Jeni berniat menolong keponakannya karena ayah tirinya memperlakukannya kurang baik. Siapa yang sangka ternyata keponakannya akan menjadi duri dalam rumah tangganya.
Getaran ponselku berkali-kali membuatku terbangun dari mimpi panjang. Beberapa pesan yang dikirim oleh keponakanku membuatnya benar-benar terjaga. Sebelum membukanya, aku menggulirkan layar ke bawah. Ternyata waktu sudah larut, hampir jam 12 malam tepatnya. Jeni membuka pesannya. Ternyata Nida, keponakanku yang tinggal di Kalimantan mengiriminya beberapa pesan.
"Tante, aku takut. Ayah pulang dalam keadaan mabuk. Karena ibu dan adik sedang tidur, aku yang membukakan pintu untuk ayah. Dia tiba-tiba menarikku ke dalam pelukannya. Untungnya aku bisa memberontak. Aku sekarang ada di kamar dan mengunci pintu kamarku."
Rasa kantuknya tiba-tiba hilang begitu saja. Nida? dia pasti ketakutan saat ini. Tapi pesan itu terkirim satu jam yang lalu. Bagaimana keadaanya saat ini? Apa dia sudah tertidur?
Aku membalas pesan Nida segera setelah pesan itu terbaca. Jeni bisa menyembunyikan rasa khawatirnya. Ini bukan pesan pertamanya yang bercerita tentang ayah tirinya yang agak melenceng. "Nida, gimana keadaan kamu sekarang? Sudah dikunci kamarmu? Lain kali kalau Mas Aris pulang, jangan kamu yang buka pintunya. Bangunkan Mbak Nia, mamamu!"
Pesan itu tak langsung dibaca oleh Nida. Ia menunggu beberapa waktu dan tanda centang dua masih belum berubah warna. Sampai lewat tengah malam, pesan itu masih tetap sama, belum terbaca.
"Mudah-mudahan Nida sudah tertidur," batinku berdoa untuk keselamatannya. Aku ingin membangunkan suamiku tapi ia mendengkur dengan kencang, mungkin sangat kelelahan.
Membaca pesan Nida malah membuatku tak bisa tidur. Aku teringat pesan-pesan dia sebelum ini, banyak! Seringnya bercerita tentang sekolahnya dan ayahnya.
Nida memang masih SMP. Beberapa bulan lagi ia akan menginjak bangku SMA. Tubuhnya bongsor, ia sudah terlihat seperti anak perawan. Pantas saja ayahnya memandang Nida dengan tatapan yang berbeda.
Gara-gara memikirkan Nida, aku sampai bangun kesiangan. Sinar matahari sampai masuk ke dalam kamarku. Ku dengar suara panci beradu Sutil di dapur. Ibu mertuaku pasti sedang masak.
Ku lihat Mas Firman juga sudah bangun. Mungkin dia sedang bersama anak lelakiku di ruang depan.
Aku jadi teringat pesan Nida. Ku buka ponselku, pesanku ternyata sudah dibalas. Segera ku buka kunci layar ponselku.
"Maaf tante aku ketiduran semalam. Iya besok-besok aku nggak mau bukain pintu buat Ayah."
Sebuah balasan pesan yang membuatku lega.
Aku tidak tahu mau sampai kapan Nida bertahan di sana. Semakin lama, cerita yang Nida kirim tentang ayahnya semakin liar.
Awalnya aku tak langsung percaya apa yang dikatakan Nida. Ia bilang kalau Ayahnya pernah memeluknya dari belakang. Bukankah wajar saja seorang ayah memeluk anaknya dari belakang?
Tapi Nida bilang kalau ayahnya pernah masuk ke kamarnya ketika ia sedang berganti pakaian. Dan itu cukup mengherankan karena Nida sudah cukup dewasa untuk punya ruang privasinya sendiri.
"Nida, apa kamu pernah bercerita tentang ini ke ibumu?" Aku bertanya ke Nida saat ia bercerita tentang ayahnya yang selalu memberikan tatapan aneh kepadanya.
"Sudah, Tante. Tapi Nida malah dimarahi sama Ibu."
"Dimarahi bagaimana, Da?"
"Ibu marah katanya aku bikin hubungan ibu dan ayah tambah buruk. Ayah memang sering memarahi ibu, Tante. Tapi katanya sekarang lebih sering gara-gara aku. Sejak saat itu aku nggak pernah bilang lagi ke ibu, Tante."
Membaca pesan Nida membuatku mengusap dada. Apa Iya Mbak Nia jadi seperti itu. Padahal dulu ia berkata kalau menikahi Mas Aris demi Nida, biar ada yang menafkahi dan menyekolahkan anaknya, biar Nida punya Bapak seperti teman yang lain. Tapi sekarang?
Mbak Nia seakan lupa. Mas Aris malah menjadi momok menyeramkan bagi anaknya.
"Kak Nia, aku mau bicara, apakah Mas Aris disitu?" tanyaku memastikan kalau kak Nia memang sedang sendiri. Aku memutuskan menelpon Mbak Nia suatu sore setelah Nida menceritakan tentang Ibunya yang tak percaya dengannya. Aku butuh membicarakan ini degannya secara intim.
"Nggak ada, Jen. Mas Aris sedang ke ladang. Memangnya ada perlu apa sama Mas Aris?" tanya Mbak Nia dengan nada heran.
"Enggak, Mbak. Aku mau ngomongin soal Nida sama Mbak Nia, tapi aku nggak mau kalau Mas Aris tahu."
"Soal Nida? Nida kenapa?"
Berat sekali menanyakan hal ini ke Mbak Nia. Meskipun aku dekat dengan Mbak Nia, tapi dia agak keras kepala. Dan nggak enaknya, dia selalu menganggapku adik kecil yang nggak bisa apa-apa!
"Emmm ... begini, Mbak. Nida cerita sama aku kalau Mas Aris kadang meluk-meluk dia dari belakang ...."
Belum selesai aku bicara, Mbak Nia sudah menyemprotku dengan omelannya.
"Kamu dapet cerita itu dari siapa? Kamu percaya sama Nida? Dia itu cuma bikin cerita ngarang. Dia cuma kurang perhatian!" Ucap Mbak Nia memotong perkataanku.
"Kamu kan nggak di sini. Jadi kamu nggak akan tahu di sini kaya apa. Nggak usah percaya sama Nida!" Mbak Nia mengulangi perkataanya.
"Tapi Mbak, Nida kan nggak mungkin ngarang terus begitu. Buat apa dia bohong, Mbak?" tanyaku. Meskipun aku belum sepenuhnya percaya dengan perkataan Nida. Aku belum bisa bertanya sejauh mana pengetahuannya tentang pelecehan seksual, atau mana yang boleh dan tak boleh dilakukan. Aku takut ini semua cuma karena Nida nggak suka dengan Mas Aris.
"Nida itu iri sama Nayla. Mas Aris cuma sayang sama Nayla. Jadi dia bikin masalah sama Mas Aris. Ya mau bagaimana lagi. Nida itu kan bukan anaknya Mas Aris, yang anaknya Mas Aris cuma Nayla. Padahal Mas Aris sudah susah-susah cari duit buat sekolahin Nida. Nidanya aja nggak mikir sampai ke situ."
Ulu hatiku ngilu mendengar penjelasan panjang dari Mbak Nia. Nida pasti merasakan sakit yang tak jauh berbeda denganku. Kasihan dia tidak punya tempat untuk berkeluh kesah. Kasihan dia kalau semua orang tak percaya padanya.
"Sudah lah, Mbak. Mudah-mudahan saja semua ini seperti yang Mbak bilang kalau Mas Aris menyayangi Nida seperti anak sendiri. Jangan sampai nanti Mbak Nia menyesal."
Ku tutup telpon itu tanpa menunggu respon dari Mbak Nia. Aku cuma merasa iba dengan Nida.
Beberapa hari setelah percakapanku di telpon degan Mbak Nia, Nida memberiku pesan malam-malam saat ayahnya mabuk itu. Aku punya ide gila untuk Nida. Tapi ini harus dibicarakan dengan Mas Firman dan Ibu mertuaku. Maka, aku perlahan keluar kamar dan mendapati Mas Firman sedang bersama Gilang di samping rumah. Mereka tak menyadari kedatanganku. Gilang sedang sibuk memberi makan anak kambing yang baru dua Minggu lalu lahir. Sedangkan Mas Firman sedang membuka kulit buah kelapa tua yang akan dijadikan santan. Beberapa buah kelapa ku lihat sudah terkelupas, sedangkan beberapa yang lain sedang menunggu giliran untuk dibuka menggunakan linggis yang ditancapkan ke tatakan kayu.
Olive selalu kalah taruhan dengan Meymey yang selalu beruntung. Hal itu membuatnya bertemu dengan seorang dosen yang psikopat tapi ganteng. Kira-kira akan happy atau menyesal?
Ika adalah seorang ibu rumah tangga yang harus berjuang mencari nafkah sendiri karena suaminya yang sakit. Tiba-tiba bagai petir di siang bolong, Bapak Mertuanya memberikan penawaran untuk menggantikan posisi anaknya, menafkahi lahir dan batin.
Andres dikenal sebagai orang yang tidak berperasaan dan kejam sampai dia bertemu Corinna, wanita yang satu tindakan heroiknya mencairkan hatinya yang dingin. Karena tipu muslihat ayah dan ibu tirinya, Corinna hampir kehilangan nyawanya. Untungnya, nasib campur tangan ketika dia menyelamatkan Andres, pewaris keluarga yang paling berpengaruh di Kota Driyver. Ketika insiden itu mendorong mereka untuk bekerja sama, bantuan timbal balik mereka dengan cepat berkembang menjadi romansa yang tak terduga, membuat seluruh kota tidak percaya. Bagaimana mungkin bujangan yang terkenal menyendiri itu berubah menjadi pria yang dilanda cinta ini?
Maria dikhianati dan berubah menjadi seorang pembunuh di depan mata semua orang. Diliputi oleh kebencian, dia menceraikan suaminya, James, dan meninggalkan kota. Namun, enam tahun kemudian, dia kembali dengan saingan ulung mantan suaminya. Bangkit seperti terlahir kembali dari kematian, dia bersumpah untuk membuat semua orang membayar apa yang telah mereka lakukan padanya. Dia hanya menerima bekerja dengan James untuk membalas dendam, tetapi sedikit yang dia tahu bahwa dia telah menjadi mangsanya. Dalam permainan antara cinta dan keinginan, tak satu pun dari mereka yang tahu mana yang akan menang pada akhirnya.
Arga adalah seorang dokter muda yang menikahi istrinya yang juga merupakan seorang dokter. Mereka berdua sudah berpacaran sejak masih mahasiswa kedokteran dan akhirnya menikah dan bekerja di rumah sakit yang sama. Namun, tiba-tiba Arga mulai merasa jenuh dan bosan dengan istrinya yang sudah lama dikenalnya. Ketika berhubungan badan, dia seperti merasa tidak ada rasa dan tidak bisa memuaskan istrinya itu. Di saat Arga merasa frustrasi, dia tiba-tiba menemukan rangsangan yang bisa membangkitkan gairahnya, yaitu dengan tukar pasangan. Yang menjadi masalahnya, apakah istrinya, yang merupakan seorang dokter, wanita terpandang, dan memiliki harga diri yang tinggi, mau melakukan kegiatan itu?
Pernikahan ini hanya sebuah perjanjian, dia punya kekasih begitu juga dengan aku. Tetapi entah siapa yang memasukkan obat ke dalam minuman ku, sehingga benar-benar lepas kendali.
Karin jatuh cinta pada Arya pada pandangan pertama, tetapi gagal menangkap hatinya bahkan setelah tiga tahun menikah. Ketika nyawanya dipertaruhkan, dia menangis di kuburan orang terkasihnya. Itu adalah pukulan terakhir. "Ayo bercerai, Arya." Karin berkembang pesat dalam kebebasan barunya, mendapatkan pengakuan internasional sebagai desainer. Ingatannya kembali, dan dia merebut kembali identitasnya yang sah sebagai pewaris kerajaan perhiasan, sambil merangkul peran barunya sebagai ibu dari bayi kembar yang cantik. Arya panik ketika pelamar yang bersemangat berduyun-duyun ke arah Karin. "Aku salah. Tolong biarkan aku melihat anak-anak kita!"