Damar, dia seorang laki-laki yang pernah aku harapkan menjadi seseorang yang akan selalu mendampingiku dalam suka maupun duka. Dan aku, Rina, gadis yang akan selalu ada untuknya dalam sakit ataupun senang. Tapi kehidupan tak akan pernah sejalan dengan pemikiran dan keinginan, membuyarkan khayalanku, menghempaskan mimpi-mimpiku ke jurang terdalam, lalu pecah berderai di kerasnya kenyataan. Damar yang selalu memperlakukanku dengan baik, bahkan lebih dekat daripada keluarganya sendiri, ternyata sama sekali tak menaruh hati padaku. Perasaan yang terhempas ini tak pernah bisa kuungkapkan. Tidak pada orang tuaku, tidak pula pada Damar sendiri. Kusimpan segala sakit di dalam hati, sendiri, dan mendoakan yang terbaik baik bagi Damar sebab dia yang harus pindah, dibawa pergi oleh keluarganya ke luar kota.
"Rin, lari Rin. Lari...!"
"Hah?!" Aku terkejut dan menoleh ke belakang. Seketika mataku membesar dengan kengerian yang langsung terbayang di depan mata. "Mar, lu berantem lagi?"
"Udah, buruan!"
Damar menyambar tanganku, memaksaku untuk ikut lari mengikuti langkahnya yang serabutan.
"Lari, Rin!"
"Oi, oi, Damar!" teriakku, tapi tetap saja, kakiku terus berlari. "Damar berengsek! Lu nggak ada kerjaan selain berantem, hah!?"
Cowok sialan itu justru tertawa-tawa, sesekali dia menoleh ke belakang. Entah apa yang ada di pikirannya.
"Udah, ih! Lari dulu yang penting!"
"Damar!"
"Woi, jangan lari lu, setan!" teriak seorang siswa sekolah lain dengan sebatang pipa besi di tangannya."Jangan kabur lu!"
"Kejar dia!" teriak yang lainnya pula.
Aku menoleh lagi ke belakang di antara langkahku yang sudah tidak mungkin untuk kuhentikan lagi, sebab seragam SMA-ku sama persis dengan seragam SMA yang dipakai Damar, bisa-bisa anak-anak dari SMA lain itu malah memukuliku.
Napasku tersengal-sengal dan langkah kami selalunya terhalang ini dan itu, maklum saja, Damar dan aku lari di trotoar jalan yang sedang sibuk.
Yah, sibuk.
Trotoar yang seharusnya untuk pejalan kaki justru dipenuhi oleh para pedagang kaki lima, pengamen, pedagang asongan, apa pun.
"Minggir, minggir!" Damar mengibas-ngibaskan tangannya, berusaha membuka jalan bagi kami berdua. "Awas, woi!"
"Goblok!" teriak seorang pedagang bakso yang kursi-kursi dagangannya menjadi berantakan tersenggol langkah Damar dan langkahku. "Lihat-lihat kalo lari!!
"Maaf, Bang!" teriakku yang terus saja diseret oleh Damar. "Maaf, ada yang ngejar kami!"
Begitu si penjual bakso menoleh ke arah belakang, dia semakin kaget sebab lebih banyak lagi anak SMA yang muncul demi mengejar kami berdua, maksudku, Damar.
"Kejar!" teriak pemimpin geng SMA lain tersebut. "Kejar ampe dapat!"
Dan si Damar sialan ini masih saja terkekeh meskipun umpatan dan makian dari orang-orang yang kami lewati bak curah hujan.
Aku mati-matian mempertahankan lariku, sebab bila tidak, anak-anak dari SMA lain itu pasti juga akan memukuliku. Paling parah, mereka mungkin akan berbuat cabul kepadaku sebab aku seorang cewek.
"Rin, ke sini!"
Damar membawaku maemasuki sebuah gang kecil di tengah pasar.
Dan ya, lagi-lagi kata-kata kasar yang menghujani kami dari para pedagang dan para pengunjung pasar dengan segala aktifitas mereka yang terganggu oleh kami.
Aku bisa memahami itu.
Tapi napasku sendiri sudah terasa begitu dingin di dada, seolah-olah setiap detakan jantungku akan membuat paru-paruku semakin dingin dan bertambah dingin, lalu menjadi beku, dan pecah dalam sekali helaan napas berikutnya.
Jadi, aku tidak mungkin lagi menanggapi kesialan orang-orang pasar gara-gara kami, maksudku, Damar.
Keringat mengalir deras di wajah dan tubuh, tapi aku tidak peduli, atau lebih tepatnya, Damar lah yang tidak peduli sebab dia terus saja menyeret tanganku untuk mengikutinya.
"Ayo, ke sini!"
"Mar, jangan!" balasku. "Gang itu jalan buntu!"
"Ouh, shit!" Damar terkekeh dan kami kembali berbalik ke arah sebaliknya.
"Itu mereka!"
Aku mendengar lagi teriakan itu. Sialan, sepertinya hidung mereka cukup kuat juga untuk bisa terus menemukan kami.
"Ke sini! Ke sini!" teriakku pada Damar sembari menunjuk ke gang yang ada di kanan.
"Ape lu?!" Damar berteriak sembari mengangkat kepalan tangannya. "Sini lu semua kalo berani, sampah!"
"Bangsat lu, ya!" balas anak-anak SMA lain tersebut. "Kejar dia! Tangkap, jadiin perkedel!"
"Damar berengsek!" makiku sebab dia masih sempat-sempatnya berbalik dan meneriaki anak-anak SMA dari sekolahan yang berbeda dengan kami itu. "Lari, bodoh! Lari dulu!"
"Ayo, Rin. Olah raga lagi!"
"Olah raga pala lu pitak!" aku mendengus lagi.
Karena kejadian memilukan yang menimpa ibunya, Puti Bungo Satangkai terlahir prematur, bisu, dan hanya bisa mendengar dengan sebelah telinga kanannya saja. Meski demikian, berkat ketelatenan Inyiak Mudo yang menemukannya di lembah Ngarai Sianok dan merawatnya, dia tumbuh menjadi seorang gadis yang cantik dan menguasai silat serta kesaktian. Bungo besar dan mendapat pengajaran Inyiak Mudo di sebuah pulau kecil, di lepas pantai barat Andalas, bernama Pulau Sinaka. Setelah kematian Inyiak Mudo dalam pertarungannya dengan Inyiak Gadih, Bungo akhirnya meninggalkan Pulau Sinaka menuju daratan utama Andalas melalui pelabuhan Bandar Bangkahulu. Berbekal sebuah liontin berbentuk satu kelopak teratai pemberian Inyiak Mudo, Bungo memulai pencarian atas jati dirinya. Langkah membawa pertemuannya dengan si Kumbang Janti, salah satu Hulubalang Kerajaan Minangatamvan. Dari si Kumbang Janti, Bungo mengetahui bahwa liontinnya itu adalah satu bagian dari tujuh kelopak Teratai Abadi, pusaka Kerajaan Minanga yang telah lama menghilang. Petunjuk-petunjuk yang didapat Bungo mengarah ke kerajaan yang sama. Maka, dia memutuskan untuk pergi bersama si Kumbang Janti menuju Istana Minanga di Batang Kuantan. Di Istana Minanga, Bungo justru terseret kasus asusila bersama si Kumbang Janti yang dituduhkan oleh si Balam Putiah kepada mereka. Meski demikian, Bungo tetap tenang dan mampu menyelesaikan permasalahan itu, meski harus mengalahkan Halimunan, pasukan rahasia penjaga Raja Minanga, Rajo Mudo. Di sini pula terungkap bahwa Bungo ternyata adalah keturunan Sialang Babega bersama Zuraya, dan dia memiliki seorang abang yang sakti bernama Mantiko Sati. Semua itu bersangkut-paut dengan liontin miliknya yang sejatinya adalah milik Sialang Babega, dan Sialang Babega mendapatkan kelopak Teratai Abadi itu dari tangan Datuak Rajo Tuo, Raja Minanga dua generasi sebelumnya. Dengan kata lain, Bungo adalah keturunan seorang yang terpandang dan dekat dengan istana. Terlebih lagi, Ratu Nan Sabatang adalah tetangga keluarganya semasa dahulu. Dari sinilah pertualangan Bungo memasuki masa yang lebih kejam dan menyakitkan. Demi memenuhi keinginan Rajo Mudo, mengumpulkan semua kelopak Teratai Abadi, Bungo harus berhadapan dengan tokoh-tokoh sakti Tanah Andalas, bahkan hingga ke Selat Malaka. Dalam perjalanannya menemani Bungo, si Kumbang Janti yang mencintai Bungo justru tewas. Namun cinta Bungo bukanlah kepada si Kumbang Janti, melainkan kepada Antaguna, seorang pimpinan Penjahat Berbaju Hitam. Sebab Antaguna juga mencintai Bungo, maka ia rela meninggalkan dunia hitamnya dan berjuang bersama sang gadis demi berbakti pada kerajaan. Di akhir perjalanannya mengumpulkan kelopak Teratai Abadi, Bungo akhirnya bertemu dengan satu-satunya keluarga kandung yang ia miliki, Mantiko Sati. Dan kala itu, Mantiko Sati yang beristrikan Ratu Mudo, pemimpin Minangatamvan sebelum Rajo Mudo, hidup dengan mengasingkan diri dari keramaian. Selesai dengan urusan istana, Bungo dan Antaguna menikah di Pulau Sinaka.
Zara adalah wanita dengan pesona luar biasa yang menyimpan hasrat membara di balik kecantikannya. Sebagai istri yang terperangkap dalam gelora gairah yang tak tertahankan, Zara terseret ke dalam pusaran hubungan terlarang yang menggoda dan penuh rahasia. Dimulai dengan Pak Haris, bos suaminya yang memikat, kemudian berlanjut ke Dr. Zein yang berkarisma. Setiap perselingkuhan menambah bara dalam kehidupan Zara yang sudah menyala dengan keinginan. Pertemuan-pertemuan memabukkan ini membawa Zara ke dalam dunia di mana batas moral menjadi kabur dan kesetiaan hanya sekadar kata tanpa makna. Ketegangan antara kehidupannya yang tersembunyi dan perasaan bersalah yang menghantuinya membuat Zara merenung tentang harga yang harus dibayar untuk memenuhi hasratnya yang tak terbendung. Akankah Zara mampu menguasai dorongan naluriahnya, atau akankah dia terus terjerat dalam jaring keinginan yang bisa menghancurkan segalanya?
Novel Ena-Ena 21+ ini berisi kumpulan cerpen romantis terdiri dari berbagai pengalaman romantis dari berbagai latar belakang profesi yang ada seperti CEO, Janda, Duda, Mertua, Menantu, Satpam, Tentara, Dokter, Pengusaha dan lain-lain. Semua cerpen romantis yang ada pada novel ini sangat menarik untuk disimak dan diikuti jalan ceritanya sehingga bisa sangat memuaskan fantasi para pembacanya. Selamat membaca dan selamat menikmati!
Bagi lelaki lain, menikahi gadis muda adalah keinginan besar mereka, tapi tidak dengan Rayyan, duda berumur 32 tahun yang di paksa oleh ibunya supaya menikahi Mayra. Mayra gadis berumur 19 tahun dan bekerja sebagai guru PAUD sekaligus pengasuh anaknya Rayyan, Asyifa yang berumur 4 tahun. Asyifa, tidak mau belajar dengan guru mana pun, hingga akhirnya bertemu dengan Mayra yang sangat menyukai anak-anak, hingga akhirnya mereka sangat dekat. Melihat kedekatan Mayra dan Asyifa, Ibunya Rayyan meminta Rayyan supaya menikahi Mayra sebagai ibu sambungnya Asyifa, akankah permintaan ibunya Rayyan terwujud?
Seto lalu merebahkan tubuh Anissa, melumat habis puting payudara istrinya yang kian mengeras dan memberikan gigitan-gigitan kecil. Perlahan, jilatannya berangsur turun ke puser, perut hingga ke kelubang kenikmatan Anissa yang berambut super lebat. Malam itu, disebuah daerah yang terletak dipinggir kota. sepasang suami istri sedang asyik melakukan kebiasaan paginya. Dikala pasangan lain sedang seru-serunya beristirahat dan terbuai mimpi, pasangan ini malah sengaja memotong waktu tidurnya, hanya untuk melampiaskan nafsu birahinya dipagi hari. Mungkin karena sudah terbiasa, mereka sama sekali tak menghiraukan dinginnya udara malam itu. tujuan mereka hanya satu, ingin saling melampiaskan nafsu birahi mereka secepat mungkin, sebanyak mungkin, dan senikmat mungkin.
Raina terlibat dengan seorang tokoh besar ketika dia mabuk suatu malam. Dia membutuhkan bantuan Felix sementara pria itu tertarik pada kecantikan mudanya. Dengan demikian, apa yang seharusnya menjadi hubungan satu malam berkembang menjadi sesuatu yang serius. Semuanya baik-baik saja sampai Raina menemukan bahwa hati Felix adalah milik wanita lain. Ketika cinta pertama Felix kembali, pria itu berhenti pulang, meninggalkan Raina sendirian selama beberapa malam. Dia bertahan dengan itu sampai dia menerima cek dan catatan perpisahan suatu hari. Bertentangan dengan bagaimana Felix mengharapkan dia bereaksi, Raina memiliki senyum di wajahnya saat dia mengucapkan selamat tinggal padanya. "Hubungan kita menyenangkan selama berlangsung, Felix. Semoga kita tidak pernah bertemu lagi. Semoga hidupmu menyenangkan." Namun, seperti sudah ditakdirkan, mereka bertemu lagi. Kali ini, Raina memiliki pria lain di sisinya. Mata Felix terbakar cemburu. Dia berkata, "Bagaimana kamu bisa melanjutkan? Kukira kamu hanya mencintaiku!" "Kata kunci, kukira!" Rena mengibaskan rambut ke belakang dan membalas, "Ada banyak pria di dunia ini, Felix. Selain itu, kamulah yang meminta putus. Sekarang, jika kamu ingin berkencan denganku, kamu harus mengantri." Keesokan harinya, Raina menerima peringatan dana masuk dalam jumlah yang besar dan sebuah cincin berlian. Felix muncul lagi, berlutut dengan satu kaki, dan berkata, "Bolehkah aku memotong antrean, Raina? Aku masih menginginkanmu."
Setelah malam yang penuh gairah, Viona meninggalkan sejumlah uang dan ingin pergi, tetapi ditahan oleh sang pria. "Bukankah giliranmu untuk membuatku bahagia?" Viona, selalu menyamar sebagai wanita jelek, tidur dengan om tunangannya, Daniel, untuk melarikan diri dari pertunangannya dengan tunangannya yang tidak setia. Daniel adalah sosok yang paling dihormati dan dikagumi di kota. Kabar tentang petualangan romantisnya beredar, beberapa mengatakan mereka melihatnya mencium seorang wanita di dinding dan yang lain menyebutnya gosip. Siapa yang bisa menjinakkan hati Daniel? Kemudian, yang mengejutkan, Daniel ketahuan membungkuk untuk membantu Viona mengenakan sepatu, semata-mata demi mendapatkan ciuman darinya!