/0/18263/coverbig.jpg?v=720de119bd06960062dad4d071c92481)
Damar, dia seorang laki-laki yang pernah aku harapkan menjadi seseorang yang akan selalu mendampingiku dalam suka maupun duka. Dan aku, Rina, gadis yang akan selalu ada untuknya dalam sakit ataupun senang. Tapi kehidupan tak akan pernah sejalan dengan pemikiran dan keinginan, membuyarkan khayalanku, menghempaskan mimpi-mimpiku ke jurang terdalam, lalu pecah berderai di kerasnya kenyataan. Damar yang selalu memperlakukanku dengan baik, bahkan lebih dekat daripada keluarganya sendiri, ternyata sama sekali tak menaruh hati padaku. Perasaan yang terhempas ini tak pernah bisa kuungkapkan. Tidak pada orang tuaku, tidak pula pada Damar sendiri. Kusimpan segala sakit di dalam hati, sendiri, dan mendoakan yang terbaik baik bagi Damar sebab dia yang harus pindah, dibawa pergi oleh keluarganya ke luar kota.
"Rin, lari Rin. Lari...!"
"Hah?!" Aku terkejut dan menoleh ke belakang. Seketika mataku membesar dengan kengerian yang langsung terbayang di depan mata. "Mar, lu berantem lagi?"
"Udah, buruan!"
Damar menyambar tanganku, memaksaku untuk ikut lari mengikuti langkahnya yang serabutan.
"Lari, Rin!"
"Oi, oi, Damar!" teriakku, tapi tetap saja, kakiku terus berlari. "Damar berengsek! Lu nggak ada kerjaan selain berantem, hah!?"
Cowok sialan itu justru tertawa-tawa, sesekali dia menoleh ke belakang. Entah apa yang ada di pikirannya.
"Udah, ih! Lari dulu yang penting!"
"Damar!"
"Woi, jangan lari lu, setan!" teriak seorang siswa sekolah lain dengan sebatang pipa besi di tangannya."Jangan kabur lu!"
"Kejar dia!" teriak yang lainnya pula.
Aku menoleh lagi ke belakang di antara langkahku yang sudah tidak mungkin untuk kuhentikan lagi, sebab seragam SMA-ku sama persis dengan seragam SMA yang dipakai Damar, bisa-bisa anak-anak dari SMA lain itu malah memukuliku.
Napasku tersengal-sengal dan langkah kami selalunya terhalang ini dan itu, maklum saja, Damar dan aku lari di trotoar jalan yang sedang sibuk.
Yah, sibuk.
Trotoar yang seharusnya untuk pejalan kaki justru dipenuhi oleh para pedagang kaki lima, pengamen, pedagang asongan, apa pun.
"Minggir, minggir!" Damar mengibas-ngibaskan tangannya, berusaha membuka jalan bagi kami berdua. "Awas, woi!"
"Goblok!" teriak seorang pedagang bakso yang kursi-kursi dagangannya menjadi berantakan tersenggol langkah Damar dan langkahku. "Lihat-lihat kalo lari!!
"Maaf, Bang!" teriakku yang terus saja diseret oleh Damar. "Maaf, ada yang ngejar kami!"
Begitu si penjual bakso menoleh ke arah belakang, dia semakin kaget sebab lebih banyak lagi anak SMA yang muncul demi mengejar kami berdua, maksudku, Damar.
"Kejar!" teriak pemimpin geng SMA lain tersebut. "Kejar ampe dapat!"
Dan si Damar sialan ini masih saja terkekeh meskipun umpatan dan makian dari orang-orang yang kami lewati bak curah hujan.
Aku mati-matian mempertahankan lariku, sebab bila tidak, anak-anak dari SMA lain itu pasti juga akan memukuliku. Paling parah, mereka mungkin akan berbuat cabul kepadaku sebab aku seorang cewek.
"Rin, ke sini!"
Damar membawaku maemasuki sebuah gang kecil di tengah pasar.
Dan ya, lagi-lagi kata-kata kasar yang menghujani kami dari para pedagang dan para pengunjung pasar dengan segala aktifitas mereka yang terganggu oleh kami.
Aku bisa memahami itu.
Tapi napasku sendiri sudah terasa begitu dingin di dada, seolah-olah setiap detakan jantungku akan membuat paru-paruku semakin dingin dan bertambah dingin, lalu menjadi beku, dan pecah dalam sekali helaan napas berikutnya.
Jadi, aku tidak mungkin lagi menanggapi kesialan orang-orang pasar gara-gara kami, maksudku, Damar.
Keringat mengalir deras di wajah dan tubuh, tapi aku tidak peduli, atau lebih tepatnya, Damar lah yang tidak peduli sebab dia terus saja menyeret tanganku untuk mengikutinya.
"Ayo, ke sini!"
"Mar, jangan!" balasku. "Gang itu jalan buntu!"
"Ouh, shit!" Damar terkekeh dan kami kembali berbalik ke arah sebaliknya.
"Itu mereka!"
Aku mendengar lagi teriakan itu. Sialan, sepertinya hidung mereka cukup kuat juga untuk bisa terus menemukan kami.
"Ke sini! Ke sini!" teriakku pada Damar sembari menunjuk ke gang yang ada di kanan.
"Ape lu?!" Damar berteriak sembari mengangkat kepalan tangannya. "Sini lu semua kalo berani, sampah!"
"Bangsat lu, ya!" balas anak-anak SMA lain tersebut. "Kejar dia! Tangkap, jadiin perkedel!"
"Damar berengsek!" makiku sebab dia masih sempat-sempatnya berbalik dan meneriaki anak-anak SMA dari sekolahan yang berbeda dengan kami itu. "Lari, bodoh! Lari dulu!"
"Ayo, Rin. Olah raga lagi!"
"Olah raga pala lu pitak!" aku mendengus lagi.
Karena kejadian memilukan yang menimpa ibunya, Puti Bungo Satangkai terlahir prematur, bisu, dan hanya bisa mendengar dengan sebelah telinga kanannya saja. Meski demikian, berkat ketelatenan Inyiak Mudo yang menemukannya di lembah Ngarai Sianok dan merawatnya, dia tumbuh menjadi seorang gadis yang cantik dan menguasai silat serta kesaktian. Bungo besar dan mendapat pengajaran Inyiak Mudo di sebuah pulau kecil, di lepas pantai barat Andalas, bernama Pulau Sinaka. Setelah kematian Inyiak Mudo dalam pertarungannya dengan Inyiak Gadih, Bungo akhirnya meninggalkan Pulau Sinaka menuju daratan utama Andalas melalui pelabuhan Bandar Bangkahulu. Berbekal sebuah liontin berbentuk satu kelopak teratai pemberian Inyiak Mudo, Bungo memulai pencarian atas jati dirinya. Langkah membawa pertemuannya dengan si Kumbang Janti, salah satu Hulubalang Kerajaan Minangatamvan. Dari si Kumbang Janti, Bungo mengetahui bahwa liontinnya itu adalah satu bagian dari tujuh kelopak Teratai Abadi, pusaka Kerajaan Minanga yang telah lama menghilang. Petunjuk-petunjuk yang didapat Bungo mengarah ke kerajaan yang sama. Maka, dia memutuskan untuk pergi bersama si Kumbang Janti menuju Istana Minanga di Batang Kuantan. Di Istana Minanga, Bungo justru terseret kasus asusila bersama si Kumbang Janti yang dituduhkan oleh si Balam Putiah kepada mereka. Meski demikian, Bungo tetap tenang dan mampu menyelesaikan permasalahan itu, meski harus mengalahkan Halimunan, pasukan rahasia penjaga Raja Minanga, Rajo Mudo. Di sini pula terungkap bahwa Bungo ternyata adalah keturunan Sialang Babega bersama Zuraya, dan dia memiliki seorang abang yang sakti bernama Mantiko Sati. Semua itu bersangkut-paut dengan liontin miliknya yang sejatinya adalah milik Sialang Babega, dan Sialang Babega mendapatkan kelopak Teratai Abadi itu dari tangan Datuak Rajo Tuo, Raja Minanga dua generasi sebelumnya. Dengan kata lain, Bungo adalah keturunan seorang yang terpandang dan dekat dengan istana. Terlebih lagi, Ratu Nan Sabatang adalah tetangga keluarganya semasa dahulu. Dari sinilah pertualangan Bungo memasuki masa yang lebih kejam dan menyakitkan. Demi memenuhi keinginan Rajo Mudo, mengumpulkan semua kelopak Teratai Abadi, Bungo harus berhadapan dengan tokoh-tokoh sakti Tanah Andalas, bahkan hingga ke Selat Malaka. Dalam perjalanannya menemani Bungo, si Kumbang Janti yang mencintai Bungo justru tewas. Namun cinta Bungo bukanlah kepada si Kumbang Janti, melainkan kepada Antaguna, seorang pimpinan Penjahat Berbaju Hitam. Sebab Antaguna juga mencintai Bungo, maka ia rela meninggalkan dunia hitamnya dan berjuang bersama sang gadis demi berbakti pada kerajaan. Di akhir perjalanannya mengumpulkan kelopak Teratai Abadi, Bungo akhirnya bertemu dengan satu-satunya keluarga kandung yang ia miliki, Mantiko Sati. Dan kala itu, Mantiko Sati yang beristrikan Ratu Mudo, pemimpin Minangatamvan sebelum Rajo Mudo, hidup dengan mengasingkan diri dari keramaian. Selesai dengan urusan istana, Bungo dan Antaguna menikah di Pulau Sinaka.
Zain, seorang pengusaha terkenal yang terlihat muda di usianya yang mendekati empat puluh. Ia adalah seorang pria yang nyaris sempurna tanpa cela. Namun, tidak seorang pun yang tahu. Lima tahun yang lalu pasca menyaksikan pengkhianatan istrinya, Zain mengalami kecelakaan tragis. Dampak kecelakaan itu ia mengalami disfungsi seksual. Demi harga dirinya, Zain menjaga aib itu rapat-rapat. Namun, hal itu dimanfaatkan Bella untuk berbuat semena-mena. Kecewa karena Zain tidak mampu memberinya kepuasan, Bella bermain gila dengan banyak pria. Zain tidak berkutik, hanya bisa pasrah karena tidak ingin kekurangan dirinya diketahui oleh orang banyak. Namun, semuanya berubah saat Zain mengenal Yvone, gadis muda yang mabuk di kelab malam miliknya. Untuk pertama kalinya, Zain kembali bergairah dan memiliki hasrat kepada seorang wanita. Namun, Yvone bukanlah gadis sembarangan. Ia adalah kekasih Daniel, anak tirinya sendiri. Mampukah Zain mendapatkan kebahagiaannya kembali?
Pada hari Livia mengetahui bahwa dia hamil, dia memergoki tunangannya berselingkuh. Tunangannya yang tanpa belas kasihan dan simpanannya itu hampir membunuhnya. Livia melarikan diri demi nyawanya. Ketika dia kembali ke kampung halamannya lima tahun kemudian, dia kebetulan menyelamatkan nyawa seorang anak laki-laki. Ayah anak laki-laki itu ternyata adalah orang terkaya di dunia. Semuanya berubah untuk Livia sejak saat itu. Pria itu tidak membiarkannya mengalami ketidaknyamanan. Ketika mantan tunangannya menindasnya, pria tersebut menghancurkan keluarga bajingan itu dan juga menyewa seluruh pulau hanya untuk memberi Livia istirahat dari semua drama. Sang pria juga memberi pelajaran pada ayah Livia yang penuh kebencian. Pria itu menghancurkan semua musuhnya bahkan sebelum dia bertanya. Ketika saudari Livia yang keji melemparkan dirinya ke arahnya, pria itu menunjukkan buku nikah dan berkata, "Aku sudah menikah dengan bahagia dan istriku jauh lebih cantik daripada kamu!" Livia kaget. "Kapan kita pernah menikah? Setahuku, aku masih lajang." Dengan senyum jahat, dia berkata, "Sayang, kita sudah menikah selama lima tahun. Bukankah sudah waktunya kita punya anak lagi bersama?" Livia menganga. Apa sih yang pria ini bicarakan?
Joelle mengira dia bisa mengubah hati Adrian setelah tiga tahun menikah, tetapi dia terlambat menyadari bahwa hati itu sudah menjadi milik wanita lain. "Beri aku seorang bayi, dan aku akan membebaskanmu." Pada hari Joelle melahirkan, Adrian bepergian dengan wanita simpanannya dengan jet pribadi. "Aku tidak peduli siapa yang kamu cintai. Utangku sudah terbayar. Mulai sekarang, kita tidak ada hubungannya satu sama lain." Tidak lama setelah Joelle pergi, Adrian mendapati dirinya berlutut memohon. "Tolong, kembalilah padaku."
Kebutuhan biologis adalah manusiawi. Tak perduli dia berprofesi apa dalam dunianya, namun nagkah batin jelas tak mengenal tahta, kasta maupun harta.
Istriku yang nampak lelah namun tetap menggairahkan segera meraih penisku. Mengocok- penisku pelan namun pasti. Penis itu nampak tak cukup dalam genggaman tangan Revi istriku. Sambil rebahan di ranjang ku biarkan istriku berbuat sesukanya. Ku rasakan kepala penisku hangat serasa lembab dan basah. Rupanya kulihat istriku sedang berusaha memasukkan penisku ke dalam mulutnya. Namun jelas dia kesulitan karena mulut istriku terlalu mungil untuk menerima penis besarku. Tapi dapat tetap ku rasakan sensasinya. Ah.... Ma lebih dalam lagi ma... ah.... desahku menikmati blowjob istriku.
Warning!!!!! 21++ Dark Adult Novel Aku, Rina, seorang wanita 30 Tahun yang berjuang menghadapi kesepian dalam pernikahan jarak jauh. Suamiku bekerja di kapal pesiar, meninggalkanku untuk sementara tinggal bersama kakakku dan keponakanku, Aldi, yang telah tumbuh menjadi remaja 17 tahun. Kehadiranku di rumah kakakku awalnya membawa harapan untuk menemukan ketenangan, namun perlahan berubah menjadi mimpi buruk yang menghantui setiap langkahku. Aldi, keponakanku yang dulu polos, kini memiliki perasaan yang lebih dari sekadar hubungan keluarga. Perasaan itu berkembang menjadi pelampiasan hasrat yang memaksaku dalam situasi yang tak pernah kubayangkan. Di antara rasa bersalah dan penyesalan, aku terjebak dalam perang batin yang terus mencengkeramku. Bayang-bayang kenikmatan dan dosa menghantui setiap malam, membuatku bertanya-tanya bagaimana aku bisa melanjutkan hidup dengan beban ini. Kakakku, yang tidak menyadari apa yang terjadi di balik pintu tertutup, tetap percaya bahwa segala sesuatu berjalan baik di rumahnya. Kepercayaannya yang besar terhadap Aldi dan cintanya padaku membuatnya buta terhadap konflik dan ketegangan yang sebenarnya terjadi. Setiap kali dia pergi, meninggalkan aku dan Aldi sendirian, ketakutan dan kebingungan semakin menguasai diriku. Di tengah ketegangan ini, aku mencoba berbicara dengan Aldi, berharap bisa menghentikan siklus yang mengerikan ini. Namun, perasaan bingung dan nafsu yang tak terkendali membuat Aldi semakin sulit dikendalikan. Setiap malam adalah perjuangan untuk tetap kuat dan mempertahankan batasan yang semakin tipis. Kisah ini adalah tentang perjuanganku mencari ketenangan di tengah badai emosi dan cinta terlarang. Dalam setiap langkahku, aku berusaha menemukan jalan keluar dari jerat yang mencengkeram hatiku. Akankah aku berhasil menghentikan pelampiasan keponakanku dan kembali menemukan kedamaian dalam hidupku? Atau akankah aku terus terjebak dalam bayang-bayang kesepian dan penyesalan yang tak kunjung usai?