gnya, lalu bersarang di bawah kaki seseorang. Di belakangnya berlari seorang b
i, seperti bola yang di kejarnya. Wajah
ana, seorang perempuan cantik berambut panjang hendak menge
e
a. Dengan segera tubuh ramping itu menyelinap ke belakang sebuah pilar besar penompang bangunan mall, s
ahui bola miliknya tertahan di kak
nan ijak bolaku." katanya lagi secara lantang. Sepertin
ik marahnya malah terlihat lucu. Yang punya sepatu i
ah." ucapnya dengan suara rendah. Kemudian
h tampan yang lucu ini, padahal seumur hidup belum pernah b
h lagi pada bola yang di pegang lelak
suaikan dengan tinggi badan Gagah. "Kalau bo
"Nda mau! itu punak
ng mengganggunya. Kenapa anak ini, begitu me
knya lagi. Bibirnya su
a dengan sopan." Dia semakin mencadai Gagah yang semak
ih mendekati dan menyambar bola dari tangannya. Laki-laki i
empat melirik kembali kepadanya yang sudah berdiri. Tangan keciln
sesaat, wajah anak itu seperti cermin dirinya sendiri. Tidak mungk
tanda yang mendekati bocah itu. Saat melihatnya lagi, ternyata Gagah sedang duduk manis di sebuah kursi. Di sekitar
hawatir lagi yang sekilas sempat dirasakannya tadi. Pikiran di
ak lucu itu. Segera keluar dari persembunyiannya, Setelah yakin
agah, saat melihat G
jangan lari-lari di tempat seperti
kap." Gagah berusaha membela diri. Tangannya
alah kencang sama bola yang tidak punya kaki ... huh! Kalau Gagah mau m
puna kaki, tapi bisa bel
asal. Menanggapi pemikiran
Latai ini licin,
b kalimat-kalimat cerdas anaknya. Padahal usia Gagah baru tiga tah
lihkan perhatian. Akan tetapi, dijawab secara
es klim,
cari ice
mbil berpegangan pada lengan mami
saat pertemuannya dengan laki-laki yang menaha
ir Ganis. Dunia
tanya Ganis, saat mereka sudah
ca ... emm ... cotlat!" serunya de
apkan sudah datang. cup kecil es krim
membulat. Terlihat
, bocah cilik itu melihat dulu ke mami
, sayang. Udah, Gagah aja ya
t menunjukan rasa kekhawatira
erti biasanya." jawab Ganis, sambil menyikukan lengannya seperti binarag
ke mulutnya, setelah merasa
mandiri. Ia lebih memilih mengelap bibir atau pipinya yang belepot
enyesal telah membuat khawatir anaknya dengan memberi alasan yang sebenarnya asal saja. Tidak berpik
mi biang, kaa di didit cemut lacan
r juga tidak sembarang kasih suntik ke yang sakit."
g-nya banyak yang berceceran di meja, juga di lantai bawahnya. "Pemenna ban
awah, sudah tidak bersih lagi, sayang." lalu menarik tisu yang tadi diselipkan di
mudian, yang diangguki ol