rada di pusat kota. Padahal, ia baru saja pulang dari pertemuan dengan salah satu kolega bisnisnya. Namun, entah kenapa rasa lelah terasa menguap
ur seharga delapan puluh juta? Entahlah. Sebab, walaupun ia bukan tipe lelaki hidung belang yang menyukai wanita berkelas rendah seperti dia. Namun, uang sebesar itu biasanya ia habiskan
masuk hotel itu. Lalu dengan sigap seorang pelayan
am, Tuan," s
k ke dalam mobilnya dan mengendarai mobil itu menuju parkiran VIP yang tersedia. Dia cukup mengenal siapa Jo. Sebab, Jo memilik
ngkupkan tangan di depan dada sambil menundukkan kepala. Me
kat. Sambil terus berj
u. Sebelum masuk Jo menghentikan langkahnya sejenak lalu ia mengeluarkan sesuatu dari dalam saku jas bagian dalamnya. Ia memakai benda itu
itu. Deg. Deg. Deg. Jantungnya pun semakin berdebar kencang. Walau ia bisa menutupiny
a gadis itu ada disini. Namun, pakaiannya yang cukup seksi. Membuat dada Jo seakan ingin melompat keluar. Padahal, ga
n," ujar wanita itu
ana? Datanglah kemari! Aku tidak mem
cukup familiar dengan suara milik lelaki itu. Namun, disaat gugup seperti ini otaluk gadis itu sekuat tenaga dan melepaskan semua kerinduannya. Namun, ketik
sempat menenggak beer dua gelas kecil. Biasanya itu tak berpengaruh apa-apa pada Jo. Namun berbeda dengan kali ini. Jo bagaimana kan daun kering yang terkena pemantik api. Mudah terbakar. Jo pun membalikkan badan gadis itu. Lalu menikmati aroma
rasa anda sa
laki lain sebelum mencampakkan dirinya dulu. Jo yang kesal karena niatnya dihalangi. Langsung menepis
dada pun meluap bak air laut yang pasang naik akibat gravitasi bulan. Berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun dipendam. Akhirnya per
umpatnya dalam hati. Sambil terus menikmat
ia sepakati dengan Om Sam tadi. Padahal, sudah jelas jika Om Sam berkata. Rekan bi
bat laun terbuai dengan permainan Jo yang sangat lihai. Dia malah mengerang n
baik dari semua wanita jalang di luar san
g menampilkan keindahan kota Jakarta malam ini. Jo pun mencium tengkuk wanita itu sedang tangan meremas gundukan
ngkap sinyal yang diinginkan Jo, si Nadira pun berusaha menyadarkan dirinya. Ini sudah melampaui batas perjanjiannya dengan Om Sam. Ia segera membalikkan badannya
l
bah gunung kembar itu. Sambil sesekali memberikan stempel-stempel merah hasil ukiran bibir dan giginya di kedua sisi gundukan yang menghimpit wajahnya. Tangannya pun tak mau ting
ira yang tak mampu ia tahan lagi. Sungguh, ini pengalaman pertamanya menghadapi seorang lelaki. Ada perasaan jijik saat melihat pantulan bayangannya di cermin yang berada jauh di seb
n di atas ranjang. Tak mau membuang waktu lebih lama, Jo langsung menindihnya. Memainkan bibirnya yang sedari tadi mengeluarkan suara magis yang kian membakar geloranya. Kemudian Jo pun menurunkan gerakannya kini yang menjadi sasarannya adalah leher jejang wanita itu. Setelah puas memberi
han,' batin Jo. Ia pun meningkatkan pe
ak seekor merpati ia pun terasa membumbung tinggi ke atas awan dengan merasakan mahkotanya yang nyut-nyutan. Akal sehat
iku?' batin Nadira. Ia ingin memberontak, tapi a
tak bisa dikendalikan lagi. Cepat-cepat ia melucuti pakaiannya
mata yang tertutup rapat. Menyadari akan segera kehilangan mahkota yang dijaganya dengan baik selama ini. Jo yang sud
benteng milik Nadira. Nadira membuka matanya mendengar suara yang cukup fenomenal di teli
elaput daranya. Perih. Satu kata yang ia rasakan saat itu. Nadira melirik laki-laki itu. Dia tampak menik
is itu segera mendorong tubuh lelaki itu menjauh. Lalu memakai pakaiannya lagi sebelum pergi. Jo hanya terdiam saat Nad
" guma