swa yang baru saja masuk. Bahkan dia sama sekali tidak
a ke kampus. Bukankah ini terlihat sangat mengerikan? Tanpa
ara menyenggol lengan sahabatnya yang wajahnya
a kesulitan dalam menelan ludahnya. "Gue nggak papa, Ra. Mungkin ngantuk karena semalam begadang," bohong Se
, i
a akan bersama ke kantin. Mereka layaknya kembar dampit yang ti
mpan memasang senyum menawannya, menatap ke
batin Sena. Dia merasa tidak nya
ang sebenarnya enggan, Tiara justru memberi tempat pada pem
membuat gadis itu merasa kesal. Fabian memang tampan,
t sempurna saat ini. Dia merasa kesal, ken
tu
jawab Fabian mem
ngingat masa lalu. Dan hubungannya dengan Fabian telah dia anggap sebagai masa lalu yang t
ng sih, Sena." Tiara men
. Dia mengalihkan pandangannya ke arah lain, seolah sedang men
gar jawaban dari Sena. Dia yang tidak mau a
Tiara. Lo fabian, 'kan?" Tiara mengulurkan tang
a uluran tangan Tiara, tetapi matan
" Tiara terkekeh sembari menyenggol lengan Sena,
ra berpisah di depan kelas karena mere
...
mbari geleng-geleng kepala. Temannya itu m
sel sama om duda itu, ada yang ngehibur," gu
k ke arah suara yang berbicara padanya. Wajah ter
tanpa sadar. Fabian tel
arin dia terpaksa harus ngumpet ke rumah duda tetangganya karena melihat Fabian berjalan ke arah rumah
duk di sini. Sudah ti
emang kursi di kelas itu penuh semua. T
u kembali dengan Fabian. Kejadian masa lalu sungguh membuatnya m
abian sembari mengeluarka
h kenapa perasaan benci Sena pada Fabian sangat awet. Bahk
ini masih bertanya-tanya tentang kesalahank
ia sekitar lima puluh tahun masuk ke dalam ruan
t siang
wab pertanyaan Fabian. Matanya kini fokus pada penjelasan Pak Haru
Pak Harun. Bahkan dia enggan untuk melihat ke arah Fabian. Padahal lelaki itu sed
abku?" bisik Fabian. Dia bukan o
pusat perhatian. Fabian, mahasiswa baru yang tampa
Lo tahu 'kan gue lagi ngapain? Lo ju
h mendapat balasan ketus dari Sena, Fabian tidak lagi berbicara. Dia menatap ke arah
a merasa risih berdekatan dengan Fabian. Dia tidak menyangka
lengan Sena. Dia tidak suka jik
s. Dia melihat ke arah tangan Fabian
e sekitar. Jika dia tetap bersikukuh untuk menolak berbicara dengan Fa
, lepasin
Aku bakal
Ada sebuah taman di sana. Sena memilih duduk di bawah pohon besar
osok yang sangat menyebalkan. Matanya menjadi
enapa meski kesal, dia tetap tidak bisa menolak pesona
ambaikan tangannya ke depan waj
." Sena berdehem. "Mau lo apa