Pribadinya yang sangat kuat; tampan, kaku, tegas, dan tidak ada kompromi. Itulah suaminya, Prana Guntara. Tidak ada kesalahan, tetapi saat dia menyatakan itu salah, siapapun tidak bisa mengelak akan kena hukuman. Sekali pun itu istrinya sendiri. Ganistra Yunata terusir, tanpa diberi kesempatan untuk membela diri. Sementara di perutnya sudah terbentuk janin yang belum sempat diberitahukannya. Ditakdirkan empat tahun kemudian, ia harus berhadapan kembali dengan laki-laki gunung es itu. Namun, kali ini laki-laki itu tampaknya berbeda ... "Aku tidak akan membiarkanmu meninggalkanku untuk kedua kalinya." "You are mine."
Bola plastik itu menggelinding di area mall megah yang sedang banyak pengunjungnya, lalu bersarang di bawah kaki seseorang. Di belakangnya berlari seorang bocah laki-laki kecil sekitar tiga tahunan. sepertinya sedang mengejar bola itu.
Tubuhnya yang mungil, tampak bulat berisi, seperti bola yang di kejarnya. Wajah yang tampan, terlihat sangat menggemaskan.
Sementara di tempat lain lagi yang tidak begitu jauh dari sana, seorang perempuan cantik berambut panjang hendak mengejar anaknya yang bernama Gagah. Langkahnya terhenti seketika.
Deg!
Ia mengenali siapa pemilik sepatu itu, yang berdiri menjulang tinggi di hadapan anak laki-laki kecilnya. Dengan segera tubuh ramping itu menyelinap ke belakang sebuah pilar besar penompang bangunan mall, secara diam-diam. Dengan hati cemas, ia terus memperhatikan lokasi Gagah dan laki-laki tinggi itu berada.
Wajah Gagah terangkat, saat mengetahui bola miliknya tertahan di kaki seseorang yang tidak dikenalnya.
"Bolaku" tunjuknya mengarah pada sepatu lelaki itu. "Danan ijak bolaku." katanya lagi secara lantang. Sepertinya marah karena barang milik dia, ada di bawah sepatunya.
Namun, karena raut wajah ciliknya sangat tampan, mimik marahnya malah terlihat lucu. Yang punya sepatu itu tersenyum, mulai tertarik dengan sikap beraninya.
"Bolamu baik-baik saja, kamu tidak usah marah." ucapnya dengan suara rendah. Kemudian dia mengambil bola itu dari bawah sepatunya.
Dan entah kenapa, sepertinya dia ingin sejenak menahan bocah tampan yang lucu ini, padahal seumur hidup belum pernah bercengkrama dengan anak-anak. Dia tidak begitu menyukainya.
"Danan abil, itu punaku." tunjuk Gagah lagi pada bola yang di pegang lelaki itu. Suara cadelnya terdengar lucu.
Tubuh jangkungnya berjongkok, berusaha menyesuaikan dengan tinggi badan Gagah. "Kalau bola ini mau kembali, kamu harus memintanya."
Mata Gagah membulat. "Nda mau! itu punaku." mulutnya cemberut.
"Mintalah!" kata laki-laki itu, semakin senang mengganggunya. Kenapa anak ini, begitu menyita perhatiannya? Dia jadi bingung sendiri.
"Nda mauuu ...!" teriaknya lagi. Bibirnya sudah sangat mengerucut.
"Anak baik kalau menginginkan sesuatu, harus memintanya dengan sopan." Dia semakin mencadai Gagah yang semakin marah, malah semakin lucu dan terlihat menggemaskan.
Sepertinya Gagah sudah mulai tidak sabar, dia melangkah lebih mendekati dan menyambar bola dari tangannya. Laki-laki itu pun sengaja membiarkan bola dengan mudah di dapatkannya.
Gagah langsung berlari menjauh, sambil membawa bola plastik dan sempat melirik kembali kepadanya yang sudah berdiri. Tangan kecilnya melambai sambil tersenyum. Dan dia tertegun melihat senyumnya.
Senyumnya! Mengingatkan dia pada seseorang. Dia jadi tertegun untuk sesaat, wajah anak itu seperti cermin dirinya sendiri. Tidak mungkin! Sangkalnya. Tidak percaya pada apa yang dilihat matanya sendiri.
Dia sempat mengedarkan pandangannya. Tidak mungkin bocah itu sendirian di mall sebesar ini, tetapi tidak ada tanda-tanda yang mendekati bocah itu. Saat melihatnya lagi, ternyata Gagah sedang duduk manis di sebuah kursi. Di sekitar konter makanan cepat saji, karena memang mereka sedang berada di area food court. Seakan sedang menunggu seseorang.
Anak pintar dan patuh, pikirnya segera berlalu. Tanpa merasa khawatir lagi yang sekilas sempat dirasakannya tadi. Pikiran dia, takut diracuni lagi oleh hal yang menurutnya tidak mungkin.
Ganistra Yunatha yang biasa dipanggil Ganis, adalah ibu dari anak lucu itu. Segera keluar dari persembunyiannya, Setelah yakin kalau Laki-laki yang menahan bola anaknya, tidak terlihat lagi.
"Mami ...." teriak Gagah, saat melihat Ganis menghampirinya.
"Gagah, Mami mencarimu, lain kali jangan lari-lari di tempat seperti ini." tegurnya dengan nada lembut.
"Mami, bolana ang lali-lali ... aku halus takap." Gagah berusaha membela diri. Tangannya ditangkupkan, seolah sedang menangkap bola.
"Hmm ... bolanya tidak punya kaki, ya? Dan kaki Gagah yang kecil ini, kalah kencang sama bola yang tidak punya kaki ... huh! Kalau Gagah mau menang, harusnya Gagah taruh bolanya di lapangan berumput, bukan di sini."
"Iyaa, Mami. Bolana nda puna kaki, tapi bisa belali kecaaang." celotehnya.
"Bola ajaib." komentar Ganis asal. Menanggapi pemikiran anaknya, secara praktis saja.
"Ndak adaib, Mami. Latai ini licin, ndak cepeti lumput."
OMG!!! Kalau sudah begini, Ganis suka kehabisan akal untuk menjawab kalimat-kalimat cerdas anaknya. Padahal usia Gagah baru tiga tahun lebih, sekolah saja belum, tetapi mengenal hurufpun sudah tahu.
"Gagah mau ice cream ?" tanyanya, untuk mengalihkan perhatian. Akan tetapi, dijawab secara spontan oleh Gagah. Terlihat sangat antusias.
"Gagah mau es klim, Mami ...."
"Yuk, kita cari ice cream-nya."
Anak itu berjikrak kegirangan, sambil berpegangan pada lengan maminya. Meloncat-loncat secara zigzag.
Ternyata anak ini sudah melupakan kejadian tadi saat pertemuannya dengan laki-laki yang menahan bolanya, sebelum sempat menceritakan padanya.
Hampir saja, pikir Ganis. Dunia ini memang sempit.
"Gagah mau es krim rasa apa?" tanya Ganis, saat mereka sudah duduk mau memesan es krimnya.
"laca ... emm ... stobeli, sama laca ... emm ... cotlat!" serunya dengan mimik yang sangat menggemaskan.
Tidak begitu lama, pesanan yang diharapkan sudah datang. cup kecil es krim itu penuh dengan topping warna-warni.
"Wow!" mata Gagah membulat. Terlihat gembira melihatnya.
Sebelum menyuapkan es krim ke mulutnya, bocah cilik itu melihat dulu ke maminya. "Mami, napa ndak beli ec klimna?"
"Mama lagi gak enak perutnya, sayang. Udah, Gagah aja yang habisin es krimnya, ya?"
"Mami cakit?" tanyanya sedikit menunjukan rasa kekhawatirannya. "pelica ke dotel, Mami."
"Sakitnya Mami, gak harus diperiksa kedokter, Gagah. Mami masih kuat seperti biasanya." jawab Ganis, sambil menyikukan lengannya seperti binaragawan. Membuat Gagah tertawa. "Ayo, dimakan es krimnya, keburu cair nanti."
Gagah baru menyuapkan es krim ke mulutnya, setelah merasa yakin maminya tidak apa-apa.
Ganis membiasakan untuk tidak selalu membantu anaknya makan, supaya mandiri. Ia lebih memilih mengelap bibir atau pipinya yang belepotan terkena makanan, karena tidak sepenuhnya masuk ke mulut kecilnya.
"Mami, tatut dicutik, ya? Ndak mau ke dotel." ternyata Gagah masih membahas soal sakitnya. Ia jadi menyesal telah membuat khawatir anaknya dengan memberi alasan yang sebenarnya asal saja. Tidak berpikir sama sekali akibatnya. Beginilah kalau punya anak pintar dan kritis. Tidak mudah untuk diyakinkan.
"Danan tatut dicutik, Mami. Kan Mami biang, kaa di didit cemut lacana." Ganis jadi tersenyum dibuatnya.
"Mami juga gak pernah takut disuntik, sayang. Dokter juga tidak sembarang kasih suntik ke yang sakit." ia kembali mengelap pipi gembil Gagah, dengan tisu.
"Abis, Mami." Gagah menggeser cup es krimnya, menjauh dari badannya. Topping-nya banyak yang berceceran di meja, juga di lantai bawahnya. "Pemenna banak ang jatuh, Mami." ia turun dari kursi kecilnya, melihat-lihat ke lantai.
Ganis terpaksa turun dan menghampiri anaknya. "Jangan ambil yang sudah jatuh ke bawah, sudah tidak bersih lagi, sayang." lalu menarik tisu yang tadi diselipkan di dadanya. Sebelum anak itu mulai makan es krimnya, supaya tidak mengotori bajunya.
"Pulang, yuk!" ajaknya kemudian, yang diangguki oleh Si tampan ciliknya ini.
Kisah seorang ibu rumah tangga yang ditinggal mati suaminya. Widya Ayu Ningrum (24 Tahun) Mulustrasi yang ada hanya sebagai bentuk pemggambran imajinasi seperti apa wajah dan bentuk tubuh dari sang pemain saja. Widya Ayu Ningrum atau biasa disapa Widya. Widya ini seorang ibu rumah tangga dengan usia kini 24 tahun sedangkan suaminya Harjo berusia 27 tahun. Namun Harjo telah pergi meninggalkan Widy sejak 3 tahun silam akibat kecelakaan saat hendak pulang dari merantau dan karna hal itu Widya telah menyandang status sebagai Janda di usianya yang masih dibilang muda itu. Widya dan Harjo dikaruniai 1 orang anak bernama Evan Dwi Harjono
Hidup itu indah, kalau belum indah berarti hidup belum berakhir. Begitu lah motto hidup yang Nayla jalani. Setiap kali ia mengalami kesulitan dalam hidupnya. Ia selalu mengingat motto hidupnya. Ia tahu, ia sangat yakin akan hal itu. Tak pernah ada keraguan sedikitpun dalam hatinya kalau kehidupan seseorang tidak akan berakhir dengan indah. Pasti akan indah. Hanya kedatangannya saja yang membedakan kehidupan dari masing – masing orang. Lama – lama Nayla merasa tidak kuat lagi. Tanpa disadari, ia pun ambruk diatas sofa panjang yang berada di ruang tamu rumahnya. Ia terbaring dalam posisi terlentang. Roti yang dipegangnya pun terjatuh ke lantai. Berikut juga hapenya yang untungnya cuma terjatuh diatas sofa panjangnya. Diam – diam, ditengah keadaan Nayla yang tertidur senyap. Terdapat sosok yang tersenyum saat melihat mangsanya telah tertidur persis seperti apa yang telah ia rencanakan. Sosok itu pelan – pelan mendekat sambil menatap keindahan tubuh Nayla dengan jarak yang begitu dekat. “Beristirahatlah sayang, pasti capek kan bekerja seharian ?” Ucapnya sambil menatap roti yang sedang Nayla pegang. Sosok itu kian mendekat, sosok itu lalu menyentuh dada Nayla untuk pertama kalinya menggunakan kedua tangannya. “Gilaaa kenyel banget… Emang gak ada yang bisa ngalahin susunya akhwat yang baru aja nikah” Ucapnya sambil meremas – remas dada Nayla. “Mmmpphhh” Desah Nayla dalam tidurnya yang mengejutkan sosok itu.
Setelah menyembunyikan identitas aslinya selama tiga tahun pernikahannya dengan Kristian, Arini telah berkomitmen sepenuh hati, hanya untuk mendapati dirinya diabaikan dan didorong ke arah perceraian. Karena kecewa, dia bertekad untuk menemukan kembali jati dirinya, seorang pembuat parfum berbakat, otak di balik badan intelijen terkenal, dan pewaris jaringan peretas rahasia. Sadar akan kesalahannya, Kristian mengungkapkan penyesalannya. "Aku tahu aku telah melakukan kesalahan. Tolong, beri aku kesempatan lagi." Namun, Kevin, seorang hartawan yang pernah mengalami cacat, berdiri dari kursi rodanya, meraih tangan Arini, dan mengejek dengan nada meremehkan, "Kamu pikir dia akan menerimamu kembali? Teruslah bermimpi."
ADULT HOT STORY 🔞🔞 Kumpulan cerpen un·ho·ly /ˌənˈhōlē/ adjective sinful; wicked. *** ***
Untuk membayar hutang, dia menggantikan pengantin wanita dan menikahi pria itu, iblis yang ditakuti dan dihormati semua orang. Sang wanita putus asa dan kehabisan pilihan. Sang pria kejam dan tidak sabaran. Pria itu mencicipi manisnya sang wanita, dan secara bertahap tunduk pada nafsu adiktif. Sebelum dia menyadarinya, dia sudah tidak dapat melepaskan diri dari wanita tersebut. Nafsu memicu kisah mereka, tetapi bagaimana cinta bersyarat ini akan berlanjut?
Raina terlibat dengan seorang tokoh besar ketika dia mabuk suatu malam. Dia membutuhkan bantuan Felix sementara pria itu tertarik pada kecantikan mudanya. Dengan demikian, apa yang seharusnya menjadi hubungan satu malam berkembang menjadi sesuatu yang serius. Semuanya baik-baik saja sampai Raina menemukan bahwa hati Felix adalah milik wanita lain. Ketika cinta pertama Felix kembali, pria itu berhenti pulang, meninggalkan Raina sendirian selama beberapa malam. Dia bertahan dengan itu sampai dia menerima cek dan catatan perpisahan suatu hari. Bertentangan dengan bagaimana Felix mengharapkan dia bereaksi, Raina memiliki senyum di wajahnya saat dia mengucapkan selamat tinggal padanya. "Hubungan kita menyenangkan selama berlangsung, Felix. Semoga kita tidak pernah bertemu lagi. Semoga hidupmu menyenangkan." Namun, seperti sudah ditakdirkan, mereka bertemu lagi. Kali ini, Raina memiliki pria lain di sisinya. Mata Felix terbakar cemburu. Dia berkata, "Bagaimana kamu bisa melanjutkan? Kukira kamu hanya mencintaiku!" "Kata kunci, kukira!" Rena mengibaskan rambut ke belakang dan membalas, "Ada banyak pria di dunia ini, Felix. Selain itu, kamulah yang meminta putus. Sekarang, jika kamu ingin berkencan denganku, kamu harus mengantri." Keesokan harinya, Raina menerima peringatan dana masuk dalam jumlah yang besar dan sebuah cincin berlian. Felix muncul lagi, berlutut dengan satu kaki, dan berkata, "Bolehkah aku memotong antrean, Raina? Aku masih menginginkanmu."