a
etnya. Dia merasa tubuhnya lemas tak bertenaga pun dia merasa jika
lirih, tetapi tak dihiraukan
k bicara!" bentak sala
dihajar habis-habisan oleh mereka. Dalam hati, Edwin berdecak. Tak tahukah mereka jika saat in
membawanya menuju sebuah rumah yang dibagian depannya tamp
aat tak sengaja mata keduanya bersitatap. Lama, mereka saling memandang, hingga Melati lebih dulu memutus pandangan dan beralih menatap ke arah lain. Seperseki
mbil berpaling muka. Edwin yang pada dasarnya se
g mendengarnya pun melengos. Beberapa saat hanya dihiasi keheningan, hingga pada ak
ya terdiam, sedangkan Melati seper
s itu duduki. Di depannya sudah ada seorang laki-laki paruh baya yang
kan. Bagiamana kalian sudah siap?" tany
a. Apalagi ketika di belakang sana, ibunya tengah berdiri dengan perasaa
ke kota bersamanya, setelah wanita cinta pertamanya itu, menghabiskan
uaminya yang sudah sejak lama ditinggalkan olehnya. Naas saat dalam perjalanan, mobil mereka me
mbali ke kota dan memilih menen
h laki-laki paruh baya yang berada di depannya. Setelahnya, ijab kabul dilaksanakan
stri. Penghulu berdoa, dan diaminkan oleh seluruh tamu yang ada. Seusai itu, penghulu meminta keduanya untuk m
in merasakan ada sesuatu yang asing yang saat ini tengah dia rasakan. Sesuatu seolah sengatan listrik yang membu
cap Edwin dalam hati. Batinnya menolak tapi pikirannya menerima dan menyimpu
. Dia menggeram dalam hati ingin meluapkan amarahnya saat itu juga, tapi di tempat seperti ini yang mana sudah bisa dipast
ki sebenarnya, keduanya adalah sepasang anak adam yang tidak saling mengenal dan pastinya tidak saling mencintai. Mungkin, jika orang lain yang
upa mereka juga memberikan ucapan selamat serta doa untuk keduanya. Mereka tersenyum manis dan me
masuk ke dalam kamar untuk membersihkan diri dan mengistirahatkan tubuh, karena rangkaian acara yan
keperluannya. Sementara itu, Melati duduk di meja riasnya. Membersihkan sisa-sisa make up yang menghiasi wajahnya. Melepas semua aksesoris yang terpasang di k
t wajah segar. Rambutnya yang masih basah, dikerin
embuka percakapan, karena tidak ingin merasa
ar pria aneh,' gerut
am dan sepertinya tidak berniat untuk m
sudah lelah dan berniat untuk segera tidur
marun yang tampak longgar. Setelahnya dia segera naik ke tempat tidur yang mana di sana sudah ada Edwin yang tengah
cakapan, sedangkan Melati yang men
?" tanya
ini dia satu ranjang dengan seorang w
asanmu?" tanya Melati tiba-tiba menatap wajah lelaki di sampingnya yang
ungannya. Edwin menatap wajah Melati yang ada di sampingnya, lalu berujar, "Lalu, aku harus bagaimana? Melawan d
ka bahkan tak segan-segan menghajarnya jika dirinya memberontak. Rasa-rasanya, Edwin ingin balas memukul empat pria yang men
pun Melati tahu apa yang terjadi. Ayahnya adalah orang yang keras dan galak, tak heran