/0/5495/coverbig.jpg?v=32edb90fa58624b0e44388e7ca96ec02)
Pribadinya yang sangat kuat; tampan, kaku, tegas, dan tidak ada kompromi. Itulah suaminya, Prana Guntara. Tidak ada kesalahan, tetapi saat dia menyatakan itu salah, siapapun tidak bisa mengelak akan kena hukuman. Sekali pun itu istrinya sendiri. Ganistra Yunata terusir, tanpa diberi kesempatan untuk membela diri. Sementara di perutnya sudah terbentuk janin yang belum sempat diberitahukannya. Ditakdirkan empat tahun kemudian, ia harus berhadapan kembali dengan laki-laki gunung es itu. Namun, kali ini laki-laki itu tampaknya berbeda ... "Aku tidak akan membiarkanmu meninggalkanku untuk kedua kalinya." "You are mine."
Bola plastik itu menggelinding di area mall megah yang sedang banyak pengunjungnya, lalu bersarang di bawah kaki seseorang. Di belakangnya berlari seorang bocah laki-laki kecil sekitar tiga tahunan. sepertinya sedang mengejar bola itu.
Tubuhnya yang mungil, tampak bulat berisi, seperti bola yang di kejarnya. Wajah yang tampan, terlihat sangat menggemaskan.
Sementara di tempat lain lagi yang tidak begitu jauh dari sana, seorang perempuan cantik berambut panjang hendak mengejar anaknya yang bernama Gagah. Langkahnya terhenti seketika.
Deg!
Ia mengenali siapa pemilik sepatu itu, yang berdiri menjulang tinggi di hadapan anak laki-laki kecilnya. Dengan segera tubuh ramping itu menyelinap ke belakang sebuah pilar besar penompang bangunan mall, secara diam-diam. Dengan hati cemas, ia terus memperhatikan lokasi Gagah dan laki-laki tinggi itu berada.
Wajah Gagah terangkat, saat mengetahui bola miliknya tertahan di kaki seseorang yang tidak dikenalnya.
"Bolaku" tunjuknya mengarah pada sepatu lelaki itu. "Danan ijak bolaku." katanya lagi secara lantang. Sepertinya marah karena barang milik dia, ada di bawah sepatunya.
Namun, karena raut wajah ciliknya sangat tampan, mimik marahnya malah terlihat lucu. Yang punya sepatu itu tersenyum, mulai tertarik dengan sikap beraninya.
"Bolamu baik-baik saja, kamu tidak usah marah." ucapnya dengan suara rendah. Kemudian dia mengambil bola itu dari bawah sepatunya.
Dan entah kenapa, sepertinya dia ingin sejenak menahan bocah tampan yang lucu ini, padahal seumur hidup belum pernah bercengkrama dengan anak-anak. Dia tidak begitu menyukainya.
"Danan abil, itu punaku." tunjuk Gagah lagi pada bola yang di pegang lelaki itu. Suara cadelnya terdengar lucu.
Tubuh jangkungnya berjongkok, berusaha menyesuaikan dengan tinggi badan Gagah. "Kalau bola ini mau kembali, kamu harus memintanya."
Mata Gagah membulat. "Nda mau! itu punaku." mulutnya cemberut.
"Mintalah!" kata laki-laki itu, semakin senang mengganggunya. Kenapa anak ini, begitu menyita perhatiannya? Dia jadi bingung sendiri.
"Nda mauuu ...!" teriaknya lagi. Bibirnya sudah sangat mengerucut.
"Anak baik kalau menginginkan sesuatu, harus memintanya dengan sopan." Dia semakin mencadai Gagah yang semakin marah, malah semakin lucu dan terlihat menggemaskan.
Sepertinya Gagah sudah mulai tidak sabar, dia melangkah lebih mendekati dan menyambar bola dari tangannya. Laki-laki itu pun sengaja membiarkan bola dengan mudah di dapatkannya.
Gagah langsung berlari menjauh, sambil membawa bola plastik dan sempat melirik kembali kepadanya yang sudah berdiri. Tangan kecilnya melambai sambil tersenyum. Dan dia tertegun melihat senyumnya.
Senyumnya! Mengingatkan dia pada seseorang. Dia jadi tertegun untuk sesaat, wajah anak itu seperti cermin dirinya sendiri. Tidak mungkin! Sangkalnya. Tidak percaya pada apa yang dilihat matanya sendiri.
Dia sempat mengedarkan pandangannya. Tidak mungkin bocah itu sendirian di mall sebesar ini, tetapi tidak ada tanda-tanda yang mendekati bocah itu. Saat melihatnya lagi, ternyata Gagah sedang duduk manis di sebuah kursi. Di sekitar konter makanan cepat saji, karena memang mereka sedang berada di area food court. Seakan sedang menunggu seseorang.
Anak pintar dan patuh, pikirnya segera berlalu. Tanpa merasa khawatir lagi yang sekilas sempat dirasakannya tadi. Pikiran dia, takut diracuni lagi oleh hal yang menurutnya tidak mungkin.
Ganistra Yunatha yang biasa dipanggil Ganis, adalah ibu dari anak lucu itu. Segera keluar dari persembunyiannya, Setelah yakin kalau Laki-laki yang menahan bola anaknya, tidak terlihat lagi.
"Mami ...." teriak Gagah, saat melihat Ganis menghampirinya.
"Gagah, Mami mencarimu, lain kali jangan lari-lari di tempat seperti ini." tegurnya dengan nada lembut.
"Mami, bolana ang lali-lali ... aku halus takap." Gagah berusaha membela diri. Tangannya ditangkupkan, seolah sedang menangkap bola.
"Hmm ... bolanya tidak punya kaki, ya? Dan kaki Gagah yang kecil ini, kalah kencang sama bola yang tidak punya kaki ... huh! Kalau Gagah mau menang, harusnya Gagah taruh bolanya di lapangan berumput, bukan di sini."
"Iyaa, Mami. Bolana nda puna kaki, tapi bisa belali kecaaang." celotehnya.
"Bola ajaib." komentar Ganis asal. Menanggapi pemikiran anaknya, secara praktis saja.
"Ndak adaib, Mami. Latai ini licin, ndak cepeti lumput."
OMG!!! Kalau sudah begini, Ganis suka kehabisan akal untuk menjawab kalimat-kalimat cerdas anaknya. Padahal usia Gagah baru tiga tahun lebih, sekolah saja belum, tetapi mengenal hurufpun sudah tahu.
"Gagah mau ice cream ?" tanyanya, untuk mengalihkan perhatian. Akan tetapi, dijawab secara spontan oleh Gagah. Terlihat sangat antusias.
"Gagah mau es klim, Mami ...."
"Yuk, kita cari ice cream-nya."
Anak itu berjikrak kegirangan, sambil berpegangan pada lengan maminya. Meloncat-loncat secara zigzag.
Ternyata anak ini sudah melupakan kejadian tadi saat pertemuannya dengan laki-laki yang menahan bolanya, sebelum sempat menceritakan padanya.
Hampir saja, pikir Ganis. Dunia ini memang sempit.
"Gagah mau es krim rasa apa?" tanya Ganis, saat mereka sudah duduk mau memesan es krimnya.
"laca ... emm ... stobeli, sama laca ... emm ... cotlat!" serunya dengan mimik yang sangat menggemaskan.
Tidak begitu lama, pesanan yang diharapkan sudah datang. cup kecil es krim itu penuh dengan topping warna-warni.
"Wow!" mata Gagah membulat. Terlihat gembira melihatnya.
Sebelum menyuapkan es krim ke mulutnya, bocah cilik itu melihat dulu ke maminya. "Mami, napa ndak beli ec klimna?"
"Mama lagi gak enak perutnya, sayang. Udah, Gagah aja yang habisin es krimnya, ya?"
"Mami cakit?" tanyanya sedikit menunjukan rasa kekhawatirannya. "pelica ke dotel, Mami."
"Sakitnya Mami, gak harus diperiksa kedokter, Gagah. Mami masih kuat seperti biasanya." jawab Ganis, sambil menyikukan lengannya seperti binaragawan. Membuat Gagah tertawa. "Ayo, dimakan es krimnya, keburu cair nanti."
Gagah baru menyuapkan es krim ke mulutnya, setelah merasa yakin maminya tidak apa-apa.
Ganis membiasakan untuk tidak selalu membantu anaknya makan, supaya mandiri. Ia lebih memilih mengelap bibir atau pipinya yang belepotan terkena makanan, karena tidak sepenuhnya masuk ke mulut kecilnya.
"Mami, tatut dicutik, ya? Ndak mau ke dotel." ternyata Gagah masih membahas soal sakitnya. Ia jadi menyesal telah membuat khawatir anaknya dengan memberi alasan yang sebenarnya asal saja. Tidak berpikir sama sekali akibatnya. Beginilah kalau punya anak pintar dan kritis. Tidak mudah untuk diyakinkan.
"Danan tatut dicutik, Mami. Kan Mami biang, kaa di didit cemut lacana." Ganis jadi tersenyum dibuatnya.
"Mami juga gak pernah takut disuntik, sayang. Dokter juga tidak sembarang kasih suntik ke yang sakit." ia kembali mengelap pipi gembil Gagah, dengan tisu.
"Abis, Mami." Gagah menggeser cup es krimnya, menjauh dari badannya. Topping-nya banyak yang berceceran di meja, juga di lantai bawahnya. "Pemenna banak ang jatuh, Mami." ia turun dari kursi kecilnya, melihat-lihat ke lantai.
Ganis terpaksa turun dan menghampiri anaknya. "Jangan ambil yang sudah jatuh ke bawah, sudah tidak bersih lagi, sayang." lalu menarik tisu yang tadi diselipkan di dadanya. Sebelum anak itu mulai makan es krimnya, supaya tidak mengotori bajunya.
"Pulang, yuk!" ajaknya kemudian, yang diangguki oleh Si tampan ciliknya ini.
Novel Cinta dan Gairah 21+ ini berisi kumpulan cerpen romantis terdiri dari berbagai pengalaman romantis dari berbagai latar belakang profesi yang ada seperti ibu rumah tangga, mahasiswa, CEO, kuli bangunan, manager, para suami dan lain-lain .Semua cerpen romantis yang ada pada novel ini sangat menarik untuk disimak dan diikuti jalan ceritanya sehingga bisa sangat memuaskan fantasi para pembacanya. Selamat membaca dan selamat menikmati!
Cerita tentang kehidupan di kota kecil, walau tak terlalu jauh dari kota besar. Ini juga cerita tentang Kino, seorang pria yang menjalani masa remaja, menembus gerbang keperjakaannya, dan akhirnya tumbuh sebagai lelaki matang. Pada masa awal inilah, seksualitas dan sensualitas terbentuk. Dengan begitu, ini pula kisah tentang the coming of age yang kadang-kadang melodramatik. Kino tergolong pemuda biasa seperti kita-kita semua. Apa yang dialaminya merupakan kejadian biasa, dan bisa terjadi pada siapa saja, karena merupakan kelumrahan belaka. Tetapi, kita tahu ada banyak kelumrahan yang kita sembunyikan dengan seksama. Namun Kino mempunyai hal yang menarik yang dalam cerita ini lebih menarik dari cerita fenomenal lainnya.
Pada hari Livia mengetahui bahwa dia hamil, dia memergoki tunangannya berselingkuh. Tunangannya yang tanpa belas kasihan dan simpanannya itu hampir membunuhnya. Livia melarikan diri demi nyawanya. Ketika dia kembali ke kampung halamannya lima tahun kemudian, dia kebetulan menyelamatkan nyawa seorang anak laki-laki. Ayah anak laki-laki itu ternyata adalah orang terkaya di dunia. Semuanya berubah untuk Livia sejak saat itu. Pria itu tidak membiarkannya mengalami ketidaknyamanan. Ketika mantan tunangannya menindasnya, pria tersebut menghancurkan keluarga bajingan itu dan juga menyewa seluruh pulau hanya untuk memberi Livia istirahat dari semua drama. Sang pria juga memberi pelajaran pada ayah Livia yang penuh kebencian. Pria itu menghancurkan semua musuhnya bahkan sebelum dia bertanya. Ketika saudari Livia yang keji melemparkan dirinya ke arahnya, pria itu menunjukkan buku nikah dan berkata, "Aku sudah menikah dengan bahagia dan istriku jauh lebih cantik daripada kamu!" Livia kaget. "Kapan kita pernah menikah? Setahuku, aku masih lajang." Dengan senyum jahat, dia berkata, "Sayang, kita sudah menikah selama lima tahun. Bukankah sudah waktunya kita punya anak lagi bersama?" Livia menganga. Apa sih yang pria ini bicarakan?
Kisah cinta yang terhalang oleh status dan derajat antara pembantu dan sang majikan. Akankah berakhir indah atau malah sebaliknya?
BERISI ADEGAN 21++ Rendi Satria, pria berusia 28 tahun yang memiliki postur tubuh yang ideal juga wajah yang tampan, hal itu menjadi daya pikatnya sangat kuat dan banyak perempuan yang terpesona akan ketampanannya. Namun Rendi sudah memiliki kekasih, yaitu Lisna. Perempuan yang sangat ia cintai. Akan tetapi kedua orangtua Lisna tidak menyetujui hubungan mereka lantaran sat itu Rendi tidak memiliki pekerjaan tetap. Suatu hari Rendi ditawari pekerjaan untuk menjadi gigolo oleh tantenya sendiri. Maka dari itu Rendi bersedia demi bisa membuktikan kepada kedua orangtua Lisna. Lantas apakah yang akan terjadi dengan Rendi? Alangkah dia benar-benar menikahi pujaan hatinya? Simak dan ikuti kisahnya.
Kumpulan cerita seru yang akan membuat siapapun terbibur dan ikut terhanyut sekaligus merenung tanpa harus repot-repot memikirkan konfliks yang terlalu jelimet. Cerita ini murni untuk hiburan, teman istrirahat dan pengantar lelah disela-sela kesibukan berkativitas sehari-hari. Jadi cerita ini sangat cocok dengan para dewasa yang memang ingin refrehsing dan bersenang-senang terhindar dari stres dan gangguan mental lainnya, kecuali ketagihan membacanya.