halusnya terdengar teratur pertanda telah pulas tidurnya. Beberapa titik
dua orang putra nan tampan dan sholeh. Ardhani Yasif si kakak ya
ak setiap hari bisa pulang dan berkumpul dengan anak serta istrinya. Terk
ari nol, membangun rumah tangga ini dengan keringat dan air mata tak jarang kam
i rumahan, hanya bisa membantu untuk kebutuhan dapur. Sement
ilang mapan dan layak. Suamiku sudah mampu membeli truk sendiri dan dua truk lainnya yang dijalankan oleh adik dan
Hingga satu bulan lagi pernikahan kami mengijak usia yang ke 14 tahun. Pasang surut badai
🌻
der
a di atas meja kecil disamping kasur. Tanpa melihat siapa yang menghubung
ng wanita dari seberang sana yang aku hafal
! Ada apa kok pagi-p
t tinggalmu. Mbak mau minta tolong untuk sementara biar Salwa tinggal di tempa
Mbak! kapan Sa
Rin! Naik bus biar sam
mas Wahyu yang jemput ke termin
tu, maaf ya Rin
kok Mbak, s
ya, Rin! Assa
dan bersiap membersihkan diri untuk melaksanakan shalat subuh. Se
s menuju dapur untuk membuat sarapan. Sedangk
nak sulungku yang sudah lengk
ang! Adek
yang sudah bersiap meneguk sus
gan, tak lama muncul sang adik yan
nasi goreng buatanku ke ha
u ya, Bunda mau pan
suamiku pulang sudah larut dan dua bocah ini sudah ti
bab suamiku juga telah membuka pintu
k si adik yang memang san
pala dua anaknya bergantian. Kemud
k Murni telepon katan
am berapa
rminal, Mas. Naik bus katanya! Nanti bis
au pake truk untuk angkut barang pindahan sepupunya. Mas disu
menyelesaikan seragam keluarganya bu N
nya Salwa aja kalau gitu biar gampan
ar celoteh si Adek yang menceritakan kegiatannya pada sang ayah.
u. Sungguh aku bahagia melihatnya, mas Wahyu adalah tipe suami yang
an si Kakak jatuh dari motor dengan di bonceng pamannya hingga harus dilarikan ke rumah sakit. Mas Wahyu
. Bebersih rumah, mencuci dan menjemur pakaian adalah tugas wajib sebelum beralih menuju kios
nya sudah dua sepeda motor yang berhasil aku beli secara cash. Sa
at berganti pakaian dan mengenakan hijab instan yang senada dengan gamisku. Saat hendak
gan dari mana hingga tanganku terulur untuk memer
ang ia beri nama Slw dan dua pesan yang i
jantung berdetak lebih cepat, keringat dingin merembes di dahiku. Tanganku gemetaran memegang ponsel suamiku. Mulutku me
h pada pesan ya
a sering-sering begini sama kamu, Sayan
ini? Jemariku lincah menscroll percakapan mereka dari atas. Percakapan menjijikkan antara om dan keponakan yan
anku sendiri. Apa kurangku selama ini? Rela menahan lapar demi men
ta. Jika suamiku lulus dengan ujian pertama dan kedua, maka di ujian ketiga inilah yan
guh aku hanya wanita biasa yang jauh dari kata sempurna apalagi shaleha. Namun jika mas Wahyu berniat menikah lagi tentu aku akan memikirkannya dengan ba
ng ini. Hampir sebulan sekali ia sempatkan datang ke rumah, ada atau tidak adanya mas Wahyu di rumah. Apakah sejak itu mereka bermain api di
ercakapan mereka perihal ini, namun nihil tak kutemukan percakapan yang membahas kedatangannya selain dari dua pesan yang telah aku baca ini. Apakah melalui te
yang sholeh dan sayang keluarga, nyatanya tak ubahnya seorang musuh di dalam selimut. Mereka benar bermain cantik dan r
k kehidupan. Atau harus melabrak mereka berdua dan melampiaskan amarah dengan kekerasan? Tapi, sungguh untuk melakukan itu terbayang senyum ceria kedua putraku. J
khianatan suamiku. Aku remas ponsel dalam genggamanku menyalurkan rasa kesal da
Kamu di
ikan ponsel suamiku pada tempat semula. Menetralkan degu
terpaku, memikirkan dengan cara a
🌺🌺🌺🌺🌺