Unduh Aplikasi panas
Beranda / Romantis / Janda Dua Anak Untuk Arjuna
Janda Dua Anak Untuk Arjuna

Janda Dua Anak Untuk Arjuna

5.0
24 Bab
907 Penayangan
Baca Sekarang

Tentang

Konten

Raisa Amelia terpaksa melahirkan sepasang anak kembar nya tanpa suami setelah diceraikan oleh Ricky Tanpa mengetahui kalau ia sedang Hamil. Ricky memilih melanjutkan rencana pernikahannya dengan Lidya yang awalnya membatalkan pernikahan yang lalu dilanjutkan oleh Amelia Raisa sepupunya yang juga sekertarisnya yang saat itu baru saja lulus sekolah menengah atas. Setelah bercerai dengan Ricky berjuang menghidupi anak kembarnya dengan dibantu oleh uminya, Raisa Amelia berhasil lulus kuliah dan bekerja sebagai sekretaris direktur Bank Tirtha. Samuel Tirta yang diam saja ganteng awalnya tidak terima saat mendapatkan sekertaris yang menurutnya merusak pemandangan matanya. Namun kepolosan Raisa membuatnya tertarik dan mengobati patah hatinya. Namun Samuel Tirta kembali terjebak cinta Lidya. Jadilah Raisa sekertaris kesayangan Samuel yang ternyata adalah mantan kekasih Lidya pelakor yang membuatnya menjadi Janda. Dunia memang sempit,Saat Raisa dimutasikan ke Surabaya dan menjadi sekertaris Arjuna yang ternyata adalah adik dari Samuel Tirtha. Dua pewaris Tirtha yang masih jomblo. Dunia yang sempit mempertemukan Raisa dengan Lidya kembali saat Arjuna membawa Raisa saat resepsi pernikahan Samuel dengan Lidya. Raisa sempat berpikir ulang untuk menerima lamaran Arjuna karenanya. Namun akhirnya Raisa memutuskan menerimanya dan berakhir di pelaminan dan menjadi istri dari Arjuna Desta Mahendra Tirta.

Bab 1 Jadi Janda

Sementara Arjuna yang masih mengatur nafasnya karena kelelahan menatap langit-langit kamar ketika ujung telunjuk Shinta kekasihnya bermain-main di atas dadanya yang berkeringat.

"Aku pingin buka usaha apa gitu.... " Ucap Shinta.

"Apa?" Arjuna segera mengalihkan tatapannya pada wajah kelewat cantik yang tampak sedang berpikir itu.

"Mmm aku pingin usaha butik sih...." Jawab Shinta.

"Butik?" Arjuna kembali menatap langit-langit kamar. "Di mana?" Tanya Arjuna

"Di sini aja." Jawab Shinta.

Seketika Arjuna mengernyitkan dahi. "Kenapa di sini? Kenapa nggak di Jakarta aja?"

"Kayaknya aku betah di sini. Aku pingin menetap deh di Surabaya."

"Kenapa?" Arjuna menatap heran.

"Aku suka di sini." Jawab Shinta dengan yakin

"Jadi kamu... nggak pingin balik ke Jakarta?"tanya Arjuna

"Aku pingin menjauh dari ortu aku.... mereka toxic. Mendingan aku di sini dan mulai hidup di sini. Aku pingin buka usaha, buat bekal resign. Aku pikir usaha butik oke juga." Jawab Shinta.

"Kenapa kepikiran resign? Bukannya kamu suka kerja?" Tatapan Arjuna menyusuri wajah dan pundak putih Shinta.

Mereka masih berada di bawah selimut yang sama setelah pergumulan barusan.

Sejak makan malam tadi mereka hanya membicarakan hal-hal biasa.

Arjuna sedikit terkejut ketika Shinta tiba-tiba mengutarakan wacana resign.

"Aku udah males kalo dipindah lagi. Kamu tahu kan posisi manajer di perusahaan aku itu cepet banget mutasinya? Aku denger, di luar Jawa lagi butuh banyak posisi setingkat manajer. Ya aku khawatir aja, gimana kalo aku dipindah jauh sampe ke luar Jawa?" Jawab Shinta.

"Emang udah ada selentingan kalo kamu bakal dipindah lagi?"

"Enggak sih. Tapi makin lama aku juga ngerasa tekanan kerja aku makin berat gitu. Jadi aku mulai mikir buat buka usaha sampingan."jawab Shinta.

"Nikah sama aku." Tanya Arjuna sambil menatap lurus kedua mata Shinta penuh harap.

"Junaaaaaa... " Senyuman Shinta tertahan di sudut bibir. "Nggak semua masalah itu solusinya nikah.... " Jawab Shinta.

"Kenapa nggak? Kamu udah nggak kuat sama kerjaan kamu, pingin hidup yang nyaman. Aku bisa kasih itu semua. Kenapa kita nggak nikah aja Shinta? Aku bukan papa kamu, aku udah buktiin itu sepuluh tahun..... Aku nungguin kamu. Sepuluh tahun lho.. "

"Nikah and what? Aku jadi perempuan yang ngerjain kerjaan rumah tangga gitu? Cuma itu? Atau aku cuma jadi pelengkap kehidupan kamu?" Jawab Shinta.

"Aku nggak bilang gitu." Arjuna menggeleng. "Aku bakal dukung kamu jadi apa aja yang kamu mau." Jawab Arjuna.

"Bullshit. Laki-laki di mana-mana sama. Kalo aku nikah sama kamu, kamu cuma mau aku layani. Prioritas aku bakalan...." Ucapan Shinta terhenti seiring dengan tatapan Arjuna yang tengah memperhatikan gerak bibir Shinta yang seketika terhenti, bagai menyadari sesuatu.

".....aku?" sambung Arjuna

Hening seketika.

"Jadi kamu nggak mau prioritasin aku? Terus.... kamu pikir aku pindah ke sini demi apa?" Arjuna mulai kesal

"Juna, aku belum siap... "

"Oke. Sukses buat usaha kamu." Arjuna dengan kesal menyingkirkan selimut yang menutupi tubuhnya dan bergegas menuruni ranjang.

"Juna... "

Kirana menatapnya yang berjalan menuju toilet. Ares memasang tampang acuh dan menutup pintu. Melepas kondom yang masih terpasang dan membersihkan dirinya di bawah pancuran air shower.

Brengsek...Ia mengumpat di dalam hati. Bersama Shinta topik pernikahan tidak pernah menemukan ujungnya.

Arjuna tidak tahu, mengapa mereka tetap bertahan. Lebih tepatnya, mengapa ia memilih tetap bertahan. Ia pikir bercinta sebelum pulang ke rumah bisa membuat tubuhnya lebih ringan.

Nyatanya, malah semakin menambah beban pikiran. Seketika batinnya lelah. Jadi untuk apa ia berjuang sejauh ini?

Berkali-kali ia sudah mencoba untuk berhenti. Setiap kali hubungan mereka mengambang tanpa status, ia kembali mencoba membuka hatinya untuk peluang yang baru.

Namun tiap kali ia mulai menemukan wanita baru, Shinta akan kembali mendekat dan membuatnya goyah. Terang saja si wanita baru tidak akan pernah ada apa-apanya dibanding Kirana yang sudah terlanjur kuat di hatinya. Ia bahkan tidak bisa menyediakan toleransi bagi sekecil-kecilnya kekurangan, jika wanita itu bukan Shinta.

Berulang kali Arjuna mencoba, tetapi Shinta yang datang kembali membuat pertahanannya jebol berkali-kali. Hatinya tidak kuat tega mengabaikan Shinta, meski wanita itu sungguh tega berpaling tiap kali bosan. Lebih tepatnya, ia tidak tega pada hatinya sendiri yang selalu memuja Shinta.

Masalahnya selalu sama. Mereka berpisah karena Shinta yang bosan dengan hubungan mereka dan sambil menunggu Shinta kembali ia akan mencoba peruntungan hati dengan wanita lainnya.

Mungkin saja ada pesona lain yang menyeret seluruh perasaannya dan membuatnya lupa akan rasa cinta terhadap Shinta yang begitu menyiksa.

Akan tetapi, tidak ada bibir yang semanis bibir Shinta. Tiap kali ia menyentuh bibir wanita lain, hatinya mencari makna yang sama dan ia tidak menemukan yang ia cari. Hanya ada pagutan tawar yang membuat Arjuna tidak sanggup berjalan lebih jauh lagi. Ia hanya ingin terseret dalam perasaan cinta, tapi sejauh ini belum ada wanita yang mampu melakukannya selain Shinta.

Senyuman malu dan obrolan canggung, tidak cukup membuat jantungnya berdetak gentar. Semua wanita itu terbaca begitu menginginkannya.

Ketertarikannya dengan cepat menguap, tanpa sebab yang jelas. Harus berapa lama lagi ia menunggu Shinta? Ataukah ia harus benar-benar berhenti sekarang?

Nggak, sedikit lagi. Arjun memutuskan tahan banting. Toh sudah sepuluh tahun. Rasanya juga terlambat untuk menyerah setelah sekian lama penantian. Lagi pula, selama ini cintanya tidak pernah hilang. Memang tidak menggebu-gebu seperti tahun-tahun awal pacaran, tetapi sungguh cinta itu masih bertahan kuat di hatinya.

Arjuna membuka pintu toilet. Ia melihat Shinta sudah berdiri dengan handuk kecil di tangan.

"Berapa kali aku bilang, jangan lupa handuknya." Shinta mengusap wajahnya dengan handuk di tangan. Lembut.

Tatapan Arjun terjerat pada wajah sendu Shinta.

Hanya wajah itu, yang ia inginkan seumur hidupnya. Tapi....

"Aku pulang." Shinta berpaling sambil menahan perih di kedua matanya. Dengan lesu ia mengambil alih handuk untuk mengeringkan tubuhnya, kemudian segera mengenakan celana dan kemejanya.

"Arjuna... " Shinta menyentuh lembut punggungnya.

"Makasih." Ucap Arjuna sambil berbalik dan mengecup kening Shinta saat hatinya mendadak cengeng.

Hanya perempuan ini yang bisa membuat air matanya menetes hingga kering.

"Good night." Tanpa menatap lagi ia membuka pintu kamar dan berjalan gontai sambil menyahut kunci mobil di atas bufet.

Bagimu aku apa? Arjuna hanya menyimpan pertanyaan yang sudah sering ia lontarkan. Akan tetapi, Kirana tidak pernah memberikan jawaban yang paling ia harapkan. Semua makna dirinya terdengar sia-sia, ketika pada kenyataannya kepastian itu tidak pernah ia dapatkan.

Malam itu setibanya di rumah.

Arjuna duduk sendiri di sofa ruang tamunya. Menyalakan rokok dan menatap hening keadaan rumah dinas yang sunyi senyap.

Sungguh kehidupan yang sunyi dan sendiri. Arjuna terpekur menatap meja.

Coba kalau Shinta ada di sini, ide itu hanya sebatas angan yang tidak ingin Arjuna wujudkan.

Meski hidup sendiri, ia tidak pernah mengizinkan Shinta menginap di rumah yang disediakan oleh kantornya semacam rumah dinas atau inventaris kantor lah.

❤️❤️

Raisa Dewi Amelia terhenyak saat mendengar ucapan Ricky suaminya.

Tak ada angin! Tak ada hujan! Ucapan Ricky, bak petir nan menggelegar di siang bolong. Menghancurkan semua persendian dan tubuh Raisa.

Membuat Raisa yang selalu berpenampilan sederhana itu luruh di kursi meja makan. Tubuhnya bergetar. Seketika, gelas yang ada di genggaman pun membentur lantai. Hancur! Sehancur hatinya yang berdarah kesakitan.

"Apa salah Aku Mas?" tanya Raisa pelan dengan getar suara yang tak dapat ia sembunyikan. Meski sakit, ia masih berusaha bertutur kata baik pada lelaki yang telah menjadikanya istri sejak enam bulan lalu.

Ricky tergagap! Ia bingung, mesti bagaimana menjawab pertanyaan perempuan yang telah dihancurkan hatinya.

"Aku janji Mas, aku janji akan berusaha memperbaiki diri dan belajar lebih banyak lagi untuk memantaskan diri mendampingi Mas Ricky. Tolong kasih tahu! Apa yang harus aku lakukan, agar Mas tak menjatuhkan talak padaku!"

Raisa yang sempoyongan, bangkit dari duduk dan menatap suaminya dengan mata yang mengembun.

Sementara, Ricky yang saat itu mengenakan kemeja putih bergaris biru yang digulung sebatas lengan itu memalingkan wajah. Ada rasa tak tega melihat telaga yang selalu bersinar itu terlihat berembun akibat ulahnya.

"Mas!" Ucap Raisa pilu dengan kedua tangan menggenggam lengan Ricky.

Ricky yang terperanjat, sontak menyentakkan tangan Raisa seolah jijik, Membuat perempuan itu semakin hancur dengan perlakuan suaminya itu

"Aku tak mencintaimu!" Jawab Ricky singkat.

Kembali tubuh Raisa meluruh. Kali ini, lantai yang menjadi tempatnya berpijak seakan berguncang. Membuat tubuhnya tersungkur dan bersimpuh di sana.

"Bukankah Mas pernah berjanji untuk belajar mencintai Aku?" Dengan suara serak menahan tangis, Raisa mengajukan tanya. Sementara itu, ketidakberdayaannya membuat ia tak mampu untuk sekedar mengangkat kepala.

"Maaf! Aku tak bisa memenuhi janji!" ucap Ricky seakan apapun yang pernah diucapkannya itu adalah hal biasa yang boleh dilupakan.

"Kenapa tidak mencoba? Bukankah kita baru melangkah? Aku akan sabar menunggu hingga cinta itu datang!" Ujar Raisa masih mencoba mempertahankan pernikahan yang baru seumur jagung itu.

"Maaf! Aku tak bisa!" Jawab Ricky tak peduli dengan perasaan istri nya yang sangat terluka.

"Kenapa Mas..?" Tanya Raisa

"Lidya telah kembali!"jawab Ricky

"Lidya...?" Tanya Raisa dengan suara bergetar.

"Ya! Dan kami akan segera menjalankan rencana yang tertunda." Jawab Ricky.

"Tertunda? Bukankah Mbak Lidya sendiri yang telah membatalkannya?"

Pertanyaan tersebut membuat Ricky terdiam. Ia pun tak dapat mengingkari ucapan Rania yang tepat sasaran.

Ia sadar, gadis yang enam bulan lalu bekerja sebagai sekertaris Lidya itu mengetahui persis seluk beluk penyebab kegagalan pernikahan mereka.

Tapi, bukankah Lidya telah kembali dan menyadari kesalahannya? Gadis itu pun sudah meminta maaf dan bersedia melanjutkan rencana mereka. Saat itu, ia yang tengah patah hati, tidak sabar hingga memilih gadis lain untuk dinikahinya.

Apa salah jika ia memilih kembali pada Lidya? Bukankah gadis cantik itu yang selalu ia impikan untuk menjadi pendamping hidupnya? Bahkan, sejak zaman putih abu-abu. Dimana, bunga yang selalu menguarkan wangi itu selalu menjadi incaran para kumbang. Termasuk dirinya! Apakah ia akan menyia-nyiakan kesempatan tersebut? Saat sebentar lagi, kemenangan berada di depan mata.

Ricky begitu senang saat Lidya akhirnya kembali menghubunginya.

"Silahkan Mas menikah dengan Mbak Lidya ! Aku rela! Meski harus di madu." Ujar Raisa benar benar melupakan sakit hatinya demi mempertahankan rumah tangganya.

"Sepertinya, itu bukan pilihan yang tepat untuk kami, karena Lidya tidak mau dikatakan pelakor. Karena, memang hak dialah berada di posisimu sekarang." Ujar Ricky menolak dengan tegas tawaran dari Raisa.

Raisa mengangkat wajah! Tanpa belas kasih, lelaki yang enam bulan ini selalu bersikap manis, ternyata tak lebih dari sandiwara. Dengan kejam, ia menggores luka di sudut hatinya.

"Jangan ceraikan Aku Mas..!" Raisa yang masih berusia delapan belas tahun itu menghiba. Namun, sepertinya sia-sia! Dengan angkuhnya Ricky menggelengkan kepala.

"Maaf! Aku tidak bisa!" Jawab Ricky.

Dengan manik yang bersimbah air mata, Raisa menatap lekat lelaki yang telah ia serahkan seluruh hati dan cintanya. Lelaki yang ia harapkan untuk menua bersama. Bak pungguk merindukan bulan, sepertinya harapan Raisa yang tinggi telah terhempas. Menyadari semua, ia pun menunduk dalam.

Cukup lama Raisa tersedu. Setelah menguasai hati dan emosinya, Raisa menghapus jejak tangis. Dengan pipi yang yang sudah basah airmata serta puncak hidung dan mata memerah Raisa mengangkat kepala. Mensejajarkan pandangan dengan lelaki yang sebentar lagi meninggalkannya.

"Apakah Mas sudah yakin dengan keputusan ini?" Dengan tenang dan tanpa air mata, Raisa berusaha berbicara mengajukan tanya.

"Ya!" Jawab Ricky dengan yakin.

"Tak inginkah Mas berpikir kembali?"

"Tidak!" ucap Ricky yakin.

"Aku sudah memutuskan semua! Segera ku ceraikan dan mengembalikan mu pada Abi dan Umi kamu ," lanjutnya tanpa memikirkan perasaan Raisa yang hancur.

"Apakah Mas tidak akan berubah pikiran? Dan menyesalinya nanti? Bagiamana kalau aku hamil...?" tanya Raisa memastikan keputusan Ricky.

"Ini yang aku inginkan! Menikah dengan perempuan yang dicintai. Dipastikan, aku takkan berubah dan menyesali semua. Dan "

"Yakin?"

"Ya!"

"Baik! Saat ini juga, silahkan Mas Ricky talak aku, aku siap!"

Ricky seketika tergagap! Permintaan istrinya itu diluar praduganya. Ia tak menyangka, Raisa akan secepat itu berubah pikiran dalam menanggapi perceraian mereka.

"Baiklah, jika itu yang kamu mau. Jangan takut! Meski hanya enam bulan menikah, hakmu atas harta gono gini akan aku berikan sepenuhnya. Termasuk rumah beserta isinya. Pun dengan kendaraan dan sejumlah uang akan aku transfer. Tentunya, uang sebanyak itu tidak akan membuat hidupmu melarat hingga berjumpa dengan lelaki yang bersedia menerima dan menikahi mu yang berstatus janda. Kamu juga tidak akan putus kuliah"

Mendengar ucapan Ricky, mata Raisa kembali mengembun. Berusaha menyembunyikan kepedihan, ia pun berpaling.

Ricky , bukan tidak tahu kepedihan seperti apa yang telah dialami oleh Raisa.

Namun, cintanya tidak bisa dipaksakan. Hidup bersama Lidya adalah impiannya. Jadi, tak ada salahnya mengorbankan perasaan Raisa. Bukankah ia juga telah memberikan kompensasi yang banyak atas kegagalan pernikahan mereka?

"Raisa Mahira binti Bapak Rahman, saat ini juga kau bukan lagi istriku. Aku menalak dan menceraikan serta menjatuhkan talak untuk memutuskan ikatan pernikahan kita." Ucap Ricky.

Meski Raisa mencoba tegar. Namun, kata-kata tegas Ricky bagai serangan typon itu telah mengguncang tubuhnya. Ia oleng! Berjalan tertatih Raisa menyeret langkah. Seakan enggan tersentuh, ia pun menepis kasar tangan Ricky yang hendak membimbingnya.

❤️❤️❤️

"Mas !" Tepukan kuat dan keras di pundak menyentak Ricky dari lamunan. Ia yang terhanyut bayang-bayang masa lalu, terperanjat dan menyeret paksa kesadarannya.

"Mas Ricky!" Kembali terdengar teguran dari perempuan berpakaian yang menunjukkan betapa indah tubuhnya dengan kulit putih yang lalu duduk di sebelahnya.

"Hmm!" Ricky berusaha menyembunyikan kegundahan hati, Ricky menunduk. Mengalihkan pandangan dari sosok yang menariknya ke peristiwa hampir lima tahun silam.

Padangan Ricky yang awalnya tertuju pada. Seorang wanita berhijab dengan sepasang anak duduk di meja tak jauh dari tempat duduknya.

"Oh, kamu melihat mantan pembantuku..! Raisa anjing.." Mendengar nama mantan istrinya itu terucap dari bibir Lidya , sontak Ricky mengangkat wajah.

Ia tak menyangka, perempuan yang sebentar lagi akan menjadi mantannya itu mengenali sosok Raisa yang tengah duduk bersama dua bocah.

"Ternyata, semua gara-gara perempuan kampungan itu!" Dengan beringas, Lidya menatap geram pada Raisa yang tampak asik melayani sepasang balita duduk bersamanya.

"Lihat saja! Apa yang bisa aku lakukan pada perempuan murahan itu!" ancam Lidya seraya bangkit dan melangkah menuju meja mereka.

Ricky segera menarik lengan Lidya,

" Bukan karena dia aku akan menceraikan mu tapi karena kelakuanmu."

❤️❤️❤️

Lanjutkan Membaca
img Lihat Lebih Banyak Komentar di Aplikasi
Unduh aplikasi
icon APP STORE
icon GOOGLE PLAY