kedua lelaki itu. "Cepat! Minta maaf pada mereka!" Nadira meneteskan air matanya sambil menatap kedua lelaki itu. Mereka membahas tatapan Nadira dengan penuh kemenangan.
"Ma... Maafkan saya," gumam Nadira lirih.
"Apa? Saya tidak mendengar ucapanmu?" kata lelaki itu.
"Maafkan saya." Nadira berkata lebih keras.
"Bagus. Sekarang kamu harus ganti rugi baju saya seharga dua ratus juta."
"Apa? Ini pemerasan. Mana mungkin baju anda semahal itu?" Nadira segera bangkit sambil melayangkan protes.
"Hei. Kamu cewek miskin mana tau barang mahal. Udah cepat berikan uang itu atau kamu saya laporkan ke polisi!" ancam teman lelaki itu.
"Tapi, saya tidak punya uang sebanyak itu."
"Alah. Kami tidak mau tau. Pokoknya kamu harus berikan uang itu sekarang juga!"
"Kalau dia tetap tidak mau kita laporkan saja ke polisi," sahut rekannya.
"Jangan! Saya mohon jangan!"
"Kalau begitu berikan uang itu sekarang!"
"Laporkan saja dia ke polisi!" kata seseorang yang baru saja datang. Mendengar ucapan itu semua orang yang ada disana menoleh ke sumber suara.
"Om Sam," gumam Nadira.
"Laporkan saja sekarang! Setelah itu kamu yang akan saya laporkan atas tuduhan pemerasan terhadap gadis ini," lanjut Om Sam. Seraya berjalan mendekat.
"Siapa kamu? Jangan ikut campur urusan kami!"
"Saya adalah Om gadis itu. Jadi, kalau kalian berurusan dengan gadis ini berarti kamu juga berurusan dengan saya!" hardik Om Sam.
"Kau–!"
"Kenapa? Saya bisa memenjarakanmu seumur hidup. Jika kamu masih ingin memperpanjang masalah ini." Kedua pria itu tak bisa menjawab. Kemudian mereka memilih untuk pergi.
"Lihat apa yang sudah kau lakukan, Nadira! Baru juga bekerja disini. Sudah bikin ulah. Lebih baik kamu saya pecat!" bentak sang manager.
"Tapi, Pak. Saya benar-benar tidak bersalah."
"Sudahlah, Nadira. Untuk apa kau bertahan di tempat kerja yang sudah membuang mu seperti ini. Masih banyak tempat lain yang mau memberimu pekerjaan. Ayo!" Om Sam menarik tangan Nadira. Gadis itu pun akhirnya menurut. Karena tak ingin lebih lama berada di sana.
Ternyata kebaikan Om Sam karena ada maunya. Dia membawa Nadira ke sebuah tempat yang tidak Nadira kenali.
"Dimana ini, Om? Kenapa kita malah kesini?"
"Nadira. Ada pekerjaan bagus yang harus kamu kerjakan malam ini?"
"Apa? Pekerjaan apa, Om? Saya tidak mau." Nadira berusaha keluar dari mobil, tapi langsung dihalangi oleh Om Sam. Nadira terus memberontak.
"Diam!" bentak Om Sam. "Ingat hutang keluargamu masih banyak padaku. Dan pengobatan ibumu akan ku hentikan. Jika kau tak menuruti perintahku!" Akhirnya Nadira tak lagi melawan. Ucapan Om Sam benar. Keluarganya memang memiliki hutang yang cukup banyak pada Om Sam. Apalagi sekarang dia juga harus menggantungkan pengobatan ibunya pada lelaki itu. Akhirnya, Nadira memilih untuk pasrah. Demi kesembuhan ibunya.
"Sentuhan loe bener-bener membuat candu. Gue nggak akan ngebiarin loe berpaling sedetik pun dari gue, Wilona," bisik Marten sambil menekan tubuh gadis itu ke dinding. *** Wilona Anastasia harus rela menjadi Asisten Pribadi seorang Marten Dewangga Yanuardi. Seorang CEO muda nan tampan, tapi memiliki sifat arogan dan keras kepala. Wilona yang tak ingin mengecewakan sahabatnya yang sudah membantu membiayai penyembuhan anaknya yang sakit-sakitan memilih untuk tetap bertahan dengan pekerjaannya. Namun, siapa sangka. Kecantikan dan perhatian Wilona mampu merubah sikap kekanakan pada Marten. Apakah Marten benar-benar jatuh cinta pada Wilona? Bagaimana sikapnya saat mengetahui bahwa Wilona adalah Janda beranak satu?
Karin jatuh cinta pada Arya pada pandangan pertama, tetapi gagal menangkap hatinya bahkan setelah tiga tahun menikah. Ketika nyawanya dipertaruhkan, dia menangis di kuburan orang terkasihnya. Itu adalah pukulan terakhir. "Ayo bercerai, Arya." Karin berkembang pesat dalam kebebasan barunya, mendapatkan pengakuan internasional sebagai desainer. Ingatannya kembali, dan dia merebut kembali identitasnya yang sah sebagai pewaris kerajaan perhiasan, sambil merangkul peran barunya sebagai ibu dari bayi kembar yang cantik. Arya panik ketika pelamar yang bersemangat berduyun-duyun ke arah Karin. "Aku salah. Tolong biarkan aku melihat anak-anak kita!"
Naya Agustin, "aku mencintaimu, tapi cintamu untuknya. Aku istrimu, tapi kenapa yang memberi segalanya ayah mertuaku?" Kendra Darmawan, "kau Istriku, tapi ayahmu musuhku. Aku mencintamu, tapi sayang dosa ayahmu tak bisa kumaafkan." Rendi Darmawan, "Jangan pedulikan suamimu, agar aman dalam dekapanku."
BRUUKKKKK!! Acre berbalik dengan tergesa kemudian menabrak seorang pria berseragam loreng yang sedang menerima telfon di depan toserba itu. Dan naas nya, ponsel merek Iphone 14 yang digenggam pria berseragam loreng itu pun terlempar ke tengah jalan raya kemudian terlindas oleh mobil picanto yang sedang melaju kencang malam itu. "Hp saya!!!" teriak pria berseragam loreng itu. "Arghh!! Picanto sialan!! Dan Kau!!" Pria itu menatap Acre dengan tatapan tajam. ''LAKUKAN APA YANG SAYA PERINTAHKANN!!!" Pria itu berkata dengan mata tajam dan menyala, membuat Acre ketakutan. ****** Amore Acresia, yang sering dipanggil Acre, awalnya menjalani studynya dengan beasiswa di Luar Negeri tepatnya di Los Angeles California barusaja dipulangkan ke Indonesia karena adanya wabah yang menyerang di seluruh belahan dunia yaitu Corona Vyrus. Amore kembali ke kota kelahirannya, Kudus dan terlibat inseden dengan seorang tentara yang sedang bertugas pam atau pengamanan Covid di kota kelahirannya tersebut. Acre harus bertanggungjawab atas insiden tersebut. Sang tentara kemudian sedikit menaruh perasaan pada Acre akibat insiden tersebut, tetapi sang tentara harus kembali ke Semarang karena Covid sudah mereda. Seperti apa kisah mereka selanjutnya? A. Tan mengungkapkan kisah Amore Acresia (Acre) dan Sang tentara bernama Alexander Yudha (Alex), yang terjadi dengan goresan yang memikat!
Untuk memenuhi keinginan terakhir kakeknya, Sabrina mengadakan pernikahan tergesa-gesa dengan pria yang belum pernah dia temui sebelumnya. Namun, bahkan setelah menjadi suami dan istri di atas kertas, mereka masing-masing menjalani kehidupan yang terpisah, dan tidak pernah bertemu. Setahun kemudian, Sabrina kembali ke Kota Sema, berharap akhirnya bertemu dengan suaminya yang misterius. Yang mengejutkannya, pria itu mengiriminya pesan teks, tiba-tiba meminta cerai tanpa pernah bertemu dengannya secara langsung. Sambil menggertakkan giginya, Sabrina menjawab, "Baiklah. Ayo bercerai!" Setelah itu, Sabrina membuat langkah berani dan bergabung dengan Grup Seja, di mana dia menjadi staf humas yang bekerja langsung untuk CEO perusahaan, Mario. CEO tampan dan penuh teka-teki itu sudah terikat dalam pernikahan, dan dikenal tak tergoyahkan setia pada istrinya. Tanpa sepengetahuan Sabrina, suaminya yang misterius sebenarnya adalah bosnya, dalam identitas alternatifnya! Bertekad untuk fokus pada karirnya, Sabrina sengaja menjaga jarak dari sang CEO, meskipun dia tidak bisa tidak memperhatikan upayanya yang disengaja untuk dekat dengannya. Seiring berjalannya waktu, suaminya yang sulit dipahami berubah pikiran. Pria itu tiba-tiba menolak untuk melanjutkan perceraian. Kapan identitas alternatifnya akan terungkap? Di tengah perpaduan antara penipuan dan cinta yang mendalam, takdir apa yang menanti mereka?
Kulihat ada sebuah kamera dengan tripod yang lumayan tinggi di samping meja tulis Mamih. Ada satu set sofa putih di sebelah kananku. Ada pula pintu lain yang tertutup, entah ruangan apa di belakang pintu itu. "Umurmu berapa ?" tanya Mamih "Sembilanbelas, " sahutku. "Sudah punya pengalaman dalam sex ?" tanyanya dengan tatapan menyelidik. "Punya tapi belum banyak Bu, eh Mam ... " "Dengan perempuan nakal ?" "Bukan. Saya belum pernah menyentuh pelacur Mam. " "Lalu pengalamanmu yang belum banyak itu dengan siapa ?" "Dengan ... dengan saudara sepupu, " sahutku jujur. Mamih mengangguk - angguk sambil tersenyum. "Kamu benar - benar berniat untuk menjadi pemuas ?" "Iya, saya berminat. " "Apa yang mendorongmu ingin menjadi pemuas ?" "Pertama karena saya butuh uang. " "Kedua ?" "Kedua, karena ingin mencari pengalaman sebanyak mungkin dalam soal sex. " "Sebenarnya kamu lebih tampan daripada Danke. Kurasa kamu bakal banyak penggemar nanti. Tapi kamu harus terlatih untuk memuaskan birahi perempuan yang rata - rata di atas tigapuluh tahun sampai limapuluh tahunan. " "Saya siap Mam. " "Coba kamu berdiri dan perlihatkan punyamu seperti apa. " Sesuai dengan petunjuk Danke, aku tak boleh menolak pada apa pun yang Mamih perintahkan. Kuturunkan ritsleting celana jeansku. Lalu kuturunkan celana jeans dan celana dalamku sampai paha.
Selama tiga tahun yang sulit, Emilia berusaha untuk menjadi istri Brandon yang sempurna, tetapi kasih sayang pria itu tetap jauh. Ketika Brandon menuntut perceraian untuk wanita lain, Emilia menghilang, dan kemudian muncul kembali sebagai fantasi tertinggi pria itu. Menepis mantannya dengan seringai, dia menantang, "Tertarik dengan kolaborasi? Siapa kamu, sih?" Pria tidak ada gunanya, Emilia lebih menyukai kebebasan. Saat Brandon mengejarnya tanpa henti, dia menemukan banyak identitas rahasia Emilia: peretas top, koki, dokter, pemahat batu giok, pembalap bawah tanah ... Setiap wahyu meningkatkan kebingungan Brandon. Mengapa keahlian Emilia tampak tak terbatas? Pesan Emilia jelas: dia unggul dalam segala hal. Biarkan pengejaran berlanjut!